Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

[Resensi] The Tattooist of Auschwitz

20 Maret 2021   11:51 Diperbarui: 20 Maret 2021   11:58 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Van itu begitu penuh sehingga pria terakhir yang naik berpegangan ke pijakan dengan ujung jari kaki, bokong telanjang mereka mencuat keluar dari pintu. Para perwira menjejalkan tubuh-tubuh itu dengan mendorong. Lalu pintu-pintu ditutup dengan bantingan. Seorang perwira mengitari van, menggedor lempengan logam, memastikan semua rapat. Seorang perwira yang lincah memanjat ke atap van dengan membawa tabung. Tanpa mampu bergerak, Lale melihat perwira itu membuka pintu kecil di atap van dan membalikkan tabung. Lalu dia menutup pintu itu lagi keras-keras dan menguncinya. Sementara tentara itu bergegas turun, van berguncang hebat dan terdengar jeritan samar." -- The Tattooist of Auschwitz (Juru Tato dari Auschwitz).

Blurb

Bulan April tahun 1942, Ludwig Eisenberg masih berusia 24 tahun ketika pemuda asal Krompachy di Slovakia itu, dibawa bersama sekian banyak orang Yahudi menuju ke kamp konsentrasi terbesar di Auschwitz, Polandia. Tentunya saat itu Lale dan lainnya tidak tahu akan dibawa kemana dan akan seperti apa nasib mereka nantinya.

Sesampainya di kamp, Lale harus membuang semua barang-barangnya. Ia berganti baju tahanan, rambutnya dicukur, dan lengannya ditato dengan nomor 32047. Resmi sudah ia menjadi tahanan Nazi di bawah pengawasan tentara SS (Schutzstaffel), dan bekerja membangun kamp bersama tahanan lainnya.

Tak lama setelah itu, Lale terserang tifus dan hampir mati. Namun beruntung, Lale diselamatkan oleh temannya dan bertemu dengan Pepan, si Tatowierer (Juru Tato). Setelah sembuh, Pepan menjadikan Lale sebagai asistennya untuk menato para tahanan yang baru datang. Dari Pepan, lale belajar untuk menahan diri, diam dan menundukkan kepala di depan tentara SS.

Suatu hari, ketika tiba-tiba Pepan menghilang, Lale akhirnya menggantikan posisi Pepan sebagai Tatowierer. Juga karena kebetulan ia menguasai beberapa bahasa. Jabatan sebagai Tatowierer berarti keberuntungan. Seorang Tatowierer bekerja di bawah Politische Abteilung (Departemen Politik) dan ia akan memperoleh tempat yang lebih layak untuk tidur dan jatah makanan tambahan. Lale diberi satu tas berisi peralatan lengkap untuk menato yang membuatnya bisa lebih bebas berjalan di sekeliling kamp hanya dengan menyebutkan 'Politische Abteilung' di depan tentara SS yang mencegatnya.

Pekerjaan sebagai Tatowierer cukup melelahkan bagi Lale karena ratusan tahanan dari berbagai negara berdatangan setiap harinya. Suatu hari, Lale menato seorang wanita yang ketakutan, bernama Gisela Fuhrmannova (Gita). Lale pun berusaha menghibur Gita yang ketakutan. Sejak pertemuan pertama mereka itu, Lale bertekad ia akan bertahan dan keluar hidup-hidup dari kamp itu bersama Gita.

Selama dua setengah tahun menato ribuan tawanan di kamp, Lale menyaksikan kekejaman tentara Nazi terhadap tawanan orang-orang Yahudi. Berbekal posisinya sebagai Tatowierer, Lale sering menyelundupkan jatah makanan tambahannya untuk dibagikan kepada teman-teman di bloknya, Gita dan teman-temannya, juga kepada keluarga Gipsi yang menghuni bloknya kemudian hari.

Lale juga membangun koneksi dengan pengawasnya, serta orang luar untuk memperoleh makanan tambahan yang ia tukar dengan perhiasan dan batu-batu mulia milik para tawanan Yahudi yang telah dibunuh. Dan sambil berusaha menjaga dirinya agar tetap hidup, Lale juga berusaha mati-matian menjaga harapan Gita supaya wanita itu bisa terus bertahan.

Akankah Lale dan Gita berhasil keluar dari kamp dengan selamat? Atau apakah akhirnya salah satu dari mereka terpaksa pergi lebih dulu?

Pintu masuk Kamp Auschwitz (Sumber: Alik Kęplicz/AP via theguardian.com)
Pintu masuk Kamp Auschwitz (Sumber: Alik Kęplicz/AP via theguardian.com)
Fakta atau Fiksi?

Kisah The Tattooist of Auschwitz pertama kali diterbitkan di Inggris tahun 2018 dan terjual hampir empat ratus ribu kopi, menunjukkan bahwa novel ini cukup menarik perhatian dan minat pembaca. Tentunya karena kisah ini terinspirasi dari kisah nyata dan merupakan penceritaan ulang yang dituturkan oleh Lale sendiri atas pengalamannya menjadi Tatowierer selama menjadi tawanan Nazi.

Menariknya begitu novel ini menjadi terkenal dan terjual laris, sejumlah berita (misalnya The Guardian) mengabarkan bahwa Majalah Auschwitz Memorial menemukan sejumlah detail sejarah tentang kamp konsentrasi tersebut keliru, meskipun Heather Morris sebagai penulis novel tersebut, telah mengungkapkan bahwa ia memiliki tim peneliti untuk memastikan kebenaran dari ingatan-ingatan Lale.

Beberapa informasi yang diberitakan keliru misalnya, nomor kamp Gita yang sebenarnya, rute koneksi kereta api, peristiwa ledakan krematorium kamp, fokus eksperimen dokter Josef Mengele, hubungan gelap pejabat SS dengan tawanan wanita Yahudi bernama Cilka, termasuk pembunuhan tawanan dalam bus yang digunakan sebagai kamar gas seperti yang dilihat Lale dalam petikan paragraf di atas.

Rekomendasi

Buku The Tattooist of Auschwitz memang bukan merupakan dokumen resmi sejarah Holocaust. Tapi terlepas dari detail-detail informasinya akurat atau tidak, menurut saya buku ini tetap menarik untuk dibaca. Kisah-kisah kekejaman Nazi pada masa Holocaust selalu menarik untuk disimak dan dikenang sebagai salah satu sejarah gelap genosida semasa Perang Dunia II.

Saya yakin menyusun novel berdasarkan ingatan seseorang tidak mudah. Apalagi jika peristiwa yang dialami si penutur sudah lama berlalu. Diperlukan penelitian lebih lanjut agar kisahnya dapat ditulis secara runut. Heather Morris berhasil membuat saya berimajinasi dengan jelas tentang lokasi, peristiwa, hingga deskripsi tokoh-tokoh di dalamnya.

Bagaimana ia menggambarkan karakter Lale yang cerdik dan diplomatis namun tetap berusaha low profile supaya tidak menarik perhatian perwira SS, Gita yang sering merasa pasrah dan putus asa namun semangat hidupnya selalu kembali setelah ia bertemu Lale, sikap suportif teman-teman Lale dan Gita di blok-blok tahanan meski selalu diliputi rasa takut terhadap tentara SS. Hingga karakter Baretski si pengawas Lale yang terkadang annoying, tapi sebenarnya berhati baik sehingga hubungan pertemanan tidak terasa terbangun di antara Lale dan Baretski.

Alur ceritanya juga cukup detail namun tidak bertele-tele. Meski ada beberapa bagian cerita dengan alur flashback, saya tidak harus berulang kali kembali ke halaman-halaman sebelumnya supaya lebih mengerti.

Selain itu pemilihan desain cover buku juga terlihat sangat menarik. Juluran lengan-lengan manusia bernuansa hitam-putih mengingatkan saya dengan seragam tawanan Nazi yang bermotif garis-garis seperti piyama. Lengkap dengan teks judul yang ditulis selang-seling seperti penggambaran tato pada lengan tahanan.

Oh ya, ada satu hal lagi yang menarik perhatian saya, yakni tokoh Herr Doktor Josef Mengele sebagai dokter yang ditugaskan di kamp konsentrasi Auschwitz. Dari kacamata Lale, Josef Mengele digambarkan sebagai dokter yang sangat menakutkan. Tidak ada seorang pun yang tahu jalan pikiran dokter tersebut dan sebisa mungkin menghindarinya.

Awalnya saya mengira tokoh Josef Mengele adalah fiksi untuk memperkaya isi cerita karena memang hanya diceritakan sepotong-sepotong. Namun ternyata tokoh tersebut asli.

Hasil penelusuran saya di Mbah Google, Josef Mengele dikenal juga sebagai Malaikat Kematian (Todesengel) karena eksperimen mematikan yang ia lakukan terhadap tawanan. Fokus eksperimennya adalah penelitian genetik terhadap saudara kembar dan orang-orang kretinisme. Selain itu Mengele juga menjadi anggota tim dokter yang menyeleksi tahanan yang akan dibunuh dalam kamar gas. Wew! Sebelum bergabung dengan partai Nazi dan SS, Josef Mengele telah memperoleh gelar doktor dibidang antropologi dan kesehatan.

Tertarik baca?

Judul buku: The Tattooist of Auschwitz -- Juru Tato dari Auschwitz

Penulis: Heather Morris

Penerbit & tahun terbit: Gramedia Pustaka Utama, 2020

Jumlah Halaman: 304 Halaman

Rekomendasi: 5 (skala 5).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun