Nilai tukar Rupiah merupakan salah satu indikator untuk menilai kondisi ekonomi Indonesia. Perubahan nilai tukar rupiah membawa peran besar dalam perekonomian Indonesia. Perubahan pada nilai tukar rupiah ini dapat memengaruhi inflasi, daya saing ekspor, dan stabilitas ekonomi Indonesia. Pada tahun 2024, rupiah mengalami berbagai gejolak yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi global yang penuh huru-hara yang disertai dengan perubahan kebijakan moneter di negara-negara adidaya seperti Amerika Serikat. Selain itu, tantangan internal seperti tekanan inflasi dan defisit fiskal turut menambah gejolak dari rupiah. Dalam situasi ini, teori Mundelll-Fleming dapat menjadi kerangka acuan untuk menganalisis hubungan antara nilai tukar rupiah dengan kebijakan moneter dan fiskal dalam perekonomian terbuka untuk memahami pergerakan rupiah dan memprediksi fluktuasi di tahun berikutnya.
Model Mundell-Fleming adalah model ekonomi pengembangan model IS-LM yang menggabungkan analisis kebijakan fiskal dan moneter antara pasar domestik dengan internasional dalam sistem ekonomi terbuka kecil. Model ini menjelaskan bahwa terdapat dua sistem nilai tukar yaitu nilai tukar tetap(fixed exchange rate) dan nilai tukar mengambang(floating exchange rate). Dalam sistem nilai tukar tetap, kurs akan ditentukan oleh pemerintah atau bank sentral terhadap mata uang asing tertentu. Sedangkan dalam sistem nilai tukar mengambang, kurs ditentukan oleh mekanisme pasar tanpa intervensi langsung dari pemerintah atau bank sentral. Indonesia yang menggunakan sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating exchange rate) dimana nilai tukar rupiah ditentukan oleh pasar tetapi Bank Indonesia tetap dapat melakukan intervensi untuk menjaga kestabilan, berposisi di antara dua sistem tersebut. Koordinasi dan kesesuaian antara kebijakan moneter dan fiskal sangat penting untuk menjaga stabilitas rupiah dalam menghadapi tantangan dari luar.
Pada tahun 2024, rupiah mengalami berbagai tekanan baik dari eksternal maupun internal. Salah satunya disebabkan oleh kebijakan moneter di Amerika Serikat dan beberapa negara maju yang menyebabkan suku bunga global meningkat. Akibat dari kebijakan itu, investor-investor memindahkan modal ke tempat yang lebih aman sehingga arus modal keluar dari pasar negara berkembang termasuk Indonesia. Selain itu, tekanan juga muncul dari internal negara sendiri. Tekanan atas inflasi dan kekhawatiran atas defisit fiskal membuat pemerintah mengambil kebijakan fiskal ekspansif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Sedangkan kebijakan moneter diambil untuk menyeimbangkan inflasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Kombinasi dari faktor-faktor tersebut menyebabkan fluktuasi nilai tukar rupiah yang cukup signifikan. Meskipun telah dilakukan intervensi pasar dan penyesuaian suku bunga oleh Bank Indonesia, ketidakpastian global dan tekanan domestik tetap memberikan dampak negatif terhadap nilai tukar rupiah.
Untuk mempersiapkan strategi guna menghadapi gejolak dan tantangan di tahun 2025, terdapat beberapa langkah yang dapat diimplementasikan berdasarkan analisis menggunakan model Mundell-Fleming agar rupiah lebih stabil dan menguat. Dalam model Mundelll\-Fleming, solusi perbaikan nilai tukar rupiah dapat dijelaskan melalui pendekatan IS-LM yang menggabungkan kebijakan moneter dan fiskal. Model ini menggambarkan keseimbangan di pasar barang melalui kurva IS(Investment Saving) dan di pasar uang melalui kurva LM(Liquidity Money) yang saling berinteraksi dalam konteks ekonomi terbuka.
Pada sisi kurva AIS, keseimbangan pasar barang dipengaruhi oleh variabel seperti konsumsi, investasi, belanja pemerintah, dan net ekspor. Kebijakan fiskal yang ekspansif, misalnya peningkatan belanja pemerintah atau pemotongan pajak, dapat menggeser kurva IS ke kanan dengan mendorong peningkatan output. Namun, dalam ekonomi terbuka, efek dari kebijakan fiskal ini juga bergantung pada nilai tukar, karena net ekspor sangat sensitif terhadap perubahan nilai tukar.
Di sisi lain, kurva LM menggambarkan keseimbangan di pasar uang, di mana penawaran uang dan permintaan uang bertemu. Kebijakan moneter yang ekspansif, seperti penurunan suku bunga melalui peningkatan penawaran uang, akan menggeser kurva LM ke kanan. Penurunan suku bunga ini tidak hanya mendorong investasi dan konsumsi domestik, tetapi juga berpotensi menyebabkan depresiasi rupiah. Depresiasi rupiah dapat meningkatkan daya saing ekspor Indonesia di pasar global, sehingga memperbaiki neraca perdagangan dan menambah output nasional. Dengan demikian, koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal dapat menciptakan sinergi yang optimal untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga stabilitas nilai tukar.
Kombinasi kebijakan tersebut harus diselaraskan dalam konteks sistem nilai tukar terbuka yang dioperasikan Indonesia sebagai managed float. Dalam kondisi ekonomi global yang tidak menentu, terutama dengan tekanan dari pengetatan kebijakan moneter di negara-negara maju, koordinasi antar kebijakan menjadi penting untuk mengantisipasi fluktuasi nilai tukar. Kebijakan moneter yang ekspansif harus diiringi dengan strategi intervensi pasar yang efektif, misalnya melalui penguatan cadangan devisa, agar depresiasi rupiah tidak mengalami gejolak pasar yang berlebihan. Sementara itu, kebijakan fiskal harus tetap terukur untuk menghindari defisit anggaran yang dapat memicu kekhawatiran pasar dan menimbulkan ketidakstabilan ekonomi.
Pada tahun 2024, nilai tukar rupiah menghadapi berbagai tantangan, baik dari ketidakpastian global maupun dari tekanan domestik. Teori Mundell-Fleming memberikan kerangka analitis yang berguna untuk memahami bagaimana kebijakan moneter dan fiskal dapat saling mempengaruhi dalam upaya menjaga stabilitas nilai tukar. Â Menurut analisis kurva IS-LM dalam kerangka model Mundell-Fleming, solusi untuk perbaikan nilai tukar rupiah di tahun yang akan datang perlu melibatkan sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal yang terkoordinasi. kebijakan fiskal yang terukur dan produktif menggeser kurva IS ke kanan, menambah output dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, Kebijakan moneter yang ekspansif (dengan menurunkan suku bunga) dapat menggeser kurva LM ke kanan dan mendorong depresiasi rupiah, yang meningkatkan daya saing ekspor. Koordinasi yang baik, intervensi pasar yang tepat, dan komunikasi kebijakan yang transparan menjadi kunci agar kedua kebijakan tersebut tidak saling bertentangan. Dengan strategi ini, diharapkan Indonesia dapat menciptakan lingkungan ekonomi yang stabil dan mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan, sehingga nilai tukar rupiah bisa mengalami perbaikan di tahun 2025 meskipun menghadapi tantangan dari ketidakpastian global.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI