Ryu menimpali, "Yumi untukku. Mika untukmu, Hiroshi."
Aku ingin tertawa. Jadi semua ini bukan tentangku, melainkan tentang mereka, tentang perebutan kekuasaan dan perempuan.
Yumi berlari masuk ke dalam kelas, wajahnya pucat. "Hiroshi!" jeritnya menatap Minato yang sudah terluka parah. Tapi Hiroshi segera menutup mulutnya, menenangkan dengan kata-kata manis yang palsu.
"Tenanglah Yumi. Semua akan baik-baik saja. Jangan khawatir. Ayo kita keluar sekarang!" Bujuknya membawa Yumi yang masih panik.
Saat semua orang keluar, tiga orang tersisa bersama Minato. Mereka merapikan pakaian, menyingkirkan bukti, membuat Minato seolah-olah seperti bunuh diri, lalu saling berpandangan tegang.
"Bagaimana kalau ketahuan?" bisik Sota dengan wajah pucat.
"Takkan ada yang tahu. CCTV juga tidak ada. Kejadian hari ini hanya kita yang tahu," jawab Ryu dingin.
Lalu mereka pergi. Meninggalkan Minato tergeletak, antara sadar dan tidak, di ruang kelas yang kini terasa seperti ruang eksekusi. Selebihnya hanya gelap. Minato tak tahu apakah masih hidup saat itu, atau sudah tiada. Lebih jelasnya ia merasakan seperti terawang-awang di udara dingin. Kini, semua kenangan itu menghantam Yumi kembali. Membuatnya tak mampu berdiri dari kursi kosong tempat ia meratapi kepergian Minato.
Written by Ira Uly Wijaya
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI