Mohon tunggu...
Esti Setyowati
Esti Setyowati Mohon Tunggu... Seniman - Bismillah

Librocubicularist.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Pesawat Kertas

11 Maret 2019   06:50 Diperbarui: 11 Maret 2019   06:48 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Laki laki itu berwajah purnama tanggal dua belas, tak redup dan tak juga terang. Sorot matanya lemah. Di sepanjang semester ia kurang tidur. Kertas kertas berserakan memenuhi biliknya yang sempit terhimpit bilik yang lain. Lelaki itu selalu terjaga sepanjang malam bersama kepulan asap kopi dari gelas plastiknya, mengabdi pada detak jam dinding yang mengeras dan mengendur.

Malam mengecup dahinya, dia usir rasa kantuk dengan terus berkutat dengan rumus rumus. Hitungannya diperiksa detik demi detik. Hal yang ingin ia tuntaskan dalam sekali kerja namun nyatanya tak bisa. Garis, coret, garis, beri warna, coret, nyaris tak ada sempurnanya. 

Dia lelah dengan hitungan sudutnya yang membosankan. Dia muak dengan penggarisnya yang nyaris ia patahkan. Tapi lagi lagi ia teringat akan satu cita cita yang ia tempel besar di langit langit kamar kontrakannya...

'Arsitek Jagoan Ayah'

Kalau boleh jujur, dia bahkan tidak tahu siapa dan dimana ayahnya saat ini. Namun, satu hal yang bisa ia lakukan adalah menggenapi wasiat ibu tentang pesawat kertas.

 "Kata orang, kamu bisa menuliskan keinginanmu pada selembar kertas lalu buatlah pesawat. Semakin banyak pesawat yang kau buat, semakin dekat keinginanmu untuk terwujud. Karena dari setiap kalimat yang kau ulang ulang itu mengandung doa dan pengharapan. Kamu boleh menerbangkannya suatu saat, kirimkan doa doa panjangmu lewat pesawat kertas" kata Ibu sembari mengajari tangannya melipat kertas menjadi sebuah pesawat kala itu.

Dia tidak pernah tahu siapa ayahnya dan seberapa kuat takdir akan membawanya kesana.

Sejak ibunya wafat, kata kata beliau tentang pesawat kertas seperti menempel kuat di jidat. Lalu entah dari mana datangnya, dia lipat kertas kertas sisa gambarnya yang gagal menjadi pesawat pesawat.

Dia tidak pernah kenal siapa ayahnya. Ada yang bilang ayahnya menjadi bandar judi di pulau seberang, ada juga yang pernah mengaku melihat ayahnya menjadi anggota gang mafia terkenal, ada yang bilang ayahnya telah mati disambar cuaca buruk di luar negeri. Tak ada yang jelas dari semua berita yang sampai di telinganya.

Dalam lembar lembar pesawatnya, dia banyak berdoa. Doa yang diulang ulang, hingga kini ribuan jumlahnya. Tidak ada rasa benci yang menggerogoti. Tak ada kutukan terjadap takdir yang membolehkannya dipeluk sengsara bertahun tahun dan juga beban di punggunya yang harus ia sangga sendirian. Ayahnya tetap menjadi konstanta, angka mutlak yang harus ia temukan.

'Aku ingin bertemu Ayah'

Tulisnya, tidak berubah berubah sejak pesawat pertama diselesaikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun