Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Harimau

27 Agustus 2021   12:34 Diperbarui: 27 Agustus 2021   18:06 1277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lukisan kepala harimau. (Gambar: ArtTower Via Pixabay)

Malam ini aku sibuk menepuk nyamuk. Mereka tengah asyik menghisap darah dari betisku. Kupilin dan membuangnya dalam ember berisi ikan. Bunyi kecipak air, pertanda ikan-ikan senang diberi makan. Baru saja kunyalakan api. Dan ikan bakar, akan tersaji sebentar lagi. 

Genap lima bulan, aku mengasingkan diri dalam hutan. Di pondok kayu milik Wak Abu. Sehari-hari, aku memasang bubu di tepi sungai. Menangkap ikan untuk dimakan. 

Lelaki tua itu, menerimaku dengan tangan terbuka. Dia tidak pernah bertanya, dari mana dan untuk apa aku datang ke tempat ini. Dia memang tak dapat berbicara. 

Nama Wak Abu, kusematkan ketika kami pertama berjumpa. Saat itu, dia tengah terbaring di samping perapian. Tubuhnya penuh abu, dan menggigil karena demam. 

Kadang aku merasa, dia tidaklah nyata. Pernah berhari-hari dia hilang, kemudian pulang tengah malam. Menangis dan tertawa. Sesekali menari dan bertingkah menirukan binatang. Harimau, ular dan babi hutan.

"Kau sudah terlalu jauh, Wak. Mungkin, sudah masuk ke wilayah Kerinci Seblat!"

Karena tak dapat bercerita, ia berusaha merangkai kisahnya dengan gerakan. Dan aku paham, ia telah mengikuti seekor harimau. Bertemu ular yang tengah memangsa babi hutan, dan manusia lain yang menyandang senapan. 

"Jangan berurusan dengan pemburu, Wak. Mereka itu orang-orang jahat!" 

Tempo hari, Wak Abu merusak jerat yang dipasang para pemburu. Kuyakin mereka bukan pemilik ladang. Babi hutan jarang merambah jauh ke perkampungan. 

Terlebih masyarakat kampung, tidak menganggap kehadiran harimau sebagai ancaman. Konon, masyarakat kampung memaknai kehadiran harimau sebagai sebuah teguran dari orangtua. 

Kehadiran harimau adalah pertanda, bahwa ada sesuatu yang salah dalam menjaga adat dan kelestarian hutan. 

Akibat ulah pemburu, Wak Abu terbaring selama lima hari, untuk menyembuhkan luka dan lebam di sekujur tubuhnya. Aku tak bisa menolong. Mereka tak boleh tahu aku berada di sini. Di hutan ini. 

Dentuman senapan terdengar di pagi buta. Lolongan owa dan pekikan burung-burung memecah kesunyian. Lambat-laun para pemburu akan tiba di tempat ini. Dan aku harus melakukan sesuatu. Kugenggam sebilah belati. "Mereka harus dihentikan!"

Suara menggeram di balik kegelapan. Aku tahu ada harimau yang datang ke sini. Semakin hari, suara itu kian terdengar jelas. Mungkin itu pula yang mengundang pemburu datang mendekat. Mereka tak harus masuk terlalu jauh ke dalam hutan.

Harimau itu tidak mengaum. Pertanda dia sendirian tanpa kawanan. Apa yang membawanya ke tempat ini. "Dan Wak Abu, kemana dia?" 

Aku bergegas berlari ke atas tebing. Melihat dari atas apa yang sedang terjadi di bawah sana. Desing peluru berulang kali terdengar. Kutakut sesuatu terjadi pada Wak Abu. 

Dari jauh kulihat sekelompok pemburu tengah merambah hutan. Seorang pemburu memisahkan diri ke arah pondok kami. Ia tengah mencari persinggahan. Aku harus mencegahnya. Kuyakin, ada harimau yang tengah mengintai di dekat sana. 

Setelah menuruni tebing, akhirnya aku dapat menghadang langkahnya. Pemburu itu mengarahkan moncong senapan tepat ke muka. Ia bersiap menarik pelatuk, sembari menatapku dengan seksama.

"Bos! apa yang kau lakukan di sini?" 

Aku mengenal pemburu itu. Kuangkat belati dan mencoba mengancamnya. "Pergilah! Sebelum koyak lehermu kubuat!"

Ia mundur beberapa langkah, seraya berkata, "Bos, kau yang mengajari kami memenggal gajah untuk diambil gadingnya! Memburu harimau untuk diambil kulitnya! Membabat hutan untuk menambah kekayaan! Mengeruk bukit dan gunung!" 

"Diam!" 

Tiba-tiba seekor harimau menyambar pemburu itu dari belakang. Mencabik-cabik punggung dan menancapkan taring pada lehernya. Ia menerkam seakan tengah kelaparan. Bukan, itu adalah kemarahan!

Seketika, aku tak dapat mendengar apa-apa. Pikiranku kosong, begitu menatap genangan darah. Aku hanya terpaku. Harimau menyeret tubuh pemburu ke balik semak belukar. 

Aku berlutut menggenggam belati. Detak jantungku seakan terhenti. Berharap kejadian tadi adalah mimpi. Tidak, itu adalah darah yang nyata. Dan aku harus pergi. Sebelum harimau itu kembali. 

Sebelum senja merambat gelap, aku harus pergi dari tempat ini. Kukemas pakaian dan perlengkapan. Meninggalkan Wak Abu kembali dengan kesendiriannya. Ia tak terlihat dimana-mana. Namun, kuyakin ia masih ada di sekitar hutan. 

"Jaga dirimu, Wak," desahku. 

Aku menyusuri jalan setapak yang dibuat penjelajah hutan. Membelakangi bukit dan meninggalkan hutan. Ke mana kaki melangkah, ke sana aku terus berjalan sampai lelah. 

Tentu aku tidak akan kembali ke kota. Tempat di mana aku sudah kehilangan semuanya. Properti, investasi dan perusahaan. Keluarga dan orang-orang lenyap seketika. 

Termasuk lahan yang kuambil paksa dari masyarakat adat. Dua tahun lalu, telah direbut dengan culas oleh orang-orang kepercayaanku sendiri. Mungkin saat ini, mereka masih saling menerkam. 

Aku tidak menyimpan dendam. Karena perilaku mereka adalah hasil didikan tuannya. Itulah aku di masa lalu. 

Harimau itu mencariku. Bukan pemburu. Akulah penyebab kerusakan habitatnya. Dia sendirian tanpa kawanan. Dan itu semua terjadi akibat ulahku. 

Keserakahan yang kutuangkan dalam tindakan dan perintah. Dan kebijakan tanpa kebajikan. 

Kadangkala manusia lebih buas dari binatang. Pemangsa, sekaligus mangsa bagi sesamanya.

**

Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama, tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.

Indra Rahadian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun