Hingga aku tertidur, hingga mobil mobil mewah itu keluar dari halaman.
-
Ketika pagi buta, Ibu sudah tidak ada di rumah.
Saat itulah bagiku untuk kemudian diam diam mengendap endap menuju deretan mawar, memetik bunganya entah tiga atau empat untuk kurontokkan bagian kelopaknya. Tak lupa kasturi gugenggam erat, aku berlari meninggalkan rumah. Tanpa sempat mengenakan alas kaki, aku siap menumpahkan banyak cerita pada seseorang.
Aku selalu menyambangi tempat ini, setelah subuh, semenjak Bapak ditanam di sini.
Kubersihkan daun daun kering dari atas pusara. Menciumi nisannya yang terukir rapi sebuah nama disana, nama yang menjadi nama belakangku saat ini.
Bapak adalah satu satunya manusia yang akan membelaku, apapun yang terjadi. Juga saat aku memutuskan untuk keluar negeri memenuhi mimpiku yang sedang mekar mekarnya, Bapak adalah orang pertama yang mengiyakan. Meskipun aku tau bahwa Bapak dan Ibu berdebat setiap malam setelah itu.
Kutaburkan bunga bunga mawar yang kubawa. Aku tahu setelah ini Ibu akan mengomel, menyalahkanku karena bunga bunga indahnya menghilang satu demi satu. Â Tak lupa kutuangkan air, merata. Kemudian aku berdoa setelahnya.
"Daridulu hanya Bapak yang tahu apa yang Nirin mau. Aku sayang Bapak. Bapak pasti juga tahu kan apa yang Nirin pikirkan saat ini?"
Aku tersedu.
"Semenjak Bapak nggak di rumah, Nirin tersiksa Pak. Nirin butuh Bapak"