"Bagus! Kita cocok!"Â
Suzy mengakhiri chat malam itu dengan sebuah emoticon hati berwarna biru. Di atasnya, tercantum nama cafe, tanggal, dan jam pertemuan. "Apakah ini sebuah ajakan kencan?"Â
Sejak melewatkan masa puber, aku tak pernah sekali pun pergi berkencan. Dan malam itu, aku dibuatnya gelisah. Ribuan pertanyaan muncul dalam benakku.Â
Permainan atau game yang kusuka hanya tetris, musik yang kusuka dangdut koplo, dan olahraga wajibku hanyalah joging.Â
Dan tentang nasi goreng, apakah Suzy menyukai nasi goreng kambing, nasi goreng kampung, nasi goreng seafood atau nasi goreng biasa. Benarkah kami cocok satu sama lain. Dan apakah foto profil Suzy, sesuai kenyataan?Â
"Kun Fayakun!"Â Di meja cafe, sesuai waktu yang ditentukan Suzy, aku menunggu dua jam lebih awal. Kesempatan baik, tak boleh terbuang percuma.Â
Hingga dari balik partisi cafe bernuansa Korea, seorang gadis melangkah anggun. Kasual dengan celana jeans, jilbab polkadot, dan jaket baseball. Ia bergaya santai, tetapi sukses membuat tingkahku blingsatan.Â
Parasnya seratus persen sesuai foto profil. Ia langsung mengenaliku. Tersenyum. Mengucap salam. Dan mengambil duduk, tepat di depanku.Â
Suzy mengulurkan tangan halusnya, seraya berkata, "Suketi Zainuryah."Â Â
Kurogoh kantong celana, mengambil KTP dari dompetku. Dan memperlihatkan nama yang tertera. Aku grogi. Meski pun sekuat tenaga menenangkan diri. "Mau pesan apa, Su?" konyolnya sambutanku.Â
Kami memulai pembicaraan dengan tawa. Berbicara soal kedekatan yang terjalin melalui media sosial. Dan ia tak keberatan dengan selera musik, game, olahraga, dan makanan. Hal itu malah menjadi bahan olokan yang mesra.Â