Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Revisi Perda AIDS Daerah Istimewa Yogyakarta Bekerja di Hilir

31 Oktober 2022   16:18 Diperbarui: 31 Oktober 2022   16:25 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: medicalfacts.it)

Penanggulangan HIV/AIDS di sektor akses layanan adalah langkah di hilir pada epidemi HIV/AIDS yang tidak menghentikan insiden infeksi HIV baru di hulu

Target revisi raperda tersebut, jelas Huda (Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana-pen.), untuk makin meningkatkan akses layanan penanganan HIV/AIDS. Ini ada dalam berita "Raperda Penanggulangan HIV/AIDS Digodok DPRD DIY, Sudah Ada 6.214 Kasus HIV" di jogjapolitan.harianjogja.com (26/10-2022).

Akses layanan, seperti tes HIV, pemberian obat antiretroviral, mencegah penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya dan dukungan adalah langkah di hilir dalam epidemi HIV/AIDS.

Itu artinya Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membiarkan warganya tertular HIV/AIDS (di hulu). Seberapa canggihpun akses layanan di hilir tidak akan menurunkan insiden infeksi HIV di hulu.

Baca juga: Menunggu Pasal yang Bisa Tutup Pintu Masuk HIV/AIDS di Perda AIDS Yogyakarta yang Baru

Insiden infeksi HIV baru bisa terjadi setiap saat, terutama pada laki-laki dewasa, melalui perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS, yaitu:

(1). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(2). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(3). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(4). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(5). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung, cewek prostitusi online, yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, 

(6). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan waria yang tidak diketahui status HIV-nya. Sebuah studi di Kota Surabaya tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria kebanyak laki-laki beristri. Mereka jadi 'perempuan' ketika seks denga waria (ditempong), sedangkan waria jadi 'laki-laki' (menempong),

(7). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan waria heteroseksual yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi waria tidak memakai kondom,

(8). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom,

(9). Laki-laki dewasa homoseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi yang menganal tidak memakai kondom, 

(10). Laki-laki dewasa biseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal, seks vaginal dan seks oral) dengan laki-laki atau perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi tidak memakai kondom. 

Nah, kalau Pemerintah DIY ingin menanggulangi HIV/AIDS adalah membuat regulasi, dalam hal ini peraturan daerah (Perda), yang bisa mencegah warga melakukan perilaku-perilaku seksual berisiko di atas.

Selama Perda AIDS hanya bekerja di hilir, maka pertambahan kasus baru HIV/AIDS akan terus terjadi. Warga yang tertular HIV/AIDS dan tidak terdeteksi melalui tes HIV yang sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Untuk menanggulangi HIV/AIDS di DIY selain program di hulu juga perlu program untuk mencari warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi.

Selama ini salah satu cara yang dilakukan beberapa daerah adalah mewajibkan perempuan hamil menjalani tes HIV. Celakanya, suami perempuan hamil tidak menjalani tes HIV sehingga mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat.

Di judul berita disebutkan kasus HIV di DIY sebanyak 6.214. Dalam laporan siha.kemkes.go.id (18/3-2022) jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di DIY mencapai 8.861 yang terdiri atas 7.211 HIV dan 1.650 AIDS.

Ide pembuatan Perda AIDS di Indonesia adalah program 'wajib kondom 100 persen' di Thailand, tapi program tidak diadopsi dengan akurat yaitu soal penegakan hukumnya.

Baca juga: Perda AIDS di Indonesia: Mengekor ke Ekor Program Penanggulangan AIDS Thailand

Di Thailand tempat-tempat pelacuran diberikan izin usaha. Secara rutin dilakukan survailans tes IMS (infeksi menular seksual, seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis dan lain-lain). Jika ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS, pengusaha diberikan peringatan mulai dari teguran sampai pencabutan izin usaha. Maka, germo akan memaksa semua laki-laki memakai kondom jika melakukan hubungan seksual dengann PSK di tempat usahanya.

Di Indonesia yang diberikan sanksi justru PSK sampai ada dihukum penjara. Ini tidak menyelesaikan masalah karena germo akan memaksa PSK melayani laki-laki yang tidak mau memakai kondom jika melakukan hubungan seksual.

Terkait dengan warga yang tidak memikirkan risiko tertular HIV/AIDS terjadi karena materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama. Akibatnya, KIE hanya merupakan mitos (anggapan yang salah) tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS.

Misalnya, mengait-ngaitkan pergaulan bebas, seks bebas, zina, melacur dan lain-lain dengan penularan HIV/AIDS.

Padahal, penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (pergaulan bebas, seks bebas, zina, melacur dan lain-lain), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom (lihat matriks sifat dan kondisi hubungan seksual terkait risiko tertular HIV/AIDS).

Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia)
Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia)

Selama KIE tentang HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama, maka selama itu pula masyarakat tidak memperoleh informasi yang akurat tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS.

Akibatnya, kasus baru terus terjadi yang selanjutnya warga yang baru tertular HIV/AIDS dan tidak terdeteksi menyebarkan HIV/AIDS di masyarakat tanpa mereka sadari. Hal ini terjadi karena tidak ada tanda-tanda, ciri-ciri dan gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan sebelum masa AIDS (secara statistik antara 5-10 tahun setelah tertular HIV/AIDS).

Penyebaran HIV/AIDS itu bagaikan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS.' *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun