Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

World Pharmacist Day, Jangan Cuma Posting Foto di Medsos Dong

14 September 2020   10:52 Diperbarui: 14 September 2020   11:59 1339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com - Alexas_Fotos

Tanggal 8 September lalu kita memperingati Hari Literasi Internasional (International Literacy Day). Saya ingat ada banyak Kompasianer yang menulis dengan topik literasi untuk meramaikan suasana. Keren-keren semua. 

Disamping banyak tantangan yang sudah ada sebelumnya (seperti minat baca yang rendah, masih ada masyarakat yang buta aksara, level pendidikan yang tidak merata karena keterbatasan akses dan sarana-prasarana pada daerah dan kelompok masyarakat tertentu, dan sebagainya), tantangan dalam kemampuan berliterasi di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini jadi semakin bertambah.

Fakta bahwa Indonesia berada di urutan nomor dua terbawah dari 61 negara dalam hal tingkat literasi seperti yang dirilis oleh Central Connecticut State University tahun 2016 lalu dalam studinya yang berjudul World's Most Literate Nations Ranked, cukup memprihatinkan. 

Apalagi UNESCO juga merilis hasil penelitian tahun 2012 yang menunjukkan index minat baca orang Indonesia hanya sekitar 0.001% yang berarti hanya ada 1 dari 1000 orang yang mungkin gemar membaca. Kira-kira bagaimana dengan sekarang ya?

Membaca yang dimaksud di sini bukan sekadar membaca sebagai hiburan loh ya, tapi juga memilih sumber bacaan, menyaring, dan membandingkan dengan sumber bacaan lain, melakukan analisis, mengklarifikasi, hingga menarik kesimpulan. Loh, ribet amat rasanya. 

Eits, jangan berkerut dulu keningnya. Hal-hal ini juga perlu kita lakukan dalam aktivitas sehari-hari loh. Misal, saat membaca berita di media online hingga pesan-pesan berantai yang dikirim via media sosial.

Di era digital seperti ini, justru semakin banyak informasi yang berseliweran dan diragukan kebenarannya. Jadi sudah sepatutnya kita harus membaca, memahami dan memastikan kebenarannya sebelum kita serap untuk diri kita sendiri maupun dibagikan kepada orang lain. Jangan sampai kita dicap sebagai penyebar hoax. Males banget kan?

World Pharmacist Day 2020

Di bulan yang sama, tepatnya tanggal 25 September nanti, juga diperingati sebagai Hari Farmasis Sedunia (World Pharmacist Day). World Pharmacist Day ditetapkan pertama kali oleh The International Pharmaceutical Federation tahun 2009 di Istanbul, Turki. Dan tema tahun ini adalah "Transforming Global Health". 

Disini, para farmasis diajak untuk melakukan gerakan perubahan dalam dunia kesehatan melalui berbagai macam pelayanan kesehatan dalam lingkaran keluarga, teman, komunitas dan masyarakat di sekitarnya.

Misalnya, memberikan arahan bagaimana menjalankan kebiasaan hidup sehat, memastikan bahwa pengobatan dilakukan dengan baik dan benar, melakukan vaksinasi untuk mencegah penyakit, sehingga dapat penyakit dapat tertangani dengan baik dan meningkatkan kualitas hidup.

Selain itu gerakan ini juga mengajak para ilmuwan di bidang farmasi untuk senantiasa mengembangkan obat-obatan maupun vaksin yang aman dan efektif, serta mengajak para pendidik di bidang farmasi untuk memastikan bahwa tenaga kefarmasian yang dicetak memiliki kualifikasi dan kompetensi yang memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terkait obat-obatan.

Template Twibbon WPD 2020 | Sumber: twibbonize.com
Template Twibbon WPD 2020 | Sumber: twibbonize.com
Peran Farmasis Menghadapi Pandemi Covid-19 melalui Literasi

Nah, karena kebetulan di bulan September ini ada dua hari peringatan internasional yang menarik perhatian saya yakni terkait literasi dan farmasi, jadi sebagai Apoteker yang kebetulan juga menyukai dunia tulis menulis, saya ingin memberikan semangat dan mengajak seluruh farmasis di Indonesia untuk memberikan pelayanan terkait obat melalui literasi.

Di masa pandemi ini, entah sudah berapa banyak informasi hoax terkait pengobatan maupun pencegahan penyebaran Covid-19. Berbagai macam informasi yang clickbait berseliweran di media online maupun media sosial, hingga gencarnya berita soal perkembangan penyakit, obat dan vaksin Covid-19 di televisi.

Masalahnya, orang-orang kita ini masih saja ada yang malas baca seperti yang saya maksud di atas tadi. Masing-masing merasa haus informasi karena kebetulan Covid-19 disebabkan oleh jenis virus baru, sekaligus merasa ingin menjadi yang terdepan dalam update informasi. 

Tapi lama-kelamaan mereka bingung mana yang harus 'diserap' karena saking banyaknya informasi maupun testimoni yang beredar. Akibatnya mereka jadi mulai malas mengklarifikasi, lalu asal forward ke tetangga sebelah. 

Dan kalau ketahuan bahwa informasinya hoax, ujung-ujungnya cuma bilang "Maaf saya tidak tahu, soalnya dapat dari grup sebelah". Gemes banget rasanya aku tuh!

Nah bagi rekan-rekan sejawat semua, saya pikir bentuk pekerjaan dan pelayanan kefarmasian yang dapat kita berikan kepada masyarakat -- terutama di masa pandemi ini - bukan hanya sebatas mengembangkan obat baru, menyiapkan obat sesuai resep dokter, memberikan konseling obat, mengelola ketersediaan serta distribusi obat dan vaksin, tapi kita juga bisa melakukannya melalui aktivitas literasi. Sederhana namun bukan hal yang remeh.

Membuat Artikel Terkait Obat dan Kesehatan

Sebagai seorang farmasis yang sudah memperoleh pendidikan yang khusus, tidak ada salahnya kita memberikan pelayanan dengan menulis artikel terkait obat-obatan, vaksin, maupun update terbaru seputar perkembangan pandemi. 

Kalau dulu waktu kuliah saja kita sering membuat makalah segambreng, sekarang membuat satu atau dua artikel pasti sanggup dong?

Tidak usah panjang-panjang apalagi menggunakan istilah teknis seperti jurnal ilmiah supaya dianggap keren dan pintar. Kalau pembacanya tidak mengerti ya sama saja gak keren kan, karena pesannya tidak sampai. 

Jika target pembacanya adalah orang awam, ada baiknya ditulis dengan bahasa populer supaya lebih mudah dipahami. Namun jika target pembaca adalah rekan sejawat, barulah ditulis dengan bahasa teknis dan dibahas lebih dalam.

Menyebarkan tulisannya juga harus lihat-lihat orang. Kalau tulisan populer sih tidak masalah, tapi kalau tulisan ilmiah yang penuh istilah teknis disebarkan di grup keluarga misalnya, ya tidak nyambung karena belum tentu mereka semua memiliki background kesehatan.

Semua informasi usahakan memiliki dasar yang valid

Saat kuliah dulu, pastinya kita sudah dibiasakan untuk menuliskan sumber/referensi yang valid saat menyusun makalah. Dengan demikian, jika kita ingin menuliskan suatu artikel popular maupun ilmiah terkait obat dan kesehatan, pastikan kita sudah memperoleh dasar yang kuat melalui bacaan-bacaan yang kredibel. Istilah teknisnya, based evidence gitu lah kira-kira. 

Jangan lupa lakukan penyuntingan sampai kita benar-benar yakin bahwa apa yang kita tulis dapat dipertanggungjawabkan. Gak lucu dong, kalau informasi hoax justru berasal dari farmasis?

Rajin mengkonfirmasi dan jangan segan memberikan klarifikasi

Ketika kita membaca berita atau pesan berantai, rajin-rajinlah mengkonfirmasi validitasnya. Tentunya kita paham dong bagaimana cara untuk memastikan kebenarannya? 

Jika kita sudah yakin informasinya sudah valid dan memang perlu disebarluaskan, barulah kita bagikan kepada orang lain maupun grup-grup sebelah lainnya. Jadi kalau ada yang bertanya soal kebenarannya, kita bisa mengatakan dengan percaya diri bahwa kita sudah melakukan cek dan ricek.

Selain itu, kalau kita menerima pesan berantai yang sudah kita ketahui salah alias hoax, jangan malu apalagi ragu untuk memberikan klarifikasi. Selama pandemi ini, saya sering kedapatan pesan hoax terkait kesehatan di grup keluarga. Dan kalau tidak segera diklarifikasi, bisa gaswat kan.

Well, sebagai catatan, tulisan ini tidak saya tujukan hanya untuk apoteker saja loh ya, tapi juga tenaga teknis kefarmasian lainnya. Sarjana Farmasi, Analis Farmasi, Ahli Madya Farmasi dan Asisten Apoteker juga bisa berperan. 

Nah, rekan sejawat semua, ayo kita ramai-ramai memberikan kontribusi yang terbaik yang kita bisa untuk melayani masyarakat terutama di masa pandemi ini. Jadi jangan cuma bikin penuh feed media sosial dengan memasang twibbon foto sendiri, karena memperingati World Pharmacist Day 2020 tidak hanya soal posting foto. Ya kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun