Ujian Nasional yang diselenggarakan kembali tidak menjadi kemunduran jika tujuan dan pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Jika UN kembali diadakan, seharusnya fokus utamanya tidak hanya pada tes akademis semata, tetapi juga pada pengukuran kompetensi yang lebih luas, seperti keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan kemampuan memecahkan masalah.Â
Selain itu, sistem ujian harus dapat menciptakan suasana yang tidak menambah tekanan, tetapi justru membantu siswa memahami pentingnya pembelajaran yang berkelanjutan. Dengan demikian, UN bisa menjadi bagian dari evaluasi yang lebih holistik, bukan sekadar penentu kelulusan, dan dapat mendukung kesiapan siswa untuk menghadapi dunia nyata tanpa menambah beban mental.
Di balik semua perdebatan ini, yang terpenting adalah bagaimana sistem pendidikan bisa menghasilkan generasi yang siap menghadapi tantangan hidup dan dunia kerja. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang relevan dengan kebutuhan zaman, bukan sekadar mengejar nilai di atas kertas. Terlepas dari ada atau tidaknya UN, siswa tetap harus dipersiapkan dengan keterampilan dan mentalitas yang siap menghadapi ujian kehidupan yang sebenarnya.
Jadi, apakah lebih baik generasi UN atau bukan? Jawabannya mungkin sederhana: yang penting kita siap menghadapinya. Karena pada dasarnya, hidup adalah ujian panjang tanpa batas waktu dan kisi-kisi. Apakah ujian itu berbentuk UN atau tantangan kehidupan nyata, yang penting kita semua siap menghadapi apa pun tantangannya---tanpa perlu tanya, "Boleh open book, nggak?"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI