Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Kentongan dan CCTV: Menemu Jalan Tengah tanpa Harus Memilih

13 September 2025   07:00 Diperbarui: 14 September 2025   09:42 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kini, pelibatan perempuan bisa dimaknai lebih luas. Mereka tidak harus berjaga sepanjang malam, tetapi bisa berperan dalam mengelola informasi, menghubungkan warga melalui grup pesan, atau memastikan koordinasi berjalan rapi. Kehadiran mereka tetap vital, meski bentuknya berbeda.

Selain itu, keikutsertaan perempuan dalam siskamling juga mengajarkan bahwa keamanan adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya laki-laki. Perspektif perempuan memberi keseimbangan. Mereka sering lebih jeli melihat persoalan sosial yang memicu kerawanan. Dengan demikian, ronda menjadi inklusif.

Cerita lama tentang maling yang takut dilihat perempuan kini mungkin terdengar lucu. Namun, ia menyimpan pesan mendalam: bahwa kekuatan warga dalam menjaga desa bukan hanya soal fisik, tetapi juga tentang keberanian, solidaritas, dan nilai-nilai yang diwariskan turun-temurun.

Jalan Tengah bagi Desa

Mencari jalan tengah antara kentongan dan CCTV bukan berarti memilih salah satunya, melainkan menemukan bentuk yang paling sesuai dengan kondisi desa. Tidak semua desa siap dengan teknologi, tetapi tidak semua pula bisa terus bergantung pada cara lama.

Bagi desa yang sudah memiliki jaringan internet memadai, ronda malam bisa dikemas ulang. Pos ronda tetap ada, tetapi fungsi utamanya untuk memantau CCTV, mengelola aplikasi keamanan, atau sekadar menjadi ruang berkumpul. Ronda tetap dilakukan, meski lebih bersifat simbolis.

Sebaliknya, desa yang belum memiliki jaringan internet kuat tetap mempertahankan siskamling tradisional. Namun, agar lebih efektif, ronda perlu diatur lebih fleksibel. Jadwal bisa disesuaikan, pola jaga dibuat lebih ringkas, dan ruang kebersamaan dijaga tanpa membebani warga berlebihan.

Apapun bentuknya, pelibatan perempuan perlu dihidupkan kembali. Bukan semata sebagai pengingat cerita lama tentang maling yang takut, tetapi karena kehadiran mereka menambah daya hidup ronda. Desa akan lebih kuat jika setiap warganya merasa punya peran.

Dengan demikian, perdebatan pro dan kontra soal siskamling menemukan ruang temu. Kentongan boleh berdampingan dengan CCTV. Tradisi dan modernitas tidak perlu dipertentangkan. Yang utama adalah bagaimana desa menemukan cara menjaga keamanan tanpa kehilangan jati dirinya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun