Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Fantastis, Provinsi Papua Nol Infeksi HIV Baru Tahun 2023

25 Mei 2022   20:15 Diperbarui: 25 Mei 2022   20:18 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: eastmojo.com)

Fenomena Gunung Es pada epidemic HIV/AIDS (Foto: Dok/Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Fenomena Gunung Es pada epidemic HIV/AIDS (Foto: Dok/Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Itu artinya kasus-kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Maka, ada dua hal yang harus dilakukan untuk menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, insiden infeksi HIV baru, yaitu:

(a) mendeteksi kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat, dan

(b) mencegah insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dan perempuan dewasa melalui hubungan seksual, yaitu:

  • Laki-laki dan perempuan dewasa melakukan hubungan seksual di dalam nikah dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi suami tidak pakai kondom, karena bisa saja salah satu dari pasangan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;
  • Laki-laki dan perempuan dewasa melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, karena bisa saja salah satu dari pasangan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;
  • Laki-laki dewasa melakukan hubungan seksual, di dalam atau di luar nikah, dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK), dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, karena bisa saja PSK tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;
  • Laki-laki dewasa melakukan hubungan seksual dengan waria dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, karena bisa saja waria tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;
  • Perempuan dewasa melakukan hubungan seksual gigolo dengan kondisi gigolo tidak pakai kondom, karena bisa saja gigolo tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS.

Nah, apa KPA Papua mempunyai program yang konkret untuk mencegah infeksi HIV baru, yang juga merupakan pintu masuk HIV/AIDS, melalui perilaku-perilaku seksual berisiko di atas?

Tidak hanya di Papua di semua daerah di Indonesia tidak ada program yang konkret untuk menutup pintu masuk HIV/AIDS di atas.

Sekarang sudah ada sekitar 160-an peraturan daerah (Perda) pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS, tapi semua hanya berisi pasal-pasal normatif yang sama sekali tidak menyentuh akar persoalan HIV/AIDS. Sayangnya, Perda-perda AIDS itu hanya mengekor ke ekor program penanggulangan HIV/AIDS di Thailand.

Baca juga: Perda AIDS di Indonesia: Mengekor ke Ekor Program Penanggulangan AIDS Thailand

Di Papua sendiri Perda AIDS sudah ada di: Provinsi Papua, Kabupaten: Nabire, Merauke, Jayapura, Puncak Jaya, Biak Numfor, Mimika, serta Kota: Jayapura.

Baca juga: Eufemisme dalam Perda AIDS Prov Papua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun