Mohon tunggu...
Ilham Hibbaturrahman
Ilham Hibbaturrahman Mohon Tunggu... Penulis - SEMANGAT

Keep Never TIred Learning

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Berproses, Berprogres, dan Ikhtiar

4 April 2021   01:25 Diperbarui: 4 April 2021   02:01 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Mang Deki, begitulah dia dipanggil, seorang penjual jasa perbaikan sepatu yang disebut tukang sol. Pagi buta sudah melangkahkan kakinya meninggalkan anak dan istrinya yang berharap, nanti sore hari mang Deki membawa uang untuk membeli nasi dan sedikit lauk pauk. Mang Deki terus menyusuri jalan sambil berteriak menawarkan jasanya. Sampai tengah hari, baru satu orang yang menggunakan jasanya. Itu pun hanya perbaikan kecil.

Perut mulai keroncongan. Hanya udara bekal dari rumah yang mengganjal perutnya. Mau beli makan, uangnya tidak cukup. Hanya berharap dapat memesan besar sehingga bisa membawa uang ke rumah. Perutnya sendiri tidak dia hiraukan.

Di tengah keputusasaan, dia berjumpa dengan seorang tukan sol lainnya. Wajahnya cukup berseri. "Pasti, si Abang ini sudah dapat uang banyak nich." pikir mang Deki. Mereka berpapasan dan saling menyapa. Akhirnya berhenti untuk bercakap-cakap.

"Bagaimana dengan hasil hari ini bang? He laris nich? " Kata mang Deki memulai percakapan.

"Alhamdulillah. Ada beberapa perbaikan orang sepatu. " Kata tukang sol yang kemudian diketahui namanya Bang Abel.

"Saya baru satu bang, itu pun cuma benerin jahitan." kata mang Deki memelas.

"Alhamdulillah, itu harus disyukuri."

"Mau disyukuri gimana, nggak cukup buat beli beras juga." kata mang Deki sedikit kesal.

"Justru dengan bersyukur, nikmat kita akan ditambah." kata bang Abel sambil tetap tersenyum.

"Emang begitu bang?" tanya mang Deki, yang sebenarnya dia sudah tahu harus banyak bersyukur.

"Insya Allah. Mari kita ke Masjid dulu, sebentar lagi adzan dzuhur. " kata bang Abel sambil mengangkat pikulannya.

Mang Deki sedikit kikuk, karena dia tidak pernah "mampir" ke tempat shalat.

"Ayolah, kita mohon kepada Allah yang diberi kita diberi rezeki yang barakah."

Akhirnya, mang Deki mengikuti bang Abel menuju sebuah masjid terdekat. Bang Abel begitu hapal tata letak masjid, sepertinya sering ke masjid tersebut.

Usai shalat, bang Abel mengajak mang Deki ke warung nasi untuk makan siang. Tentu saja mang Deki bingung, sebab dia tidak punya uang. Bang Abel mengerti,

"Ayolah, kita makan dulu. Saya yang traktir. "

Akhirnya mang Deki ikut makan di warung Tegal terdekat. Setelah makan, mang Deki berkata,

"Saya tidak enak nich. Nanti uang untuk mengaburkan kesalahan orang yang traktir saya. "

"Tenang saja, Allah akan menggantinya. Bahkan lebih besar dan barakah. " kata bang Abel tetap tersenyum.

"Abang yakin?"

"Insya Allah." jawab bang Abel meyakinkan.

"Kalau begitu, saya mau shalat lagi, bersyukur, dan mau memberi kepada orang lain." kata mang Deki penuh harap.

"Insya Allah. Allah akan menolong kita. " Kata bang Abel sambil bersalaman dan salam untuk berpisah.

Keesokan harinya, mereka bertemu di tempat yang sama. Bang Abel mendahului menyapa.

"Apa kabar mang Deki?"

"Alhamdulillah baik. Oh ya, saya sudah mengikuti saran Abang, tapi mengapa koq tahap saya malah turun? Hari ini, satu pun pekerjaan belum saya dapat. " kata mang Deki setengah menyalahkan.

Bang Abel hanya tersenyum. Kemudian berkata,

"Masih ada hal yang perlu mang Deki lakukan untuk mendapat rezeki barakah."

"Oh ya, apa itu?" tanya mang Deki penasaran.

"Tawakal, ikhlas, dan sabar." kata bang Abel sambil kemudian ajakan ke Masjid dan mentraktir makan siang lagi.

Keesokan harinya, mereka bertemu lagi, tetapi di tempat yang berbeda. Mang Abel yang berhari-hari ini sepi perintah tidak menyalahkan lagi,

"Wah, saya makin parah. Kemarin nggak bisa order, sekarang juga belum. Apa saran abang tidak cocok untuk saya? "

"Bukan tidak, cocok. Mungkin keyakinan mang Deki  belum kuat atas pertolongan Allah. Coba renungkan, sejauh mana mang Deki yakin bahwa Allah akan menolong kita? " jelas bang Abel sambil tetap tersenyum.

Mang Deki cukup tersentak mendengar penjelasan tersebut. Dia mengakui bahwa dia sedikit ragu. Dia "hanya" coba-coba menjalankan apa yang dikatakan oleh bang Abel.

Bagaimana kandang yakin bang? kata mang Deki sedikit pelan hampir terdengar.

Rupanya, bang Abel sudah menebak, kemana arah pembicaraan.

"Saya mau bertanya, apakah kita janjian untuk bertemu hari ini, disini?" tanya bang Abel.

"Tidak."

"Tapi kenyataanya kita bertemu, bahkan 3 hari berturut-turut. Mang Deki dapat rezeki bisa makan bersama saya. Jika bukan Allah pembantuan, siapa lagi? " lanjut bang Abel. Mang Deki terlihat berpikir dalam. Bang Abel melanjutkan, " Mungkin, sudah banyak petunjuk dari Allah, hanya saja kita jarang atau kurang memperhatikan petunjuk tersebut . Kita tidak menyangka Allah akan menolong kita, karena kita sebenarnya tidak berharap. Kita tidak berharap, karena kita tidak yakin. "

Mang Deki manggut-manggut. Mulai paham. Kemudian mulai tersenyum.

"Oke dech, saya paham. Selama ini saya akui saya memang ragu. Sekarang saya yakin. Allah sebenarnya sudah membimbing saya, saya sendiri yang tidak melihat dan tidak mensyukurinya. Terima kasih abang. " kata mang Deki, matanya terlihat berkaca-kaca.

"Berterima kasihlah kepada Allah. Sebentar lagi dzuhur, kita ke Masjid yuk. Kita mohon ampun dan bersyukur kepada Allah. "

Mereka pun mengangkat pikulan dan mulai berjalan menuju masjid terdekat sambil diiringi rasa optimis bahwa hidup akan lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun