Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menghindari Jebakan Logika Sesat dalam Pendampingan Desa

15 September 2025   10:59 Diperbarui: 15 September 2025   10:59 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kerentanan ini juga terkait dengan budaya komunikasi. Seperti dijelaskan Geertz dalam The Religion of Java (1960), masyarakat pedesaan memiliki tradisi komunikasi yang kental dengan simbol, sindiran, dan perasaan. Tidak heran jika logika formal sering terpinggirkan.

Selain itu, posisi pendamping yang berada di antara pemerintah dan warga membuat mereka sering dijadikan sasaran. Ketika argumen mulai menekan, jalan pintas seperti ad hominem atau false dilemma mudah muncul. Bukan karena sengaja, tetapi karena tuntutan situasi.

Di sisi lain, keterbatasan kapasitas kritis juga menjadi faktor. Belum semua pendamping mendapat pelatihan tentang berpikir kritis. Padahal, menurut Ennis dalam Critical Thinking (1996), keterampilan ini dapat dilatih secara sistematis, bukan sekadar bakat alami.

Artinya, perlu kesadaran bahwa logika sesat adalah musuh tersembunyi dalam pendampingan desa. Tanpa kesadaran itu, diskusi akan terus terjebak dalam pola yang menguntungkan segelintir pihak, bukan kemajuan bersama.

Jalan Keluar: Literasi Logika untuk Desa

Pertanyaannya, bagaimana desa bisa keluar dari jeratan logical fallacy? Pertama, perlunya pelatihan literasi logika bagi pendamping. Pelatihan ini tidak harus kaku, tetapi bisa dikaitkan dengan praktik musyawarah sehari-hari sehingga terasa kontekstual.

Kedua, pendamping perlu mempraktikkan refleksi kritis dalam setiap rapat. Setiap argumen hendaknya diuji: apakah menyerang masalah, atau justru menyerang orang? Apakah memberi pilihan terbuka, atau hanya membatasi dua jalan? Pertanyaan sederhana ini bisa menjadi filter logis.

Ketiga, kepala desa dan perangkat perlu ikut mendukung budaya dialog sehat. Musyawarah yang sehat bukan sekadar soal aturan formal, tetapi keberanian mengoreksi argumen yang sesat. Dukungan kelembagaan akan memberi ruang aman bagi praktik berpikir kritis.

Keempat, perlu adanya panduan praktis. Misalnya, booklet kecil tentang logical fallacy yang bisa dipakai pendamping saat rapat. Seperti dikemukakan Paul dan Elder dalam Critical Thinking: Tools for Taking Charge of Your Learning and Your Life (2014), alat bantu sederhana bisa memperkuat kapasitas berpikir kritis.

Akhirnya, pendamping desa adalah garda depan pembangunan desa. Agar tidak terjebak dalam logika sesat, mereka harus melatih diri mengenali pola argumentasi yang cacat. Dengan begitu, desa tidak hanya membangun jalan atau jembatan, tetapi juga membangun nalar kolektif yang sehat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun