Mohon tunggu...
La Iwang (Semesta Wadagiang)
La Iwang (Semesta Wadagiang) Mohon Tunggu... Editor - Apa jadinya andai fikiran orang-orang dulu itu tak di bukukan?

Aku hanya belajar untuk bisa terus belajar. Belajar dari mereka, belajar dari kalian semua........

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Filosofi Cinta Sang Aktivis

1 Maret 2017   20:10 Diperbarui: 19 Mei 2020   00:59 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam minggu malam panjang kata orang. Benar, aku pun tengah menikmatinya bersama dua orang sahabatku. Mereka adalah sahabat kentalku semasa kuliah dulu dan kini telah menjadi sepasang suami istri dengan seorang putri semata wayangnya. Setelah beberapa tahun tak bersua, sengaja kami melakukan piknik bersama sekaligus semacam reuni kecil kami bertiga. 

Aku dan Raihan, nama sahabatku itu, lalu diskusi banyak hal. Tema obrolan kami tidak lagi berputar pada soal-soal politik atau ketimpangan di negeri ini, sebagaimana kebiasaan kami dulu. Diskusi kami lebih pada soal-soal keagamaan, spiritual, termasuk kehidupan pribadi kami masing-masing. Hampir tak ada hal yang kami tutupi. Kali ini memang sengaja aku mengunjunginya tidak hanya sekedar melepas kangen tetapi juga beberapa hal yang ingin ku share dengannya.

“Jadi menurutmu memang tak ada lagi peluang untuk melanjutkan usaha pertambangan yang kamu rintis di Kolaka itu?” Demikian sebuah pertanyaannya yang lalu membawa kami kepada diskusi yang cukup serius. Oh ya, Kolaka adalah sebuah kabupaten di Sulawesi Tenggara yang dikenal dengan potensi perkebunan kakao dan pertambangan nikelnya. Kurang lebih sepuluh tahun ini aku bersama istri dan anak-anakku berdomisili disana.

“Nampaknya berat, Han. Undang-undang minerba yang baru tidak memungkinkan lagi melakukan eksport bahan mentah. Modalku juga benar-benar bablas setelah eksplorasi lahan dan produksi tahun lalu.” Demikian ku jawab pertanyaan sahabatku itu.

“Benar apa yang aku peringatkan sebelumnya, kan? Dengan modal yang terbatas begitu, kamu memang terlalu spekulatif . Kecenderungan berubah-ubahnya undang-undang di negeri ini adalah salah satu faktor kuat kenapa banyak perusahaan yang gulung tikar. Tetapi sudahlah, kembalikan ke atas. Setiap masalah pasti ada hikmahnya. Hidup harus tetap berjalan seberat apapun masalah itu. Bersiaplah bangkit kembali, insya Allah di Jakarta ini ada beberapa peluang yang bisa kamu coba, asal saja kamu siap merangkak lagi dari nol”. Tak henti sahabatku itu memberi motivasi dan saran-saran. Selanjutnya mengalirlah petuah-petuahnya yang memang paling aku suka sejak dulu. Sahabatku ini memang sekaligus guru kearifanku sejak di bangku kuliah. Kecerdasan emosional-spiritualnya sangat oke menurutku. Dia pun salah satu pengusaha sukses yang masih bisa bertahan dengan idealisme keaktivisannya sampai hari ini.

“Han, selain masalah bisnis tadi, satu hal juga ingin kudiskusikan padamu bro, serius, mungkin kamu akan tertawa, tetapi inilah nyatanya. Aku benar-benar mengalaminya sendiri.”

“Hahaha…pasti tidak jauh dari soal perempuan. Kamu jatuh cinta lagi, kan? Menarik itu bro” Si Han benar-benar menertawaiku. Dia faham betul bagaimana kalau aku jatuh cinta. Rumit dan selalu penuh resiko.

“Tapi dia perempuan bersuami, Han”

“Gila kamu!! Tapi itu tantangan”

“Boleh maksudmu??”

“Kenapa tidak?? Tapi sebaiknya hentikan!!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun