Sampai kemudian satu per satu dari kami menginginkan untuk pergi. Termasuk aku juga pergi. Kami memutuskan untuk pindah rumah ke daerah yang baru. Tak enak juga ketika besar di lingkungan yang saling sapa, kini hidup dengan saling sendiri.
Itulah keputusan kami. Kemudian, Karmo, satu-satunya tetangga kami yang tak pindah. Dia masih setia di lingkungan yang nyaman itu. Kami sudah pindah dan hanya Karmo yang belum pindah.
Aku pun yakin Karmo tak tahu jika tetangganya sudah pada pindah dan berganti penghuni. Sebab, Karmo memang orang yang benar-benar butuh ketenangan. Dia tak mau direcoki tetangga.Â
Lalu, aparat penegak hukum datang ke rumah Karmo. Bersama seseorang yang mengaku memiliki tanah dan bangunan yang didiami Karmo, mereka meminta Karmo mengosongkan rumah itu.
"Ini rumah saya pak. Ada putusan pengadilan," kata seorang yang mengaku memiliki rumah itu.
"Kok bisa?" kata Karmo.
"Saya sudah sangat lama ada di sini. Kisaran 10 tahun," kata Karmo.
"Ya pak tapi ini tanah kami. Ini buktinya," kata orang itu sembari menunjukkan secarik kertas.
Orang dan aparat penegak hukum itu pergi dan mengingatkan Karmo untuk segera meninggalkan rumah itu. Karmo merasa ketenangan yang sudah dia dapatkan runtuh sebegitu rupa.
Maka dia memilih bersilaturahmi ke rumah sebelah. Dia pencet bel pagar pintu.
"Pak Dirman ada?" kata Karmo pada seseorang yang sepertinya adalah asisten rumah tangga.