Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Romeo dan Osiris, Spionase Flamboyan

2 Desember 2020   10:21 Diperbarui: 2 Desember 2020   10:33 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Romeo dan Osiris (pict by Pixabay, edit pribadi)

Praha, 15 Januari 2019.

"Dean, do you really love me?' tanya Widya dari dalam selimut.

"Sure, Widya," jawab Dean, yang tengah berbaring membelakanginya.

"Honestly, Dean!?" Ujar Widya ketus.

Lalu terdengar suara berdesis, dan seketika tubuh Dean pun terjatuh dari atas ranjang dengan sebuah pisau yang masih ia genggam ditangannya.

"Maafkan aku, Dean," ucap Widya, sambil mencabut peredam suara dari ujung pistolnya.

"Negaraku, lebih penting dari sekedar romantisme kita selama ini!" Lanjutnya.

Widya menepuk keningnya, kemudian berkata, "oh tidak, aku harus meminta Romeo untuk membereskan mayat Dean."

Rohman, aka Roman aka Romeo, agen penghubungku di Praha, dia baru saja mendapatkan promosi jabatan untuk berdinas diwilayah Eropa.

Setelah lulus dari sekolah intelejen pada tahun yang sama, kami direkrut oleh badan intelijen negara pada waktu yang berbeda.

Aku Widya, aka Wid2 aka Osiris, adalah agen kebanyakan yang berkutat pada sebuah kasus atau tugas khusus, namun jangan berpikir bahwa kami seperti James Bond.

Tak ada hingar bingar ledakan dan aksi kejar-kejaran, semuanya harus senyap dan tersembunyi, cocok sekali dengan profesiku sebelumnya sebagai ghost writer.

Sebelumnya, kami sempat terlibat dalam misi yang sama di Myanmar dan Vietnam, menghabisi bos mafia-mafia coca disepanjang sungai Mekong.

Sejak itulah aku mendapatkan kode Osiris, terdengar menakutkan karena harus mengeksekusi musuh negara dengan berbagai cara dan modus operandi.

Waktu itu tugas kami cukup sulit, harus menemukan dan memutus jalur distribusi obat-obatan terlarang yang masuk melalui semenanjung Malaysia ke Indonesia.

Pagi di Wenceslas Square, Praha.

"Wid, ayo kita kencan!" Ajak Romeo dari ujung telepon.

"Baik, sayang!" Jawab Widya singkat.

"Bagaimana, sudah siap untuk petualangan terbaru?" Tanya Romeo lagi.

"Selalu," ucap Widya, dengan wajah kesal.

Kata-kata mesra itu maknanya bukan seperti yang terdengar, hanya sebuah kode untuk menentukan meeting point dan memastikan jaringan telepon yang dipakai aman dari sabotase atau aksi penyadapan agen lain.

Sore di Charles bridge, Praha.

Romeo dan Widya berjalan agak berjauhan diantara turis-turis yang lalu lalang di jembatan tersebut.

Mereka berdandan seperti turis lainnya disana, memakai kacamata hitam dan menggunakan pakaian casual, dan tak lupa menenteng kamera DSLR.

"Wid, kenapa murung, kamu butuh refreshing?" Tanya Romeo dari jauh.

Widya pun mendekat dan menatap Romeo dengan sendu, kemudian berbicara lirih, "maaf Romeo, bukan butuh tapi sangat butuh."

"Baiklah, besok melapor ke KBRI," ucap Romeo.

"Untuk?" Tanya Widya.

"Pulanglah dulu ke Jakarta," perintah Romeo.

"Baiklahhh," jawab Widya, dengan wajah ceria.

Sore di Kemang, Jakarta.

Widya baru saja bersiap menghabiskan liburannya ke bandung, setelah melapor kepada badan intelijen negara, akhirnya ia bisa menikmati kebebasan sesaat.

Tiba di gerbang toll Cileunyi, seseorang menelpon Widya untuk segera membuka email kerjanya.

Widya mengarahkan mobilnya memasuki sebuah hotel dan langsung memesan sebuah kamar, ia pun mengeluarkan notebook dan mengecek email yang dimaksud.

Terlihat sebuah pesan singkat yang masuk kedalam email kerjanya, yang berbunyi ; Essex, England. Take off A.S.A.P

Pagi di West Mersea, Essex.

"Roman, aku mau berhenti," keluh Widya dengan wajah pucat.

"Kenapa?" Tanya Romeo.

"Aku, membunuh tokoh agama atas nama negara!!" Teriak Widya, sambil membanting sebuah koper.

"Kau akan tahu, siapa yang kau habisi malam tadi," jawab Romeo, seraya meletakan jari telunjuknya diantara bibir Widya.

"Maksudmu?" Tanya Widya.

"Nyalakan televisi, lihat breaking news!" Pinta Romeo.

Widya pun menyalakan Tv dan terdengar : "a religious fanatic figure, has a heart attack and dies on Haverhill."

"Jika kau tak menghabisinya sekarang, kelak dia akan menjadi bencana bagi Indonesia," lanjut Romeo.

"Tapi dia tidak terafiliasi dengan ISIS!?" Bentak Widya.

Sambil menyalakan kretek, Romeo berkata, "dia akan menciptakan ISIS nya sendiri, Osiris!!" 

Widya menahan nafasnya, ia terlihat begitu tertekan dan berantakan malam itu, iapun bergegas mengemasi pakaiannya dari dalam lemari.

"Aku mau berlibur ke Daytona sebagai turis," pinta Widya.

"Tidak perlu!" Tolak Romeo.

"Jangan lupa, kita bertemu di Utrecht 500 jam dari sekarang!" Perintahnya.

Hoog Catharijne, Utrecht.

Widya memasuki sebuah pusat perbelanjaan di Hoog Catharijne, ia memakai headphone dan bergaya cukup trendy untuk wanita seusianya.

Dan tak lama, terlihat kerumunan orang sedang menyaksikan petugas paramedis tengah mengangkat jenazah pria paruh baya, berperawakan Melanesia dengan tangan yang tak lepas dari dadanya.

"Romeo, sudah selesai," ucap Widya dari ujung headphone.

"Sempurna!" Jawab Romeo, sambil melanjutkan meneguk secangkir kopi. 

"Romeo, ada yang mengawasiku," lanjut Widya..

Romeo mengecilkan suaranya dan setengah berbisik, berkata, "mungkin Mossad atau CIA, berhentilah di Dom Tower."

"Lalu temui aku di salah satu kedai paling ramai di Damstraat," lanjutnya.

"Baiklah, Romeo," jawab Widya.

Romeo melangkah keluar dari dalam hotel dan mulai mengayuh sepedanya kearah Damstraat, hingga ia dihentikan oleh seseorang berkaos hitam dan bertopi putih diujung jalan Kanaalstraat.

"Halo, Roman," sapa sosok berkaos hitam.

Romeo menghentikan sepedanya dan menepi, terpaku disamping sosok tersebut, terlihat sosok itu berjalan lebih dekat kearah Romeo.

"Bagaimana kabarmu, sekarang?" Lanjutnya.

Romeo tak sedikitpun memandang kearah sosok tersebut dan dengan datar, iapun berkata, "bahasa Indonesia yang kau gunakan tidak membuatku terkesan, Tonny."

"Hahaha, aku hanya ingin Osiris!" Ucap Tonny.

"Ada masalah?" Tanya Romeo.

"Masalah besar," jawab Tonny.

Tonny, kali ini berdiri didepan Romeo dan menepuk-nepuk stang sepedanya sambil berkata, "Imam yang kalian bunuh, adalah aset berharga kami."

"Aku tahu," jawab Romeo pelan.

Tonny melangkah meninggalkan Romeo, ia pun berkata seraya mengayunkan topinya, "bagus, aku menanti kabar baik."

Romeo dan Widya bertemu dijalan Damstraat dan singgah disebuah kedai, membawa minuman ditangannya masing-masing dan bercengkrama sepanjang jalan.

Seperti sepasang pengantin baru, mereka berkunjung ke Belanda menggunakan visa wisata dengan alibi menghabiskan bulan madu disana.

Mereka pun duduk dibangku taman dengan tetap saling berpegangan tangan dan sesekali Romeo terlihat memeluk Widya, diantara rindang pepohonan malam itu.

Widya menarik nafasnya dalam-dalam dan berkata, "Romeo, aku akan berlibur ke Daytona."

"Tak perlu Wid," ucap Romeo pelan.

"Kenapa?," Tanya Widya.

"Kita harus kembali ke Jakarta," jawab Romeo.

"Ok," jawab Widya, seraya bangkit berdiri dari kursi taman.

Tonny mengawasi mereka berdua dari kejauhan, agen mossad itu berharap Romeo segera menepati janjinya.

Romeo dengan cepat menembak tepat ke dada kiri Widya, seakan memastikan bahwa eksekusinya berjalan dengan sempurna.

"Romeo, kauuuu!!!" Teriak Widya dengan mata terbelalak, kaget atas tindakan Romeo yang akhirnya membuat mata Widya terpejam seketika.

"Maafkan aku, Wid," ujar Romeo.

Terlihat jenazah Widya dibopong Romeo, ia seperti tengah membopong wanita yang sedang mabuk malam itu.

Hingga, mereka pun menghilang ditelan malam yang hening di Damstraat.

2 bulan kemudian..

Sebuah mobil SUV hitam melintas diatas Tom Staed Veterans Memorial Bridge, terlihat Romeo duduk dibangku belakang mobil tersebut malam itu.

"Jangan pernah terlibat asmara dengan CIA disini," ucap Romeo pada driver didepannya.

"Siap, Romeo," jawab Widya, yang tengah mengemudi untuk Romeo.

"Dan jangan campuri urusan agen lain, selama tak ada instruksi dariku," lanjut Romeo.

Widya hanya tersenyum kecil dan ia pun berkata, "ok bos!"

"Romeo, ayo kita menghabiskan malam di Oyster," lanjut Widya sambil mengedipkan mata.

"Kau beruntung," jawab Romeo, singkat.

"Apa?" Tanya Widya yang sedikit bingung dengan jawaban Romeo.

Romeo melirik Widya dari kaca spion tengah, ia pun mengedipkan matanya dan menjawab, "aku tak akan menolak permintaanmu kali ini."

"Receh!" Seru Widya sambil menahan senyumnya, menyadari tingkah genit Romeo.

Widya, aka Wid2 aka Osiris, entah berapa kali Romeo memalsukan kematiannya, setiap kali menyelesaikan misi berbahaya yang berhubungan dengan kepentingan negara-negara adikuasa.

Ehmm, sepertinya akan ada malam yang panjang untuk Romeo dan Widya di Daytona beach.

***

Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.

(Indra Rahadian, 12/01/20)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun