"Menyembah Bendoro Cuan"
Refleksi Seniman dan Aktivis Demokrasi Isti Nugroho
Buku kumpulan tulisan "Menyembah Bendoro Cuan" karya Isti Nugroho, telah terbit. Buku itu menjadi penanda konsistensi perjuangan Isti sebagai aktivis demokrasi dan seniman. Dalam rentang 41 tahun, Isti telah mendedikasikan dirinya untuk memperkuat demokrasi di Indonesia. Sedang di dalam berkesenian (sastra dan teater) ia telah berproses selama 45 tahun. Isti jatuh bangun. Ia pernah dipenjara rezim Orde Baru selama delapan tahun, atas tuduhan subversif. Buku ini juga menandai 65 tahun usia Isti Nugroho.
Tujuh belas tulisan Isti yang dimuat dalam buku ini, berisi refleksi politik, seni dan budaya. Antara lain, soal kultur menyembah uang dalam politik Indonesia dan merebaknya pengkhianatan intelektual.
Selain itu juga problem kemiskinan, konsistensi pejuang. Tak lupa soal revolusi, sastra/teater terlibat, negara teror, surat politik untuk tokoh PSI Soebadio Sastrosatomo dan lainnya. Juga dimuat puisi esai, naskah drama dan cerpen politik. Kebetulan saya diminta menjadi kurator untuk buku yang diterbitkan Yayasan Guntur 45 Jakarta ini. Fungsi kurator selain menyeleksi tulisan juga menjadi teman dialog penulis dalam olah gagasan. Namun keputusan sepenuhnya tetap ada di tangan penulisnya.
Dari Denny JA sampai Rocky Gerung
Di dalam pengantar, budayawan, penyair dan peneliti Denny JA mengatakan, buku Menyembah Bendoro Cuan ajakan untuk menolak tunduk pada logika pasar yang serba menghitung. Lalu kita kembali menegakkan nilai-nilai yang tak bisa dibeli: keadilan, martabat, solidaritas, dan cinta tanah air.
Jika kita membiarkan uang menjadi tuhan, maka demokrasi hanyalah topeng, politik hanyalah bisnis, dan rakyat hanyalah jongos.
Tetapi jika kita berani menolak, menegakkan batas moral, maka api kecil akan tetap menyala di tengah kegelapan. Api itu bernama idealisme. Itu nyala yang tak pernah boleh padam dalam sejarah bangsa ini.
Adapun filsuf dan pengamat politik Rocky Gerung mengatakan, Isti sangat paham ekosistem politik negeri ini. Bahkan melampaui analisis akademis, ia menelusuri rasa batin rakyat: negeri yang dikepung kerakusan dan kepongahan. Buku ini adalah endapan pikiran dan kemarahannya.