"Dasar laki-laki pembohong. Lantas siapa perempuan yang bersamamu di restauran kemarin malam. Siapa perempuan yang menggandeng tanganmu di mall sepekan yang lalu?" serang Rini.
"Eh k kmu salah faham Rin. Dia bukan siapa-siapa. Dia rekan kerjaku. Kami kebetulan ada acara kantor malam itu," jawab Arya tergagap.
"Acara kantor katamu. Gak usah mengelak. Aku sudah tahu semuanya. Tidak ada acara kantor malam itu. Yang ada acara kamu dengan istri simpanan mu itu." Â
"Rin! Kk kamu tahu dari mana. A aku ...," Arya tercekat. Dia tahu betul siapa istrinya. Meskipun tinggal di rumah, Rini punya banyak teman. Dia wanita yang supel sehingga sangat mudah akrab dengan orang lain. Maka sudah pasti dia punya banyak teman yang akan yang memberi tahu dia tentang kelakuan suaminya.
"Maafkan aku Rin," Kamu benar, a a aku bohong. Aku telah membohongimu selama ini. Aku laki-laki tidak tahu diri." Dia benar istriku dan kami akan segera punya anak."
"Apa?" kembali Rini berteriak.
Pengakuan suaminya bukannya membuat Rini bersimpati. Justru kejujuran suaminya kali ini bagaikan godam yang menghantam kepalanya. Dia mengamuk melemparkan semua apa yang bisa diraihnya. Dihempasnya pintu dengan kasar ketika dilihatnya Arya beranjak pergi.
Bi Ratih berlari dari dapur dengan terengah. "Ada apa pak, ibu kenapa?" cecar bi Ratih dengan nada gusar.
"Jaga ibu bi. Aku keluar dulu!" kata Arya sambil berlalu.
Kepalanya mumet. Dia tidak pernah membayangkan istrinya akan semarah itu. Dia tidak pernah berpikir sesakit apa istrinya ketika mengetahui dia telah beristri lagi. Yang dia tahu, dia bahagia bersama istri dan anak-anaknya yang tidak pernah menuntut banyak.
Di lain sisi dia juga bahagia bersama Alina yang lembut dan manja. Bersama Alina dia merasakan hal yang lain. Bersama Alina dia merasa menjadi lelaki sejati yang bisa melindungi, membantu dan mengayomi.
Hal yang tidak didapatkannya pada Rini yang setiap saat bercerita tentang banyak hal kepadanya. Yang senantiasa mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Yang tak pernah mengeluh apalagi menuntut.