Suasana semakin panas. Akhirnya, Komisi Pemberantasan Korupsi turun tangan. Rahman ditangkap dengan tangan terborgol, wajahnya yang dulu selalu tersenyum kini tampak pucat.
Pengkhianatan Selir Kepentingan
Di ruang tahanan, Rahman menunggu sidang dengan hati kalut. Ia menoleh ke sekeliling, berharap masih ada orang yang menemaninya. Namun semua "selir kepentingan" yang dulu setia di sisinya sudah lenyap. Mereka yang dulu menjilat, kini berpura-pura tak kenal.
"Beginilah nasib raja tanpa kerajaan," gumam Rahman lirih.
Ia akhirnya sadar bahwa kekuasaan yang ia banggakan hanyalah fatamorgana. Semua pujian, semua kesetiaan, hanya semu. Pada akhirnya, ia sendirilah yang harus menanggung akibatnya.
Epilog: Suara Rakyat
Beberapa bulan setelah penangkapan Rahman, Mandalasari perlahan mulai bangkit. Pemerintah pusat menunjuk pejabat sementara, proyek terbengkalai mulai dilanjutkan, dan rakyat merasakan secercah harapan baru.
Mira, yang kini dipuji sebagai pahlawan muda, menolak gelar itu. Baginya, ia hanya melakukan tugas jurnalis: menuliskan kebenaran. Dalam catatan terakhir di bukunya, ia menulis:
"Korupsi adalah tirani yang modern, dan selirnya adalah orang-orang yang rela menjual nurani demi secuil keuntungan. Namun satu hal pasti: kebenaran, meski lama, akhirnya akan menemukan jalannya."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI