Mohon tunggu...
Muhammad Ilyasyah
Muhammad Ilyasyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Meratapi kewajiban yg kau pilih adalah sebuah bentuk kejahatan, dan memuji rasa sakit adalah sebuah penghinaan. Yang harus dipuji itu adalah sebuah pencapaian, dan rasa sakit itu adalah milik diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tagar #Indonesiaterserah, Bentuk Kekecewaan Berbalut Satire atau Suara Hati Petugas Medis yang Mulai Menyerah

19 Mei 2020   17:03 Diperbarui: 19 Mei 2020   17:02 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tagar #indonesiaterserah yang ramai di dunia maya. suarabaru.id

Sudah hampir genap 2 bulan semenjak Presiden Jokowi meneken Perppu No.21 tahun 2020 tentang penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) sebagai upaya pemerintah untuk mengatasi penyebaran Pandemi Covid-19 di Indonesia. 

Daerah pertama yang mendapatkan izin untuk menerapkan kebijakan PSBB dan melaksanakannya adalah ibu kota DKI Jakarta. Alasannya adalah, karena ibu kota merupakan episentrum dari pandemi covid-19.

Meskipun cenderung tergolong efektif pada pekan pertama selama pelaksanaanya. Namun, masih banyak sekali pelanggaran yang masih ditemukan. Seperti berita yang telah kita peroleh mengenai banyak pemudik yang diberhentikan dan diminta untuk putar balik  di perbatasan. 

Sebenarnya, hal tersebut dilatarbelakangi oleh adanya kebijakan PSBB itu sendiri. Adanya aturan ini diberlakukan untuk menekan aktivitas warga di luar rumah. Diharapkan, physical distancing alias menjaga jarak fisik bisa terwujud lewat adanya aturan PSBB.

Akibatnya, faktor ekonomi menurun dan banyak masyarakat kecil yang kehilangan pekerjaan dan sumber mata pencaharian semenjak adanya kebijakan tersebut. 

Bisa kita sebut misalnya saja pedagang kaki lima, mereka akan mendapatkan penghasilan dari mana jika tidak ada masyarakat yang keluar rumah untuk membeli dagangan mereka selama masa PSBB. 

Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk pulang ke kampung halaman sebab mereka sudah tidak memiliki mata pencaharian yang dapat menghasilkan uang bagi mereka untuk membayar kontrakan yang ada di Jakarta.

Selain itu, pelaksanaan kegiatan keagamaan juga diatur di dalam peraturan PSBB. Mulai dari semua tempat peribadatan ditutup dan digantikan dengan ibadah di rumah masing-masing. Sehingga masyarakat hanya bisa pasrah dan mengikuti arahan pemerintah. 

Semua kegiatan keagamaan mulai dari sholat Jum'at di masjid, ibadah di gereja dan kegiatan agama di tempat ibadah lainnya ditiadakan. Bahkan nuansa pada saat bulan suci Ramadhan seperti umat muslim yang biasanya berbondong-bondong untuk pergi ke masjid untuk sholat taraweh pun hilang. 

Semuanya dilakukan untuk bersama-sama masyarakat bersatu untuk mengurangi beban tenaga medis yang telah berjuang sebagai garda terdepan hingga saat ini.

Namun, belum lama ini kemarin viral  berita mengenai banyaknya masyarakat yang memadati acara penutupan McDonald di Sarinah. Akhirnya, warga dunia maya pun geram dengan hal tersebut dan mempertanyakan perihal keseriusan pemerintah dalam upaya melakukan kebijakan PSBB. 

Padahal kegiatan agama di tempat ibadah dilarang tetapi ramai orang banyak yang diperbolehkan hadir dan memadati acara penutupan tersebut. Hal ini menandakan terdapat perbedaan perlakuan yang diberikan oleh pemerintah serta kurang ketatnya kontrol dalam penerapan kebijakan PSBB.

Terlihat banyaknya orang yang memadati bandara Soekarno-Hatta. medium.com
Terlihat banyaknya orang yang memadati bandara Soekarno-Hatta. medium.com

Pemerintah lagi-lagi melakukan blunder dengan wacana untuk melonggarkan PSBB di tengah tingginya penambahan kasus Covid-19. Kekhawatiran tersebut jelas terlihat, seperti saat berjubelnya penumpang di terminal 2 bandara Soekarno-Hatta baru-baru ini. Dengan berbagai macam alasan yang orang berikan untuk bisa keluar dari Jakarta. 

Padahal belum ada sehari wacana itu digaungkan oleh pemerintah bagaimana jika sudah terealisasikan.  Tidak dapat dibayangkan kita akan kembali melihat jalanan kembali ramai padat dengan orang-orang yang abai dan tidak melakukan physical distancing dan memperkeruh keadaan dengan menambah jumlah pasien yang terinfeksi covid-19. Sehingga muncul konflik kekecewaan publik dan hal itulah yang melatarbelakangi keluarnya tagar #indonesiaterserah yang diperlihatkan bersama dengan foto petugas medis.

Namun, apakah suara hati para tenaga medis benar-benar mulai pasrah dalam menghadapi pandemi ini? Jawabannya adalah tidak. Ingatlah! tenaga medis telah meneteskan keringat hingga saat ini mengorbankan pikiran dan perasaan karena meninggalkan keluarga untuk memerangi pandemi ini. 

Pengorbanan mereka juga dilandaskan atas rasa kemanusiaan untuk membuat negara kita Indonesia tercinta ini untuk kembali sehat seperti sedia kala. 

Jadi, sampai kapan pun tenaga medis tidak akan menyerah selama rasa kemanusiaan tertinggi masih melekat dalam hati mereka. Jika kita sebagai masyarakat masih memiliki perasaan, kita wajib membalas suara hati mereka dengan membantu mengurangi beban mereka agar tetap tinggal di rumah. 

Dan seandainya suatu hari kita mendapati tenaga medis sudah benar-benar menyerah. Itu berarti hanya iblislah yang dapat menghilangkan rasa kemanusiaan mereka dan kita akan segera tahu siapakah para iblis itu.

Kebijakan yang plin plan akan menghasilkan aturan yang rancu dan lemah, hal itulah yang coba diutarakan oleh para tenaga medis dan juga masyarakat yang berempati dalam tagar tersebut. Bentuk kekecewaan berbalut satire pada pemerintah yang mulai berdamai dengan Covid-19. 

Akibat relaksasi PSBB jadi keblablasan tanpa adanya pengawasan yang ketat. Serta masyarakat euforia dengan kerumunan kembali dan mengabaikan physical dan social distancing. 

Dan tampaknya, ajakan berdamai oleh presiden cukup efektif sehingga pemerintah pusat tinggal menunggu momen menyatakan menang melawan Covid-19 ini dengan tidak lagi membuat pengumuman harian. Walau realitanya positif Covid terus meningkat, tapi mana peduli. 

Urusan mencegah paling lambat, urusan pelonggaran paling terdepan, pola kerjanya tidak berubah. Hanya pasrah yang dapat dilakukan oleh masyarakat selagi memberikan kritikan dalam upaya untuk menyadarkan pemerintah bahwa perang ini belum selesai. Tidak ada kata damai terhadap pandemi ini, hanya kemenangan yang harus diraih dan dicapai oleh bangsa ini.

Terakhir, semoga tagar #indonesiaterserah ini tidak berubah menjadi tagar #indonesiamenyerah karena itu menandakan bahwa kita sebagai bangsa belum berhenti berjuang. Tak peduli butuh berapa lama untuk mengakhiri perang melawan Corona ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun