"Tak tahulah. Aku ingat Sartre: aku berpikir, maka aku ada.
Aku ingat Camus: aku memberontak, maka aku ada.
Mana yang kita pilih?" tanyaku, gusar.
"Tidak ada. Yang tersedia hanya pilihan ketiga: Sabda Rasulullah, selemah-lemahnya iman," katamu.
Dan kita melewati istana itu,
monumen itu,
mesjid agung itu,
gedung parlemen itu.Â
"Ah, sudah azan. Kita berhenti di sini," katamu.
Lalu, mengapa sepatu kita hilang?
Lenteng Agung, 4 Maret 1995
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!