Mohon tunggu...
Esti Setyowati
Esti Setyowati Mohon Tunggu... Seniman - Bismillah

Librocubicularist.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Menemani Bapak

16 Mei 2018   20:11 Diperbarui: 16 Mei 2018   20:32 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Dhuk, kopinya ayo segera bawa keluar" lamunanku buyar saat kalimat itu masuk ke telingaku. Buru buru kulempar serbet di tangan lalu sedikit merapikan rambut. Kupantaskan dulu senyumku sebelum hilang dari pandangan Ibu, menuju ruang tamu yang meriah.

Ada canggung yang tak habis kutelan selama kakiku melangkah. Gincuku di bibir kusentuh sentuh sendiri dengan gesekan gigiku yang berangsur ikut gemetar dengan tubuhku. Kebaya ini tak cukup longgar, aku hampir mati dibuatnya.

Hal yang membuatku semakin gugup ialah keheningan yang tiba tiba menyergap saat aku mulai membungkuk menyilahkan tamu untuk menjamah hidangan. Entah, aku tak begitu memperhatikan dengan jelas beberapa bisik bisik yang tiba tiba lewat. Namun sayup sayup kudengar mereka memuji sanggulku, sanggul yang Ibu pilihkan pagi ini. Juga sedikit kalimat 'Oalah, ayu tenan jebule*1' yang tiba tiba saja membuatku sedikit tidak nyaman.

Sebelum aku tergoyahkan oleh sebuah tatapan yang daritadi tak lepas mengawasiku, aku buru buru kembali ke bilik dapur.

Ibu menyambutku dengan mata berbinar binar.

"Gimana? Ganteng kan anaknya Bulik Ganis? Ibuk memang tak salah pilihkan buat kamu. Kamu suka kan?" tanya beliau sembari mengusap usap bahu kananku. Aku menatap Ibu, ini bukan yang pertama kalinya beliau melakukan hal yang sama.

"Nirin nggak tau Buk, udah Ibuk aja yang keluar. Nirin malu" akhirnya kuletakkan nampan dan aku kembali mengurung diri di kamar.

Ibu tak bisa mencegahku jika sudah seperti itu, lambat namun pasti beliau kembali pada riuh suasana ruang tamu. Menemui yang katanya calon saudara saudaraku, entah jadi atau tidak.

Aku kembali menuju tempat pengasingan, menatap cermin, mencopot sanggul dan mulai mencabut bulu mata palsu. Habis sudah tissuku untuk membersihkan riasan. Kebaya ketat ini kutanggalkan. Aku kembali menangis.

Kembali pada rutinitas saat Ibu memutuskan untuk mencarikanku laki laki untuk kunikahi.

Aku menangis, sejadi jadinya. Lama sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun