Mohon tunggu...
Indra Safitri
Indra Safitri Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi

Praktisi Hukum, Arbiter, Pengajar dan Praktisi GCG

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengadu Nasib bersama Robot

22 Agustus 2020   11:39 Diperbarui: 22 Agustus 2020   11:32 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya paling sebel melihat acara di tv yg menawarkan investasi keuangan dengan mengadang-gadang robot sebagai pengambil keputusan. Masalahnya si penjual produk menjual berapi-api bicaranya-sorot mata yang seolah-olah yakin barang yg dijualnya bisa bikin kaya, tanpa pernah bicara risikonya. Bukan teknologinya yg kita takutkan tapi tanggung jawab dan insting kerakusan plus harapan semu bisa segera kaya dengan cepat. 

Mimpi ini yg sering jadi virus membuat nasabah, investor, ibu dan istri kita terjerembab pada masalah investasi. Katanya sudah ada korban di Surabaya yg mengaku tertarik berinvestasi karena dibantu robot, namun belakangan bukan untung yg didapat tapi buntung.

Era digital tak dapat ditolak, begitu juga dengan makin berkembangnya program komputer yg melahirkan kecerdasan buatan (AI). Isu hukum tentang peran robot dan AI bergerak antara etika dan hukum. Bagaimana suatu kecerdasan buatan dalam mengambil suatu keputusan yang etis dan yang tidak. 

Misalnya kapan si robot harus mengeksekusi suatu tindakan yang dianggap profit? 10%, 20%, etiskah 10% kalau hari itu bisa lebih dari 20% kenapa tidak. Atau sebaliknya kalau rugi, kenapa harus menunggu rugi 20%, ketika hit 10% harusnya bisa disetop, apalagi menguapnya begitu banyak.

Persoalan hukum akan lebih ruwet lagi, soal "responsibility", atas pengambilan keputusan oleh program algoritma tersebut. Kesalahan dan kelalaian siapa bilamana robot menjual mimpi investasi menurut logika mesin yg konon bisa makin pinter karena data yg makin bertambah.Selain soal locus delicti yg boleh jadi operator dan main frame-nya ada di negara antah berantah yg secara hukum sulit terjangkau. 

Kebayangkan.......tipe investor yg bagaimana cocok untuk terjun dalam lingkungan teknologi yang bergerak diluar kendali manusia ini. Apa lagi yg jualan bukan pemilik teknologi yang dapat langsung dimintakan kerugian secara hukum.

Prinsip knowing your customer, prinsip klasik yang penting untuk mengetahui tipe investor yg cocok dengan jenis dan tipe pasar yg akan dimasuki. Tidak mudah untuk menerapkan KYC kalau budaya risiko tidak kuat melekat di suatu perusahaan. 

Butuh governance yg kuat, sering perusahaan pemburu nasabah ini dimiliki individu yg izinnya terkadang cuma buat kursus. Kalau targetnya menjaring nasabah sebanyak mungkin tidak peduli paus atau teri-nenek atau politisi......sikaaaat dulu yg penting komisi menggunung, tunggulah gelembung semu akan meledak dan menghancurkan reputasi.

Celakanya....bercermin dari kontroversi pasar saat ini mulai dari kasus korupsi, gagal bayar, profesi yg tak punya lisensi, koperasi ingkar janji, polis asuransi yg terkunci dan soal robot ini hanya akan tinggal menunggu waktu meledaknya kalau tidak segera ditangani. Salah satu keunggulan produk investasi yang memanfaatkan AI akan ditransaksi masif dan dalam frekuensi yang lebih banyak. 

Perlu pengawasan pasar yg setara dengan karakteristik AI itu sendiri, adakah kemampuan bursa efek atau bursa berjangka komoditi untuk mengantisipasi model transaksi atau investasi dengan AI dengan market inteligent yang mumpuni. Jangan-jangan mereka sedang sibuk mengurusi problem klasik investasi yg bergelombang datang akibat covid ini.

Masalah pengawasan pasar negeri ini sifatnya baru di level "reaktif", menunggu jatuhnya korban atau menunggu laporan. Baru satgas bergerak dan menghentikan kegiatan sambil meminta pejelasan sana dan sini. 

Covid ini benar-benar merubah semua yg ada dalam kehidupan ini, sehingga tidak ada lagi alasan untuk tidak segera menentukan format baru untuk melindungi kepentingan publik. 

Urusan perlindungan dan penegakan hukum harus jadi prioritas. Tetek bengek urusan administratif dan birokrasi potong dan ciptakan efesiensi sehingga daya dukung organisasi punya kekuatan memplototi gejala yg punya potensi merugikan masyarakat.

Kejahatan cyber salah satu jenis kejahatan yg dapat menghancurkan tatanan informasi di pasar modal. Data milik SEC-Otoritas Wall Street pernah di hack dengan memasukan data palsu untuk manipulasi saham. 

Pada tahun 2013 hacker menyerang akun twitter milik Associated Press yg membuat hoax atas Gedung Putih, berita hoax tersebut menyebabkan timbulnya kerugian $ 136 miliar karena karena terjadinya transaksi berdasarkan informasi yg menyesatkan tersebut. Informasi bisa disesatkan bisa pula tersesat karena kelalaian walaupun gejala itu dapat terekonstruksi walaupun belum ada pelanggaran. 

Disesatkan oleh manusia ada unsur kesengajaan dan itu pidana, tapi kalau robot persoalannya menjadi rumit dan sangat tergantung bagaimana hukum pembuktian yg mengatur soal kesalahan tersebut.

Investor sering gampang dirayu kalau ada iming-iming keuntungan yg tidak masuk akal, hampir sebagian masalah dimulai dengan janji untung yg tidak terealisasi plus pokok bermasalah. 

Salah faktor yg mendorong informasi yg menyesatkan mudah ditelan mentah mentah kombinasi antara niat jahat dan teknologi informasi yg dibungkus dengan bungkus bungkus indah medsos, diantaranya influencer "tolol" yg tidak paham produk finansial apa yg mereka endorse. 

Sungguh ironis disaat uang lagi cekak dan krisis ekonomi sedang terjadi kita masih tergagap menyiapkan solusi penegakan hukum yg efektif untuk mengawal penyelesaian terkait dengan market abuse dan moral hazzard yg terpampang didepan mata.

Oleh sebab itu mari kita masuki era ekonomi digital ini tetap dalam kewarasan manusia, sekiranya robot dan sederet fasilitas teknologi kecerdasan buatan yg akan mewarnai prilaku investasi kita maka pastikan semua dapat kita pahami dan dikontrol secara terukur. 

Jangan korbankan harta anda hanya karena mimpi untung besar, pegang erat-erat pihak yg menerima aliran dana anda dan jangan lupa baca setiap dokumen sebelum tanda-tangan. Biasakan cek dan ricek siapa orang atau lembaga keuangan tersebut, biar gampang meminta pertanggung jawaban bila timbul masalah.

Jadilah smart investor !

Indra Safitri

Praktisi Hukum Pasar Modal dan Keuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun