Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

AIDS di Kabupaten Cirebon: Yang Miris Bukan HIV/AIDS pada Gay, Tapi pada Ibu Rumah Tangga

4 November 2020   10:01 Diperbarui: 4 November 2020   10:05 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: nichd.nih.gov)

Miris, Kasus HIV/AIDS Kabupaten Cirebon Dominasi Kaum Gay. Ini judul berita di dara.co.id, 2/11-2020. Justu judul berita ini memang miris karena tidak menggambarkan realitas sosial tentang epidemic HIV/AIDS di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Dilaporkan jumlah kasus HIV/AIDS tahun lalu tedeteksi 297 kasus, sedangkan tahun ini sampai Oktober 2020 terdeteksi 210 kasus. Yang perlu diingat adalah kasus yang terdeteksi tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemic HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Jumlah kasus yang dilaporkan digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (lihat gambar).

Fenomena gunung es pada epidemi HIV/AIDS (Dok/Syaiful W. Haraha).
Fenomena gunung es pada epidemi HIV/AIDS (Dok/Syaiful W. Haraha).

Dalam berita disebutkan: Nanang [Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Nanang Ruhyana-pen.] mengaku miris karena penyebaran HIV/AIDS di Kabupaten Cirebon, 60 persen nya masih didominasi kaum Gay.

Yang jadi persoalan besar pada epidemi HIV/AIDS adalah jika ada ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS karena itu menggambarkan ada dua yang positif yaitu suaminya dan si istri. Lalu ada pula risiko penularan secara vertical dari ibu ke bayi yang dikandungnya terutama pada saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Yang bikin miris seorang suami, dalam hal ini heteroseksual dan bisa juga ada yang biseksual, jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan sekual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Penularan terjadi tanpa disadari karena tidak ada tanda-tanda atau ciri-ciri serta gejala-gejala yang khas HIV/AIDS pada orang-orang yang tertular HIV antara 5-15 tahun sejak tertular HIV.

Sebaliknya, HIV/AIDS pada gay adalah pada posisi terminal terakhir karena hanya ada di komunitas mereka. Penyebaran bisa terjadi hanya melalui laki-laki biseksual (secara seksual tertarik dengan perempuan dan laki-laki) yang punya pasangan gay.

Disebutkan pula: Nanang mengaku miris, karena penyebaran HIV/AIDS di Kabupaten Cirebon, 60 persen nya masih didominasi kaum Gay. Justru ini tidak miris karena tadi HIV/AIDS di kalangan gay ada di terminal terakhir karena gay tidak punya istri.

Persoalan besar pada epidemic HIV/AIDS adalah insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK). Di wilayah Kabupaten dan Kota Cirebon seks dengan PSK diplesetkan jadi 'esek-esek' sebagai eufemisme untuk menghaluskan istilah pelacuran, zina, dll.

PSK sendiri dikenal ada dua tipe, yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.

(2), PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, PSK online, dll.

Secara empiris yang bisa diintervensi hanya pada PSK langsung yaitu memaksa laki-laki selalu memakai kondom, tapi praktek PSK harus dilokalisir. Celakanya, sejak reformasi ada gerakan massal berbalut moral menutup semua lokalisasi pelacuran.

Sedangkan PSK tidak langsung tidak bisa diintervensi karena transaksi seks terjadi melalui media social sembarang waktu dan sembarang tempat.

Pemkab Cirebon boleh-boleh saja membusungkan dada dengan mengatakan: Di Kabupaten Cirebon tidak ada pelacuran!

Secara de jure benar, tapi secara de facto apakah Pemkab Cirebon bisa mengabaikan transaksi seks yang melibatkan PSK tidak langsung? Tidak Bisa!

Itu artinya insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi pada laki-laki dewasa yang selanjutnya menyebarkan ke masyarakat melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, terutama ke istri yang selanjutnya ada pula risiko penularan ke bayi yang dikandung istrinya.

Jika Pemkab Cirebon tidak melakukan intervensi penanggulangan di hulu yaitu pada transaksi seks dengan PSK, maka penyebaran HIV/AIDS yang terjadi merupakan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun