Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pedofilia Beraksi di Sumedang dan Sampang

22 Maret 2019   08:00 Diperbarui: 22 Maret 2019   08:35 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: opindia.com)

Akhir-akhir ini banyak orang yang buka mulut dan angkat bicara menentang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, tapi semua hanya karena sentimen yang didasari prasangka dan pemahaman yang tidak akurat. 

Bahkan, ada agamawan yang menyebarkan informasi yang sama sekali tidak ada dalam RUU tsb. dengan memfitnah pemerintah. Agamawan itu merasa sudah lepas dari kesalahan dengan meminta maaf, tanpa memikirkan dampak buruk fitnah yang disebarkannya.

Dalam RRU itu banyak persoalan terkait kejahatan seksual yang tidak diatur, seperti 'marital rape'. Seorang suami di Cilegon, Banten, membunuh istri dan anaknya berumur 40 hari hanya karena si istri menolak hubungan seksual pada masa nifas (inews.id, 4/3-2019). Ini yang disebut perkosaan dalam pernikahan tapi luput dari perhatian pakar-pakar, tokoh-tokoh dan aktivis yang merancang RUU itu.

Ada kelompok guru besar dari sebuah perguruan tinggi negeri yang juga mati-matian berjuang melalui Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mempidanakan hubungan seksual sejenis. Tapi, guru-guru besar itu lupa bahwa banyak istri yang tersiksa karena dipaksa suami menghisap penis (seks oral) bahkan dalam posisi "69" serta seks anal.

[Baca juga: Kekerasan Seksual terhadap Perempuan Minus "Marital Rape"]

Kejahatan seksual lain yang luput dari RUU itu adalah pedofilia yaitu perilaku seksual laki-laki dewasa yang menyalurkan dorongan seksual tanpa kekerasan dengan anak-anak, laki-laki dan perempuan, umur 7 -- 12 tahun. Di Indonesia kasus pedofilia yang ditangani polisi juga sudah puluhan.

Pekan ini Polres Sumedang, Jabar, menerima laporan dari orang tua 3 perempuan belia berumur 8 (dua) dan 9 tahun yang jadi korban kejahatan seksual yang dilakukan seorang laki-laki, AW, berumur 70 tahun. Kejadian di salah satu desa di Kecamatan Cisitu. Dilaporkan oleh jabar.tribunnews.com (18/3-2019) AW mengiming-imingi ketiga gadis cilik dengan uang jajan Rp 2.000 dan Rp 3.000.

Tidak hanya sebatas kejahatan seksual, AW juga mengajari tiga gadis bau kencur itu merokok. Dan inilah awal mula kejahatan seksual AW terbongkar. Guru di sekolah anak-anak itu mengorek informasi mengapa mereka merokok. Anak-anak itu menceritakan apa yang mereka alami. Keluarga anak-anak itu tidak terima sehingga mereka melaporkan AW ke polisi.

Sedangkan di Sampang, Madura, Jatim, Polres Sampang menangani seorang laki-laki, SD, 54 tahun, warga Kecamatan Karang Penang, yang melakukan kejahatan terhadap tiga murid SD. Dalam berita yang dilansir antaranews.co (18/3-2019) tidak disebutkan jenis kelamin ketiga murid SD yang jadi korban kejahatan seksual SD.

Berdasarkan hasil visum et repertum polisi menangkap SD dan ditahan. Sedangkan kasus di Sumedang disebutkan pada tahap penyidikan sehingga pelaku belum ditangkap.

Dua kejadian di atas merupakan perbuatan pedofilia. Dua pelaku itu tidak melakukan kejahatan seksual dengan kekerasan, tapi dengan bujuk rayu dan iming-iming uang jajan. Inilah beda antara sodomi dengan pedofilia. Sodomi adalah kekerasan seksual yang bisa dilakukan oleh laki-laki heteroseksual dan homoseksual dengan laki-laki dan perempuan semua usia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun