Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Roman Jendela

18 Juli 2023   11:17 Diperbarui: 18 Juli 2023   11:21 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri Eko Irawan untuk Roman Jendela, foto 17 juli 2023 di area museum Reenactor Ngalam foto diolah dengan snapsheed dan lumii

Roman Jendela
Ditulis oleh : Eko Irawan

Hanya hiasan. Itu pernyataanmu. Kulihat engkau hanya bingkai jendela bekas. Yang nangkring ditembok bata. Dulu pernah sejajar. Tapi sekarang salah satunya miring.

Terik mentari menyapamu. Dingin malam memelukmu. Dari jauh Engkau seperti jendela nyata. Pelahan kayumu mulai lapuk. Catmu mulai usang. Dan kacamu mulai buram.

Dari bongkaran yang di buang. Jika tak ditolong, jendela ini sudah jadi sampah. Terbuang. Tak berguna lagi. Andai mampu bicara, dia akan berterima kasih.

Siapa bilang sepasang jendela ini tak punya kisah. Adalah kayu. Pernah jadi pohon rindang. Yang menaungi mereka yang berteduh. Hutan kecil itu dulu tempat pohon berkumpul. Bisa bercanda. Menampung burung burung liar.


Tugas pohon tentu menjaga sumber mata air. Kampung dilereng bukit itu dijaga agar tak banjir. Membantu udara agar tetap bersahabat. Gerumbulan hutan itu juga menarik untuk wisata. Merekam mereka yang kasmaran. Muda mudi yang jatuh cinta. Berjanji untuk esok yang bahagia bersama.

Pohon bukan benda mati. Itu tumbuhan. Tumbuh dari biji. Yang ditanam semesta. Untuk keseimbangan ekosistem bumi. Tanpa ditebang, hutan kecil ini terus menyumbang manfaat. Berbagi peran sebagai makhluk penghuni semesta.

Terima kasih pohon terucap pada petugas kehutanan. Yang menjaga agar pohon pohon ini tetap tumbuh alami. Tetap berfungsi. Tetap berperan. Sekali waktu ada warga desa bermohon ijin pada petugas. Yang butuh kayu kayu, entah kayu bakar atau membangun mushola atau rumah bagi mereka yang tak mampu. Pohonpun ditebang pilih sesuai saran petugas yang diberi wewenang dan tanggung jawab.

Namun entah suatu hari. Pembalakan liar itu terjadi. Fungsi hutan memang untuk kesejahteraan rakyat. Tapi bukan hutannya yang digunduli secara ngawur dan dicuri disaat sang petugas tengah tidak sedang bertugas. Hanya demi keuntungan sepihak, kelestarian lingkungan jadi taruhan. Tak lama desa dibawah hutan itu, jadi langganan banjir. Bencana datang menambah permasalahan yang semakin pelik. Siapa yang salah?

Malam itu pohon pohon ini dikirim ke kota, ke sebuah gudang tersembunyi untuk dipotong dan dijadikan balok kayu berbagai ukuran yang siap guna untuk kepentingan pembangunan. Dikirimlah ketoko bangunan dan akhirnya dijadikan pigura untuk jendela oleh sang tukang kayu yang mengolahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun