"Dia memperkosa sejarah. Dan hukum alam akan ditegakkan di mahkamah sejarah. Tunggu saja," janjiku.
"Jangan-jangan, kau sudah jadi filsuf?" pujimu.
"Setiap orang berhak memilih: jadi filsuf atau moralis. Pilihan kedua ada di tanganmu," ganti aku memuji.
Ah, terlalu pribadi uraian ini.
Bolehkah kusimpan di dalam lemari besi arsipku?
Kereta senja hampir berangkat,
dan kita harus berlari mengejarnya.
Gitar-gitar pengamen menyelusup sumbang ke telinga kita.
Tapi kita mendengarnya dengan nurani.
Para pengemis buta menggendong anaknya.
Ibu-ibu bergayut di tiang besi.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!