Mohon tunggu...
Nina BSA
Nina BSA Mohon Tunggu... Akuntan - Equal Means Equal

ali_nadirah@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan 1999

22 Oktober 2017   19:32 Diperbarui: 24 Oktober 2017   23:53 1512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disuatu malam yang dingin dan gelap yang hanya diterangi beberapa lampu. Sepi yang menemani ketiga orang di bangku stasiun kereta api malam itu. Dua orang anak gadis kembar tak identik, berusia tujuh tahun yang sedang terlelap tidur di sandaran seorang pria berusia sekitar tiga puluh tahun. Kedua anak gadis kecil itu mendekap diri masing-masing karena angin malam yang begitu dingin. Pria itu duduk dengan tenang sambil menoleh ke kanan dan kiri setiap beberapa menit sekali.

Seorang wanita berusia sama dengannya datang dengan menggunakan kacamata hitam, sweater tebal dan syal yang dikalungkan di lehernya. Mereka berbincang singkat. Kemudian wanita tersebut menggendong salah satu gadis kecil yang sedari tadi tidur. Pria yang menjadi sandaran tidur gadis kecil itu pun berdiri dan menggendong gadis kecil lainnya. Mereka berdua mulai melangkahkan kaki dan berjalan berlawanan arah. Nadia, terbangun dalam gendongan pria itu. Ia membuka matanya pelan dan melihat saudarinya yang digendong seseorang yang tak ia kenal. Nadia memegang bahu si pria dan mencoba melihat dengan seksama apa yang dilihatnya.

"Nabilah..." kata Nadia pelan.

Nadia mencoba melihat wajah si pria. Nadia ketakutan dan langsung menundukkan kepalanya. Menenggelamkan wajahnya ke bahu si pria yang tak dikenalinya. Nadia mencoba mengintip lagi, mencoba untuk melihat saudarinya. Namun saudarinya sudah tak terlihat. Nadia tidak tahu kemana saudarinya menghilang. Ia ingin bertanya, tapi perasaannya takut luar biasa terhadap orang yang sedang menggendongnya. Perlahan bulir-bulir air keluar dari matanya. Jas pria itu basah karena air mata Nadia kini semakin deras. Isakan tangis kecil Nadia mulai terdengar. Nadia tidak bisa berbuat apa-apa. Nadia terlalu takut untuk berbicara. Ia hanya bisa terus ikut dengan si pria, tanpa tahu kemana ia akan dibawa.

18 Tahun Kemudian

Kertas-kertas itu menggunung dalam ruang kerja Nadia. Ia terus mencari ide untuk desain gaun terbaik buatannya, tapi Nadia merasa kehabisan ide.

BUG! Nadia dengan sengaja menjedotkan kepalanya di atas meja.

Tiba-tiba seseorang datang ke ruang kerjanya. "Nadia, ada Rio di ruang tamu. Mau ketemu kamu."

"Ya pah.. bentar lagi.." jawab Nadia malas. Nadia bangun dari duduknya dan berjalan menuju ruang tamu.

Di sana sudah menunggu seorang pria muda berusia dua puluh lima, sama dengan usia Nadia. Pria itu adalah Rio, tetangga sekaligus sahabat Nadia sedari kecil.

"Hai Nad!." sapa Rio.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun