Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Praktisi pendidikan inklusif, penyintas disleksia-ADHD. Pendiri Homeschooling Rumah Pipit

Saatnya jadi Penyelamat bukan cuma jadi pengamat Saatnya jadi Penolong bukan cuma banyak Omong Saatnya Turuntangan bukan cuma banyak Angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

5 Hal Yang Harus Pahami Tentang ADHD

8 Agustus 2025   09:21 Diperbarui: 7 Agustus 2025   12:18 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ADHD bukan sekadar tidak bisa fokus. Ironisnya, kami justru bisa terlalu fokus. Fenomena ini disebut hyperfocus, yaitu kemampuan untuk tenggelam total dalam satu aktivitas, sampai-sampai lupa waktu, lapar, bahkan kebutuhan dasar lain. Tapi di saat yang sama, saya bisa kesulitan untuk sekadar mencuci piring atau membaca pesan pendek karena otak saya terasa terlalu bising untuk memilih tugas sederhana.

Menurut Dr. Russell Barkley, seorang pakar ADHD, gangguan ini sebenarnya lebih tepat disebut sebagai disfungsi eksekutif otak kemampuan mengatur, memulai, dan menyelesaikan tugas secara konsisten. ADHD bukan soal kemauan, melainkan kapasitas neurobiologis.

2. ADHD Itu Nyata, dan Bukan Alasan untuk Malas

Di sekolah, saya sering dianggap "pemalas", "pengganggu", dan "tidak serius belajar". Padahal, saya hanya sedang berjuang untuk bisa mengikuti pelajaran yang terasa seperti bahasa alien di kepala saya. Banyak anak ADHD yang tidak terdeteksi dan justru mendapat label buruk, padahal yang mereka butuhkan adalah pendekatan yang tepat.

Sebuah studi oleh CDC (Centers for Disease Control and Prevention) tahun 2023 menunjukkan bahwa ADHD memengaruhi 9,8% anak-anak di AS, dan angka ini kemungkinan lebih tinggi di negara-negara berkembang karena minimnya deteksi. Di Indonesia, belum ada data resmi nasional yang kuat, namun dalam praktik saya sebagai pendamping anak berkebutuhan khusus, saya melihat gejala ADHD sangat jamak, namun masih sering disalahpahami sebagai kenakalan atau kurang didikan.

3. ADHD Tidak Hilang Saat Dewasa

Banyak yang mengira ADHD hanya terjadi pada anak-anak. Faktanya, lebih dari 60% anak ADHD tetap membawa gejala itu hingga dewasa, meski bentuknya bisa berbeda. Dulu saya melompat-lompat dan sulit duduk diam; sekarang, kegelisahan itu berubah menjadi pikiran yang terus melompat sulit tidur, cemas, dan mudah kewalahan oleh hal-hal kecil.

Di usia 30-an, saya mulai menyadari kenapa saya mudah lelah secara mental, sering overthinking, dan kesulitan menyusun prioritas. Diagnosis ulang membantu saya memahami bahwa saya tidak "lemah" atau "gagal dewasa" saya hanya berbeda cara kerjanya.

4. Obat, Terapi, dan Dukungan Adalah Hak, Bukan Kemewahan

Saya pernah mencoba berbagai terapi dan sempat diresepkan obat. Bagi sebagian orang, langkah ini dianggap "terlalu jauh" atau bahkan "berlebihan". Padahal, pengobatan dan terapi justru bisa menyelamatkan kualitas hidup kami.

Menurut American Psychiatric Association, kombinasi pengobatan dan terapi perilaku adalah pendekatan paling efektif untuk ADHD. Sayangnya, di Indonesia, akses ke diagnosis, obat, dan terapis yang paham ADHD masih sangat terbatas terutama di luar kota besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun