Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Melupakan akun lama yang bermasalah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki yang (Ingin) Seperti Malaikat

11 September 2021   10:12 Diperbarui: 11 September 2021   10:26 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. foto: splendens dipublikasikan kompas.com

Setiap lelaki yang hendak melamar, akan diberi cerita soal dua lelaki yang sudah kepayahan. Dua lelaki yang jadi tanggungan Dewi. Dua lelaki itu adalah ayah dan paman Dewi. Dewi yang begitu menarik dan cantik, seperti hilang pesonanya ketika para lelaki yang hendak melamarnya melihat rumah itu.

Sudah lima tahun, Dewi mengurus sendiri bapak dan pamannya yang pensiunan abdi negara itu. Sang bapak, hanya bisa berada di kursi roda. Stroke yang menerjang, membuat sang bapak tak bisa apa-apa. Sang paman lebih berat lagi. Sang paman hanya hidup dari selang kesehatan. Sang paman, hanya ada di kasur, mematung.

Hanya tinggal Dewi seorang yang bisa diandalkan mengurus dua lelaki itu. Tak ada saudara lain. Dewi harus mengurus dari mulai makan sampai buang hajat. Kadang dalam waktu tertentu juga memandikan. Berat sekali. Tapi wanita memang lebih punya kekuatan daripada lelaki. Setidaknya itulah yang bisa dilihat dari Dewi.

Jika kau lelaki dan melihat Dewi, maka kau akan melihat bidadari turun dari surga. Dia cantik, menarik, dan menenangkan. Jika kau lelaki dan melihat Dewi, maka kau akan memburu cintanya. Itulah yang dilakukan banyak pria. Memburu cinta Dewi. Dewi tak pernah memberi syarat rumit bagi lelaki yang hendak menikahinya. Hanya ada satu syarat, yakni ikut mengurus dua lelaki di rumah.

Setiap lelaki yang datang, yang kaya, yang tampan, yang berpendidikan, berpikir seribu kali untuk menikahi Dewi. Mereka hanya datang ke rumah untuk berniat melamar. Tapi, ketika kondisi rumah itu diketahui, mereka mundur teratur.

Sampai kemudian datanglah lelaki perantau itu. Lelaki hitam legam bernama Tarno. Hasrat lelakinya tak pernah luntur. Dia tahu Dewi adalah bidadari. Bidadari yang tak sepadan dengan Tarno. Tapi, Tarno nekat mengungkapkan isi hatinya.

Saat tahu bagaimana Dewi mengurus dua orang lelaki sendiri, cinta Tarno makin menjadi-jadi. Tarno makin tahu bahwa Dewi adalah bidadari yang tidak boleh dilewatkan.

 ***

Dewi dan Tarno telah menikah. Keduanya bahu-mambahu mengurus dua lelaki itu. Tarno mengurus di pagi dan petang hari. Pagi hari, Tarno bersihkan semua tetek bengek tak sedap di kamar paman. Kemudian Tarno ikut memandikan sang ayah.

Setelah pagi sibuk itu, Tarno akan ke proyek. Dia kini sedang kerja di proyek pembangunan jalan di kota. Nanti usai lelah menyapa pulang kerja, Tarno kembali bahu membahu dengan istrinya untuk mengurus dua lelaki itu.

Tarno terlihat kepayahan dalam sepekan ini. Maka, dia pun hanya bisa memadu cinta sekali dalam pekan pertama. Hasrat yang menggebu telah membuat Tarno lupa jika dia sebenarnya sangat lelah dalam sepekan.

Sekali bermadu, langsung berhasil. Dewi hamil. Saat Dewi hamil, tentu Tarno harus ekstra keras mengurus dua lelaki itu. Sebab, Tarno tak mau Dewi terlalu capek.

Tarno begitu telaten tiap harinya. Ototnya yang perkasa itu, mengurus rumah dan proyek. Dia kerja keras di proyek dan kerja telaten di rumah. Melihat lelaki legam tak tampan berjuang di rumahnya, Dewi berlinangan air mata.

"Kalau sudah lelah, Mas Tarno istirahat saja. Dilanjut besok tak apa-apa. Besok kan Mas Tarno libur," kata Dewi.

  ***

"Kang, tolong bawa istriku ke bidan. Aku sedang urus bapak," kata Tarno melalui telepon pada Kang Juned, penarik becak.

Ruwet dan ribet melilit Tarno. Sang mertua meronta karena ingin buang hajat tapi kesulitan. Di sisi lain, sang istri sudah teriak untuk diantar ke bidan. Tapi Tarno bukan lelaki biasa. Dia sudah sering diterpa panasnya matahari. Dia sudah  biasa diselimuti panas ketika bekerja. Itu juga yang membuat Tarno tenang saja menyelami kerepotan dirinya di pagi itu.  

Saat semua selesai mengurus mertua, Tarno memburu waktu menuju rumah bidan. Akhirnya mengetahui bahwa dia telah memiliki putri. Putri yang hitam manis hasil cintanya dengan Dewi. Rasa bahagia yang besar itu kemudian bertumbukan dengan pilu luar biasa.

Sebab, saat keluarga kecil itu pulang, bapak dan paman Dewi telah berpulang. Tak ada bahagia. Hanya ada senyap. Tangisan anak, seperti mewakili tangisan pedih Dewi ditinggal dua lelaki yang selama ini dia urus.

  ***

Jelang petang, setelah tiga bulan berlalu. Dewi tanpa basa-basi mengutarakan isi hatinya ketika Tarno baru pulang kerja.

"Terima kasih atas semuanya Mas. Aku ingin kita akhiri saja pernikahan ini," kata Dewi yang membuat Tarno seperti dipukul palu sangat besar.

"Apa salahku?" kata Tarno sembari menahan bara.

"Aku tidak mencintaimu, tak pernah mencintaimu," kata Dewi.

"Mas silakan pergi dari sini. Semua baju mas sudah aku kemas," tambah Dewi.

Tarno tak bisa  marah karena Dian, putri kecilnya itu sedang terlelap. Dia ambil semua bajunya. Dia berkemas dan pergi dari rumah.

"Jika kau sudah nikah dengan Anton, berikan Dian padaku. Jangan sampai benihku mengganggu hidupmu," ucap Tarno.

Desas desus setelah kematian bapak dan paman itu ternyata ada benarnya. Dewi, sang bidadari itu telah berubah wujud menjadi petaka. Dia memadu kasih dengan Anton, lelaki kaya, tampan, dan memiliki banyak pengetahuan.

Di petang itu, sembari berlari entah ke mana, Tarno berteriak sekencang-kencangnya. Dia meluberkan air matanya. Diterjang hujan deras, Tarno berlarian dengan harapan yang lenyap dalam sekejap. Dia nyaris gila. Cintanya pergi, dengan sengkarut cerita yang tak dia nyana.

  ***

Sejak badai itu, Tarno memilih hidup di pinggiran kota. Hasratnya untuk kembali menikah sudah sirna. Hari-hari repot tetap dia jalani karena Dian akhirnya dia terima. Dian dia terima dua bulan setelah perceraiannya dengan Dewi tuntas secara hukum.

Dia harus memandikan dan menyuapi Dian yang sedang lucu-lucunya. Setelah ritual pagi itu selesai, dia menitipkan Dian ke salah satu tetangga yang dia yakini baik orangnya, Bu Sumi namanya. Tarno seperti biasa akan kerja dari satu proyek ke proyek lainnya.

Sejak badai dan pengalamannya mengurus dua lelaki itu, Tarno menjadi makin ingin menjadi malaikat. Kerja, urus Dian, beribadah, dan aksi sosial.  Dia sering menyempatkan diri menjadi sukrelawan pada Panti Jompo. Dia hanya ingin menjadi orang yang bisa membantu sesama yang kepayahan.

Saat ada tetangga yang kesusahan secara fisik, Tarno akan menyanggupi untuk menolong. Sekadar menggendong atau bahkan membersihkan hajat. Tarno hanya mau melakukan hal-hal baik saja, sembari mencoba melupakan kisah pedihnya di masa lalu.

  ***

Dian sudah 17 tahun. Dia hitam manis. Dian tahu semua cerita masa lalu bapaknya. Entah dari mana. Mungkin dari almarhum Mbah Sumi. Jadi, Dian pun memendam bara luar biasa di tengah pertumbuhannya. Bara pada ibunya.

"Pak Tarno, ada tetangga baru di sana. Mereka ngontrak rumah Bu Sarno. Sepertinya butuh bantuan. Sebab, suaminya lumpuh dan sudah tak bisa bicara. Butuh bantuan untuk mengangkat memindahkan badan ke kasur," kata Ibu Tuti ke Tarno.

Seperti biasa, Tarno akan bergegas menolong. Dia berjalan ke rumah yang jaraknya hanya 25 meter dari rumahnya. Seperti yang mungkin kau duga. Benar adanya bahwa lelaki itu adalah Anton dan si wanita adalah Dewi.

Tarno seperti diberi kilatan petir yang menggemparkan. Masa lalu yang coba dia pendam, tiba-tiba datang di depan matanya. Dia tertegun sebentar di depan pintu. Tapi dia tetap melangkahkan kaki membantu Anton yang sudah kepayahan.

Dewi, yang belasan tahun tak dia lihat itu, tetap cantik dan ayu. Setelah Tarno membantu Anton tidur di kasur, Dewi menangis. Saat Tarno pamit pergi di pintu, tangis Dewi pecah. Tangannya menggenggam erat Tarno. Dewi yang telah mencampakkannya itu menangis tersedu dan bersimpuh meminta maaf pada Tarno.

"Maafkan aku, Mas Tarno," kata Dewi tersedu.

"Panggil pak saja," kata Tarno.

"Tak ada yang mau menolong Mas Anton dalam kondisi seperti ini. Kami kepayahan. Aku lelah Mas Tarno," kata Dewi.

"Panggil pak saja. Jika kau butuh bantuan, kirim pesan singkat ke nomor HPku. Jika aku sedang tak ada kerjaan, aku akan bantu Pak Anton," kata Tarno tanpa sedikit pun melihat wajah Dewi yang tetap cantik itu.

Maka, di pagi hari dan di sore hari, ketika tak ada kerjaan, Tarno adalah orang yang selalu membantu Anton yang kepayahan.  Semua orang sudah paham siapa Tarno. Sehingga, tak ada yang berburuk sangka pada lelaki malaikat itu.

Lalu, satu petang, seperti petang dengan hujan deras 16 tahun lalu itu, Dewi mengucapkan hasratnya tanpa awalan. "Mas Tarno, aku ingin meminta maaf. Aku mau menebus kesalahanku. Aku ingin mengurusmu, Mas Tarno. Jika Mas Anton sudah meninggal, aku siap kembali menikah denganmu. Demi Dian, mas, satu-satunya anakku," kata Dewi.

Tarno ingat soal petang jahanam 16 tahun lalu itu. Soal hujan deras dan terpaan kegilaan. Bara itu mulai muncul. Tapi Tarno menenggelamkan bara itu dengan baik. Dia memutuskan berlalu sembari tetap bilang, "panggil saja aku dengan sebutan 'pak'," ujarnya.

Saat Tarno berjalan menjauh dari rumah Dewi, dia teringat dengan masa-masa indah bersama Dewi. Masa mengurus bapak dan paman Dewi. Dia juga ingat bagaimana memadu kasih di malam akhir pekan pertama setelah menikah.

Tarno membalikkan badan. Tapi dia segera membunuh hasratnya. Tiga langkah dia kembali teringat masa indah itu. Dia tak tahan dan membalikkan badan. Dia memburu hasrat rindunya yang tumbuh lagi. Dia berjalan ke arah rumah Dewi.  

"Pak.... Cepat pulang, hujan makin deras," teriak Dian dari kejauhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun