Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memaknai Hari Buruh dari Balai Desa

1 Mei 2025   06:57 Diperbarui: 1 Mei 2025   14:58 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG

Hari Buruh adalah momen untuk memperluas makna kerja. Bukan hanya tentang pabrik dan serikat buruh, tapi juga tentang sawah, tambak, bengkel, warung, dan balai desa. Ini adalah panggilan untuk mengakui bahwa kerja produktif berlangsung di mana-mana, termasuk di desa-desa yang jauh dari sorotan kamera dan hiruk-pikuk ibu kota. Pengakuan terhadap pekerja desa adalah bagian dari keadilan sosial, bagian dari cita-cita kemerdekaan.

Michael Edwards dalam "The Real World of NGOs" (Zed Books, 2000) menyebut pentingnya kehadiran aktor lokal dalam proses transformasi sosial. Pendamping desa, pelaku UMKM, dan buruh tani adalah aktor lokal itu. Mereka bukan sekadar pelaksana program, tapi subjek yang memiliki agensi, kreativitas, dan pengalaman hidup. Namun, tanpa perlindungan kerja dan tanpa suara dalam kebijakan, mereka akan terus dipinggirkan.

Hari Buruh di desa semestinya diperingati bukan dengan spanduk dan orasi, tetapi dengan refleksi kebijakan. Apakah desa-desa telah memberi perlindungan bagi pekerjanya? Apakah pemerintah telah menyusun regulasi yang menjamin kerja layak di desa? Apakah anggaran pembangunan memperhitungkan kesejahteraan mereka yang menggerakkan roda pembangunan dari bawah?

Sudah saatnya negara hadir lebih kuat dalam mengakui kerja-kerja di desa. Ini bisa dimulai dari kebijakan afirmatif bagi pendamping desa: status kerja yang jelas, jaminan sosial, pelatihan berkala, dan ruang partisipasi dalam pengambilan kebijakan. Demikian juga dengan buruh tani dan pelaku UMKM desa: akses terhadap perlindungan harga, modal usaha, jaminan kesehatan, dan pelindungan dari eksploitasi pasar.

Jika Hari Buruh ingin tetap relevan di Indonesia, ia harus menjangkau desa. Karena di sanalah masih banyak buruh yang tak bernama, tak bergaji tetap, tapi bekerja setiap hari untuk menghidupi diri, keluarga, dan bangsanya. Pekerja desa tidak minta diistimewakan, tapi mereka layak diakui, dilindungi, dan dihormati. Itulah makna sejati dari Hari Buruh yang berpihak pada seluruh rakyat pekerja.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun