Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Dongeng] Kisah Beringin, Burung Punai, dan Kakek Sobri

28 Juli 2020   09:29 Diperbarui: 28 Juli 2020   10:20 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang Ayah Membacakan Dongeng. Sumber Diadona.id

Di sebuah desa terpencil, hiduplah seorang kakek yang dikenal dengan nama Kakek Sobri. Dirinya hidup sebatang kara sejak istrinya meninggal 10 tahun silam. Hidup seorang diri di rumah gubug yang beratapkan jerami tidak membuatnya kesepian. Kakek memiliki dua sahabat yang menemaninya selama ini, namanya Beringin dan Burung Punai.

Beringin adalah sebuah pohon besar yang tepat tumbuh di samping Gubug Kakek Sobri. Daunnya yang lebat seakan menjadi payung disaat udara panas dan peneduh disaat hujan turun. Beringin dulunya adalah pohon yang Kakek Sobri tanam sejak remaja. Kini Beringin tumbuh semakin besar dan Kakek Sobri justru semakin menua.

Burung Punai adalah sahabat lain Kakek Sobri. Bentuknya mirip Merpati namun memiliki tubuh hijau dengan warna kuning dilehernya. Punai tinggal dengan membangun sarang disalah satu dahan Beringin bersama pasangannya dan 3 ekor anaknya.

Persahabatan antara Kakek Sobri, Beringin dan Punai sangatlah erat. Setiap pagi, Kakek Sobri akan mencabut ilalang yang tumbuh disekitar akar Beringin. Sejak Beringin baru tumbuh, Kakek Sobrilah yang merawat Beringin hingga bisa tumbuh sebesar sekarang. Kakek juga memberi makan Punai dari hasil ladangnya.

Punai selama ini tinggal dan membangun sarang di dahan Beringin dan sebagai balasannya kotoran Punai menjadi pupuk bagi Beringin.

Setiap pagi, Punailah yang akan membangunkan Kakek Sobri dengan suara khasnya. Ketika Kakek sedih karena merindukan istrinya yang telah meninggal, Punai senantiasa bernyanyi untuk menghibur si Kakek.

"Punai, Punai. Turunlah", suara Kakek Sobri terdengar memanggil. Usianya yang sudah tua membuat suaranya terdengar tidak selantang seperti saat masih muda

"Makanlah jagung dan bijian ini', ujar Kakek Sobri sambil melempar biji jagung dan kacang-kacangan ke tanah dekat akar Beringin.

Punai pun terbang turun dan hinggap di akar Beringin. Dimakanlah beberapa biji jagung dan kacang-kacangan yang ditaburkan oleh Kakek Sobri.

"Terima kasih Kakek", kata si Punai dengan senang

"Ambillah yang banyak untuk istri dan 3 anakmu di sarang. Jika masih kurang nanti aku taburkan lagi yang banyak", balas Kakek Sobri tersenyum tipis sambil pergi ke arah dapur

Ternyata kemarin kakek baru saja memanen jagung dan kacang-kacangan di ladang. Kakek bersyukur tinggal di tanah yang subur, terdapat aliran sungai mengalir di samping rumah dan ladangnya. Tanah ladangnya pun cocok ditanam berbagai tanaman yang digunakan untuk makan sehari-hari.

Kakek Sobri datang kembali sambil membawa cangkul. Dengan tubuh rentanya, Kakek mencoba mencangkul tanah disekitar Beringin dan sesekali mencabut ilalang yang tumbuh liar disekitar Beringin.

"Kakek, apakah kamu sedang sakit?" tanya si Beringin

"Sedikit meriang" kata si Kakek lirih

" Mungkin aku terkena demam" ungkap Kakek  lagi

"Beberapa hari ini sering turun hujan, Kakek jangan pergi ke ladang dulu" Sahut si Punai khawatir

"Tidak apa-apa. Jika aku tidak ke Ladang. Nanti siapa yang akan menjaga dan memetik kacang di ladang" balas si Kakek

"Biar aku saja yang menjaga ladangmu" kata si Punai

"Jika hujan turun lagi. Berteduhlah di bawahku. Akan ku pastikan hujan tidak akan membasahi tubuhmu", minta si Beringin

"Terima kasih sahabatku Beringin dan Punai. Tanpa kalian, mungkin aku akan merasa kesepian" jawab kakek sambil memandang ke Beringin dan Punai dengan tatapan yang penuh haru.

Hubungan Kakek, Punai dan Beringin sudah sangat dekat layaknya sahabat. Meskipun kakek adalah seorang manusia, Punai adalah hewan dan Beringin adalah pohon namun mereka saling mendukung dan menjaga satu dengan lainnya.

----------------------------- 0 ------------------------------------------

Sore itu tiba-tiba hujan mengguyur kembali. Kali ini hujan terasa turun lebih deras dibandingkan beberapa hari sebelumnya. Petir menyambar beriringan, menyalakan cahaya terang bersama suara dentuman yang keras di langit. Angin bertiup sangat kuat seolah-olah sedang marah. Rumah gubug Kakek terasa  ikut bergetar karena kerasnya angin yang bertiup.

Suasana begitu mencekam, langit gelap oleh mendung. Semakin gelap karena tidak ada penerangan di rumah gubuk Kakek. Kakek merasa takut dan khawatir karena air sungai kian meninggi.

"Air Bah mendekat. Air Bah mendekat", tiba-tiba suara Punai terdengar sangat keras

Kakek yang semula di dalam rumah kemudian keluar karena mendengar suara si Punai

"Ada apa?" tanya si kakek

"Air banjir sedang mendekat. Aku melihatnya saat tadi terbang disekitar gunung disana" kata si Punai sambil menunjuk gunung yang terletak tidak jauh dari rumah Kakek

"Kakek segeralah menyingkir dari rumahmu. Air bah akan segera merusak rumahmu" kata si Beringin

"Aku harus kemana, tubuhku tidak cukup kuat untuk pergi jauh", ujar si kakek sedih

"Naiklah ke dahanku. Aku akan menjagamu dari terjangan air bah" ujar si Beringin

"Masuklah ke rumah. Ambillah sebagian pakaian dan barang yang bisa dibawa agar tidak ikut terhanyut oleh banjir" tambah si Beringin

"Punai, kamu terbanglah ke arah gunung. Jika air semakin mendekat kesini. Beritahu kami segera." Kata si Beringin sekali lagi

"Baiklah Beringin", balas si Punai sambil terbang menuju arah gunung.

Kakek pun bergegas masuk ke rumah. Diambilnya beberapa helai pakaian dan sedikit makanan. Kakek juga ikut membawa foto kenangan bersama istrinya saat masih muda. Ia tidak ingin foto kenangan itu ikut terbawa oleh banjir.

Tidak lama kemudian dirinya berusaha naik ke atas dahan Beringin. Kakek terlihat berusaha keras untuk bisa naik ke dahan Beringin yang tumbuh sangat tinggi

"Peganglah rantingku untuk naik" perintah si Beringin. Diturunkannya beberapa ranting seperti tali yang menggantung dari batang Beringin.

Kakek Sobri berusaha keras menggenggam ranting tersebut untuk membantunya naik ke atas dahan.

"Cepatlah Kakek. Air Bah akan semakin mendekat" kata si Beringin

"Aku sedang berusaha untuk naik" jawab si Kakek dengan tetap menggengam kuat ranting Beringin

Dari jauh terlihat Burung Punai terbang mendekat.

"Air Bah sebentar lagi akan datang. Sekitar 10 menit lagi akan sampai kesini. Bersiaplah", ujar si Punai gelisah

Punai menunjukkan wajah khawatir air bah akan menghancurkan rumah, ladang dan juga menumbangkan Beringin. Artinya nasib kakek dan keluarga Punai sangat tergantung dari Beringin.

"Tenang dan berdoalah kepada Tuhan agar kita bisa selamat. Aku akan menguatkan akarku ke tanah" kata si Beringin dengan yakin

Seketika akar-akarnya tumbuh membesar, menjalar disepanjang tanah dan masuk semakin ke dalam tanah seakan ingin berpegangan kuat dengan bumi.

Suara bergemuruh mulai terdengar dari arah sungai. Beringin, Kakek dan Punai sadar air bah sebentar lagi akan menyapu daratan. Dengan susah payah akhirnya Kakek Sobri bisa berada di dahan beringin tepat disamping sangkar Si Punai.

Seketika muncul air berwarna coklat dalam jumlah besar ke arah mereka. Air tersebut memenuhi sungai dan menghanyutkan segala sesuatu dilalui. Kini Beringin siap untuk bertahan terhadap derasnya air banjir tersebut.

Tidak butuh waktu lama, hanya hitungan detik rumah dan ladang Kakek Sobri hancur dan terbawa hanyut air Banjir.

Beringin menahan dengan sekuat tenaga. Semakin dieratkan akarnya untuk berpijak di tanah. Jangan sampai dirinya kalah akan derasnya air banjir. Jika dirinya kalah berarti Kakek, Beringin dan Punai bisa mati saat itu juga.

Air Bah mengalir deras menuju ke arah desa. Terdengar suara teriakan warga meminta tolong. Kakek melihat banyak warga yang berlari menghindari banjir. Pemandangan yang sangat menakutkan melihat air berjumlah besar dan menghancurkan seisi desa.

Berjam-jam lamanya kakek bertahan di atas dahan Beringin. Tidak terasa malam pun dilalui Kakek Sobri dan Burung Punai di atas dahan Beringin. Mereka sesekali bercerita dan saling menyemangati satu dengan lainnya hingga tanpa sadar Beringin, Punai dan Kakek pun tidur terlelap.

Sinar pagi tiba-tiba muncul di ufuk timur pertanda pagi akan segera tiba. Punai terbangun dari tidurnya dan seperti biasanya mengeluarkan suara kicauan untuk membangunkan Kakek dan Beringin.

Mereka takjub, air sungai sudah mulai surut. Meskipun kondisi masih porak-poranda namun mereka bertiga bisa selamat bersama dari terjangan air bah. Sejak saat itu persahabatan mereka semakin erat dan membuktikan bahwa manusia bisa hidup berdampingan dengan Beringin dan Burung Punai.

Kakek, Beringin dan Punai selalu menjaga satu dan lainnya. Inilah arti persahabat yang tidak dilekang oleh waktu. Sejak saat itulah akar beringin tumbuh menjalar dan kuat ke tanah dan terdapat akar ranting yang menjulang ke bawah yang sempat digunakan Kakek Sobri naik ke dahan. 

Selain itu muncul larangan untuk menebang Beringin sebagai pengingat hubungan Kakek Sobri dan Beringin. Selain itu juga di dahan Beringin juga masih terlihat burung Punai dan burung lainnya yang membuat sarang.

------------------------------------ Tamat -------------------------------------------

HIM (28 Juli 2020), Dongeng ini sempat dikirimkan dalam salah satu lomba cerita anak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun