Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Dilema Hukum dan Etika dalam Status Pendamping Desa

22 Maret 2025   11:14 Diperbarui: 25 Maret 2025   03:57 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketidaksepahaman ini menimbulkan polemik. Di satu sisi, pemerintah ingin memastikan bahwa TPP tetap profesional dalam menjalankan tugasnya. Namun, di sisi lain, kebijakan ini dianggap bertentangan dengan hak-hak dasar mereka sebagai warga negara.

Dalam sistem hukum yang berlaku, aturan yang diberlakukan surut (retroaktif) sering kali dianggap tidak adil. Prinsip ini berlaku karena seseorang tidak bisa dihukum atas tindakan yang, pada saat dilakukan, belum diatur sebagai sebuah pelanggaran.

Dalam hal ini, banyak TPP yang sebelumnya mencalonkan diri dalam pemilu berdasarkan aturan yang berlaku saat itu. Dengan adanya surat pernyataan yang dikeluarkan belakangan, mereka kini dihadapkan pada ancaman pemecatan dan konsekuensi hukum lainnya.

Situasi ini menunjukkan perlunya kajian lebih mendalam terhadap kebijakan tersebut. Apakah status TPP memang setara dengan pegawai pemerintah yang dilarang mencalonkan diri dalam pemilu, ataukah mereka memiliki hak politik yang sama dengan warga negara lainnya?

Sebagai tenaga kontrak yang direkrut melalui mekanisme pengadaan barang/jasa, TPP tidak memiliki ikatan kepegawaian seperti aparatur sipil negara (ASN). Seharusnya, mereka tetap memiliki kebebasan dalam hak politik, sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa keterlibatan politik dari TPP dapat mempengaruhi independensi mereka dalam mendampingi desa. Jika mereka aktif dalam politik, ada potensi konflik kepentingan dalam menjalankan tugas mereka di lapangan.

Pendamping desa memiliki peran yang sangat strategis dalam pembangunan desa. Mereka mendampingi pemerintah desa dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi program pembangunan. Netralitas mereka sangat dibutuhkan agar program berjalan objektif dan transparan.

Namun, membatasi hak politik TPP secara mutlak juga tidak bisa dianggap sebagai solusi terbaik. Ada baiknya pemerintah mempertimbangkan opsi lain, misalnya dengan memperjelas mekanisme cuti atau pengunduran diri sebelum mencalonkan diri dalam pemilu.

Sebagai perbandingan, dalam dunia akademik, banyak dosen yang memiliki kebebasan politik dan dapat mencalonkan diri dalam pemilu. Mereka hanya diwajibkan untuk mengundurkan diri jika terpilih sebagai pejabat publik. Pendekatan serupa bisa diterapkan bagi TPP.

Mekanisme cuti atau pengunduran diri yang lebih jelas dapat menghindari ketidakpastian hukum. Dengan demikian, TPP tetap bisa berpartisipasi dalam politik tanpa harus kehilangan pekerjaan mereka secara mendadak karena perubahan kebijakan yang mendadak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun