Bagaimana pendekatan hermeneutik Dilthey digunakan untuk menafsirkan makna di balik laporan keuangan?
Pendekatan hermeneutik Wilhelm Dilthey memberikan cara pandang baru yang lebih manusiawi dalam memahami laporan keuangan. Dalam pandangan Dilthey, ilmu sosial seperti akuntansi tidak bisa hanya dipahami dengan pendekatan objektif sebagaimana ilmu alam, tetapi harus dimengerti melalui proses pemahaman (Verstehen) terhadap makna, nilai, dan pengalaman hidup (Erlebnis) yang diekspresikan manusia dalam bentuk simbol, tindakan, maupun bahasa (Ausdruck). Laporan keuangan, dengan demikian, bukanlah sekadar dokumen teknis yang berisi angka-angka dan data ekonomi, melainkan suatu teks kehidupan sosial yang mencerminkan ekspresi moral, historis, dan spiritual dari individu serta organisasi yang menyusunnya.
Dilthey menekankan bahwa setiap fenomena sosial selalu berakar pada konteks historis dan pengalaman manusia. Dalam akuntansi, hal ini berarti bahwa setiap angka dalam laporan keuangan memiliki latar belakang sosial dan keputusan manusia yang sarat nilai. Misalnya, pilihan metode akuntansi tertentu seperti konservatisme, pengakuan pendapatan, atau kebijakan depresiasi tidak muncul secara netral, melainkan dipengaruhi oleh pertimbangan moral, budaya, tekanan ekonomi, maupun ekspektasi masyarakat. Dengan demikian, memahami laporan keuangan memerlukan kepekaan interpretatif untuk menyingkap nilai-nilai kemanusiaan dan pengalaman batin yang melandasi angka-angka tersebut.
Pendekatan hermeneutik Dilthey juga menuntut adanya dialog aktif antara penafsir dan teks laporan keuangan. Dalam proses ini, penafsir (baik peneliti, auditor, maupun pembaca) tidak hanya menjadi pengamat pasif, tetapi ikut berperan sebagai subjek yang membawa pra-pemahaman, keyakinan, dan nilai tertentu. Pemahaman tidak terjadi secara instan, tetapi melalui lingkaran hermeneutik, yaitu proses bolak-balik antara bagian dan keseluruhan teks. Misalnya, analisis terhadap satu pos keuangan seperti “laba” tidak bisa dilepaskan dari pemahaman terhadap narasi manajemen, konteks industri, kondisi ekonomi makro, maupun sejarah kebijakan perusahaan. Begitu pula sebaliknya, pemahaman terhadap keseluruhan laporan akan semakin tajam jika kita menelaah bagian-bagian yang spesifik dan penuh makna.
Dalam konteks ini, hermeneutik Dilthey mengajak pembaca laporan keuangan untuk melihat angka sebagai ekspresi kehidupan manusia, bukan sekadar data kuantitatif. Angka laba, misalnya, tidak hanya menunjukkan keberhasilan finansial, tetapi juga mencerminkan nilai moral seperti kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan distributif. Laporan keuangan menjadi semacam “narasi eksistensial” yang menggambarkan bagaimana organisasi menjalani kehidupannya, menghadapi tantangan, dan membangun relasi sosial dengan pemangku kepentingan. Pendekatan ini juga membuka ruang untuk menafsirkan bagaimana nilai spiritual dan etika profesi akuntansi terwujud dalam tindakan nyata seperti transparansi, akuntabilitas, dan integritas pelaporan.
Selain itu, Dilthey menegaskan bahwa pemahaman sejati hanya bisa dicapai melalui empati (Einfühlung) terhadap pengalaman batin pihak yang diekspresikan dalam teks. Dalam konteks laporan keuangan, hal ini berarti pembaca harus berusaha memahami realitas organisasi dari dalam menghidupkan kembali pengalaman, tekanan, dan tanggung jawab moral yang dirasakan oleh para penyusun laporan. Dengan cara ini, pemahaman terhadap laporan keuangan menjadi lebih kaya, karena tidak berhenti pada “apa” yang dilaporkan, tetapi menelusuri “mengapa” dan “bagaimana” keputusan tersebut dibuat.
Dengan demikian, pendekatan hermeneutik Dilthey memperluas fungsi akuntansi dari sekadar alat pengukuran ekonomi menjadi sarana refleksi sosial dan moral. Laporan keuangan bukan hanya dokumen administratif, melainkan cermin yang memperlihatkan bagaimana manusia mengekspresikan tanggung jawab, nilai, dan spiritualitasnya dalam ranah ekonomi. Melalui pemahaman hermeneutik, kita belajar bahwa setiap angka adalah hasil dialog antara fakta ekonomi dan makna kemanusiaan. Oleh karena itu, menafsirkan laporan keuangan secara hermeneutik berarti berupaya memahami kehidupan manusia yang tercermin di dalamnya kehidupan yang dinamis, penuh nilai, dan terus berinteraksi dengan sejarah serta masyarakatnya.