Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Kentongan dan CCTV: Menemu Jalan Tengah tanpa Harus Memilih

13 September 2025   07:00 Diperbarui: 14 September 2025   09:42 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ronda malam (Sumber: Meta AI)

Siskamling atau sistem keamanan lingkungan merupakan salah satu wajah gotong royong desa yang masih hidup hingga kini. Dulu, kentongan di pos ronda menjadi suara yang menenteramkan. Warga tahu bahwa malam mereka dijaga, meski sederhana. Kini, perubahan zaman memunculkan pertanyaan, apakah tradisi ronda masih relevan.

Bagi sebagian orang, siskamling adalah simbol kebersamaan. Bergantian menjaga malam, warga tak hanya mengusir bahaya, melainkan juga mempererat persaudaraan. Obrolan kecil di pos ronda sering menjadi ruang berbagi cerita. Namun, bagi yang lain, ronda dianggap sekadar formalitas. Keamanan kini bisa diawasi lewat kamera pengintai.

Perdebatan pun muncul. Apakah siskamling tetap perlu dijaga dalam bentuk tradisional, atau digantikan teknologi modern seperti CCTV dan aplikasi keamanan berbasis internet? Jawabannya tidak sederhana, sebab kondisi tiap desa berbeda. Ada yang siap beralih, ada pula yang harus tetap bertahan dengan cara lama.

Kebijakan satu arah tentu sulit diterapkan. Desa dengan jaringan internet yang kuat bisa memadukan sistem modern dengan ronda malam sebagai simbol keterlibatan warga. Sementara desa yang belum terjangkau layanan digital perlu mempertahankan cara tradisional, dengan tetap memberi ruang inovasi agar tak sekadar bernostalgia.

Suara Pro dan Kontra

Pihak yang mendukung siskamling tradisional berpendapat bahwa ronda malam lebih dari sekadar soal keamanan. Kehadiran warga di jalan-jalan desa membuat maling berpikir dua kali. Lebih dari itu, kebersamaan yang lahir dari ronda sulit digantikan teknologi secanggih apa pun.

Bagi mereka, hilangnya ronda berarti hilangnya roh kebersamaan. Desa akan menjadi sepi, warga sibuk dengan urusan masing-masing, dan keamanan hanya diserahkan pada benda mati berupa kamera atau alarm. Siskamling, kata mereka, adalah benteng sosial yang perlu terus dijaga.

Di sisi lain, ada yang menilai ronda malam kurang efisien. Anak muda enggan berjaga, orang tua lebih memilih tidur, sementara tenaga kerja desa semakin padat dengan aktivitas siang hari. CCTV dinilai lebih praktis, murah dalam jangka panjang, dan lebih konsisten dibanding manusia.

Mereka berargumen, keamanan modern tidak berarti kehilangan kebersamaan. Pos ronda bisa tetap ada, tetapi fungsi utamanya bergeser: bukan untuk berjaga semalam suntuk, melainkan sebagai tempat warga memantau layar CCTV, berdiskusi, atau sekadar ngopi. Kentongan tak lagi menjadi alarm utama, melainkan simbol tradisi.

Perempuan di Pos Ronda

Satu hal yang jarang dibicarakan dalam diskusi soal siskamling adalah peran perempuan. Padahal, dalam banyak kisah desa, perempuan pernah terlibat langsung menjaga keamanan malam. Bahkan, di desa kami dulu, kehadiran perempuan di pos ronda membuat maling ketakutan.

Konon, para maling yang mengandalkan ilmu kebal atau sirep akan kehilangan kekuatannya jika dilihat perempuan. Pandangan mata kaum ibu dianggap mampu meluruhkan keangkeran mereka. Entah mitos atau fakta, cerita ini melekat dan membuat perempuan disegani dalam tradisi ronda.

Kini, pelibatan perempuan bisa dimaknai lebih luas. Mereka tidak harus berjaga sepanjang malam, tetapi bisa berperan dalam mengelola informasi, menghubungkan warga melalui grup pesan, atau memastikan koordinasi berjalan rapi. Kehadiran mereka tetap vital, meski bentuknya berbeda.

Selain itu, keikutsertaan perempuan dalam siskamling juga mengajarkan bahwa keamanan adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya laki-laki. Perspektif perempuan memberi keseimbangan. Mereka sering lebih jeli melihat persoalan sosial yang memicu kerawanan. Dengan demikian, ronda menjadi inklusif.

Cerita lama tentang maling yang takut dilihat perempuan kini mungkin terdengar lucu. Namun, ia menyimpan pesan mendalam: bahwa kekuatan warga dalam menjaga desa bukan hanya soal fisik, tetapi juga tentang keberanian, solidaritas, dan nilai-nilai yang diwariskan turun-temurun.

Jalan Tengah bagi Desa

Mencari jalan tengah antara kentongan dan CCTV bukan berarti memilih salah satunya, melainkan menemukan bentuk yang paling sesuai dengan kondisi desa. Tidak semua desa siap dengan teknologi, tetapi tidak semua pula bisa terus bergantung pada cara lama.

Bagi desa yang sudah memiliki jaringan internet memadai, ronda malam bisa dikemas ulang. Pos ronda tetap ada, tetapi fungsi utamanya untuk memantau CCTV, mengelola aplikasi keamanan, atau sekadar menjadi ruang berkumpul. Ronda tetap dilakukan, meski lebih bersifat simbolis.

Sebaliknya, desa yang belum memiliki jaringan internet kuat tetap mempertahankan siskamling tradisional. Namun, agar lebih efektif, ronda perlu diatur lebih fleksibel. Jadwal bisa disesuaikan, pola jaga dibuat lebih ringkas, dan ruang kebersamaan dijaga tanpa membebani warga berlebihan.

Apapun bentuknya, pelibatan perempuan perlu dihidupkan kembali. Bukan semata sebagai pengingat cerita lama tentang maling yang takut, tetapi karena kehadiran mereka menambah daya hidup ronda. Desa akan lebih kuat jika setiap warganya merasa punya peran.

Dengan demikian, perdebatan pro dan kontra soal siskamling menemukan ruang temu. Kentongan boleh berdampingan dengan CCTV. Tradisi dan modernitas tidak perlu dipertentangkan. Yang utama adalah bagaimana desa menemukan cara menjaga keamanan tanpa kehilangan jati dirinya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun