Jika kami sudah saling cemberut begitu, ibu langsung ikut turun tangan dan mengajak anak-anak lain turun gunung pula, jadilah kami semua bergotong royong melakukan pekerjaan yang sama, sehingga pekerjaan lebih cepat selesai dan tentu saja lebih ringan.Â
Di lain waktu, saat musim hujan datang dimana rasanya perut dan mulut terasa selalu lapar dan ingin mengunyah sesuatu kami anak-anak ibu diajak mengelilingi tungku, sambil membakar jagung/ubi jalar/singkong bersama-sama diselingi dengan canda tawa diantara kami.Â
Terkadang kami juga hanya sebagai penggembira kalau ibu yang membuat jajannya seperti membuat cengkaruk, jajanan dari nasi aking yang disangan dan dikasih kelapa. Jadi dari kecil kami semuanya selalu akrab bersama dan timbullah kerukunan di antara kami bersaudara.Â
Lebih dari itu dari kecil kami mengenal api dan asyiknya berdiang diri dekat api, tidak seperti anak-anak sekarang yang hanya bisa menikmati api hanya saat melakukan kemah/camping yaitu api unggun.Â
Dan kebersamaan, kerukunan kami sebagai saudara sangat kami rasakan hinggi kini, dimana hampir semua keperluan ibu kami selalu bersama-sama menanggungnya. Demikian pula jika ada salah satu di antara kami perlu bantuan, maka kami akan saling membantu bahu membahu memberikan apa yang dapat meringankan beban saudara kami.
Demikian beberapa nilai yang ditanamkan ibu kepada kami anak-anaknya, bukan dengan banyak wejangan dan nasihat tetapi lebih banyak dengan sikap, perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ibulah teladan kami, sosok inspiratif bagi kami, pahlawan kami. Kami sayang engkau ibu, semoga ibu selalu sehat bahagia.