Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gembel di Depan Rumah

5 Maret 2021   11:23 Diperbarui: 5 Maret 2021   11:24 1143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gembel depan rumah - Photo by Ibrahim Rifath on Unsplash

"Ya iyalah. Sama siapa lagi. Namanya sekretaris."

"Awas ya! Kalau sampai saya tahu kau selingkuh, rasakan akibatnya nanti!"

Ketika paman sudah tidak kuat menghadapi omelan bibi, paman akan ke teras dan memandangi gembel yang tertawa itu. Paman akan ikutan tertawa, seolah-olah hanya itu satu-satunya hiburan di rumah ini.

Simpati saya lama kelamaan beralih dari bibi ke paman. Betapa hebatnya paman, bisa bertahan hidup bersama bibi yang mata duitan dan posesif itu. Raut muka paman tidak pernah bahagia setiap masuk rumah. Selalu saja bibi menyemprotnya dengan tuduhan tidak berdasar.

Tidak bisa saya bayangkan apa enaknya hidup dengan perempuan semacam itu. Kalau saya, mungkin sudah stres seperti gembel itu.

"Paman mengapa tidak menceraikan bibi?" saya melanjutkan pertanyaan. Paman masih memandang gembel itu. Gembel itu membalas dengan senyuman.

"Kalau bisa, dari dulu, Rendi."

"Terus, apa masalahnya?"

"Paman hanya menjaga nama baik keluarga besar Paman. Betapa malunya orang tua paman nanti kalau tahu anak satu-satunya yang sudah menjadi direktur utama ini bercerai."

Saya terdiam sejenak. Saya pikir, masih ada ya orang mau menderita, mengalah tanpa bahagia, demi nama baik keluarga. Ah, kalau-kalau masih ada kursi di surga, saya rasa paman berhak menempatinya.

"Lantas, mengapa paman tidak melawan bibi? Bagi saya, paman seperti direndahkan!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun