Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kualat

13 Maret 2025   17:26 Diperbarui: 13 Maret 2025   17:26 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada satu orang di desaku yang katanya keramat. Dia sangat dihormati. Barang siapa yang melawannya maka akan kualat.

Mulanya, aku percaya. Tapi ketika usiaku beranjak, aku paham bagaimana pria bernama Ki Bodong itu adalah orang tak beres. Aku tak perlu cerita bagaimana ketidakberesannya. Aku mengetahui dengan mata kepalaku sendiri tentang ketidakberesan Ki Bodong, tapi aku tak ada bukti.

Sejak aku sangsi padanya, sejak saat itu pula hasratku untuk melawannya makin besar. Suara-suara tentang kualatnya orang-orang pada Ki Bodong diumbar beberapa orang saat kumpul-kumpul di kampung.

"Ki Bodong adalah orang suci. Maka jangan main-main. Banyak yang melawannya akhirnya kualat. Nardi misalnya, dia sekarang kena stroke. Hanya sehari setelah dia melawan Ki Bodong dengan kata-kata," ujar Samsu, orang yang cinta pada Ki Bodong.

Jika aku raba, seperti ada cara yang sistematis untuk membangun citra istimewa pada Ki Bodong. Samsu sering berbicara tentang keramat Ki Bodong untuk wilayah desa bagian utara. Karmo di bagian selatan, Darsun di bagian timur, dan Mardani di bagian selatan.

"Bu Sumi, langsung jatuh sakit tak bisa berdiri ketika bicara buruk terkait Ki Bodong," kata Darsun di sebuah kesempatan.

Banyak yang sakit dan dikaitkan dengan kekeramatan Ki Bodong. Mardani juga bicara tentang kebersihan hati Ki Bodong. Dia bicara saat nongkrong di gardu. Aku ada di situ, hatiku terkekeh. Kemudian aku tanya.

"Apa buktinya jika mereka kualat. Mereka semua sakit. Kebetulan saja sakitnya kamu kaitkan dengan Ki Bodong," kataku pada Mardani.

Mardani yang merasa terpojok, langsung memperingatkanku. "Hati-hati kalau bicara. Kau perlu minta maaf pada Ki Bodong. Kalau tidak, kami bisa kena celaka," katanya di hadapanku.

Tentu aku hanya cengar-cengir. Aku tahu kebusukan Ki Bodong. Aku meyakini, sakit ya sakit saja. Tak perlu dihubungkan dengan Ki Bodong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun