Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Demokrasi yang Retak: Suara Desa di Tengah Politik Uang

3 September 2025   07:15 Diperbarui: 3 September 2025   08:59 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada kalanya, putus asa itu menghantui. Kami di desa bahkan pernah bergumam, “Daripada money politics dilarang tapi dibiarkan liar, bukankah lebih baik dilegalkan saja?” Sebuah pertanyaan getir yang muncul dari rasa lelah menghadapi kemunafikan politik.

Kalau pun dilarang, money politics tetap ada. Bukti jarang, penindakan nihil. Semua orang tahu, semua orang melihat, namun seolah tidak terjadi apa-apa. Bahkan anak-anak muda desa pun menganggapnya wajar, seakan politik memang permainan uang semata.

Maka tidak heran jika muncul ide radikal: biarlah para calon bertarung uang lawan uang, sampai akhirnya rakyat kembali pada pilihan hati nuraninya. Sebuah harapan bahwa nurani tak bisa selamanya dibeli, meski uang bertebaran di jalan-jalan desa.

Namun gagasan ini tentu hanya jeritan keputusasaan. Desa tidak ingin menyerah pada korupsi politik. Kami ingin pemilu tetap menjadi ruang bermartabat, bukan pasar transaksi. Kami hanya kecewa, karena selama ini hukum gagal melindungi suara rakyat kecil.

Desa paham, uang memang penting untuk hidup sehari-hari, tapi masa depan bangsa jauh lebih berharga. Sayangnya, ketika politik terus dijalankan dengan uang, rasa percaya desa pada demokrasi pun perlahan terkikis habis.

Desa Menunggu Demokrasi yang Tulus

Meski penuh kekecewaan, desa tetap menunggu. Kami menanti pemilu yang sungguh-sungguh bersih, bukan sekadar ritual lima tahunan penuh uang dan janji kosong. Desa ingin merasakan demokrasi yang tulus, di mana suara rakyat dihargai, bukan dibeli.

Kami percaya, suara desa bisa menjadi benteng terakhir bagi demokrasi. Jika desa berani menolak uang, menolak suap, maka sistem akan perlahan pulih. Tetapi untuk itu, kami juga butuh teladan: dari partai, dari calon, dan terutama dari penegak hukum.

Kerusuhan di DPR seharusnya menjadi momentum perbaikan. Jangan lagi demokrasi dipertontonkan sebagai dagelan politik uang. Biarlah peristiwa ini menjadi titik balik, bahwa bangsa ini serius menjaga marwah pemilu sebagai sarana memilih pemimpin yang layak.

Dari desa, kami hanya ingin berkata: jangan abaikan suara kecil kami. Karena dari suara kecil itulah lahir kepercayaan besar. Dan tanpa kepercayaan desa, demokrasi Indonesia akan kehilangan fondasi yang sejati.

Jika parlemen kini berguncang, semoga ia menyadarkan semua pihak. Bahwa politik uang harus benar-benar dihentikan, bukan ditoleransi. Sebab desa, dengan segala kesederhanaannya, masih percaya pada demokrasi yang jujur dan tulus.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun