"Aku nggak mau kita jadi kayak orang asing, Rafi."
Rafi membuka sakunya. Ia mengeluarkan dua permen rasa anggur, lalu menyodorkan satu ke Andika.
"Kemarin aku beli ini. Satu buat kamu. Tapi aku sempat mikir, jangan-jangan kamu nggak pantas lagi dikasih."
Andika tertawa kecil.
"Permen ini... hadiah perdamaian ya."
Keduanya tersenyum. Tak ada peluk-pelukan dramatis. Tak ada air mata. Hanya permen kecil dan hati yang kembali saling membuka.
Malam harinya, Andika pulang dengan langkah ringan. Di rumah, ibunya sedang membuat teh hangat. Aroma daun pandan menyambut dari dapur.
"Bu," seru Andika sambil duduk di ruang tamu. "Aku dan Rafi sudah baikan. Permen anggur jadi saksinya."
Sang Ibu menoleh, tersenyum.
"Alhamdulillah. Damainya dunia ini, Nak, kadang cukup dimulai dari hati yang mau minta maaf dan hati yang mau memaafkan."
Andika menyeruput teh yang baru saja dituangkan. Hangatnya meresap sampai ke dada.