Mohon tunggu...
Nurul Faizah
Nurul Faizah Mohon Tunggu... Guru - Baru sampai bisa titik. Belum di akhir titik.

Emak-emak yang mencoba menggairahkan diri pada menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Self Digesting: Upaya Menyentuh Hati Peserta Didik

15 Februari 2024   16:21 Diperbarui: 15 Februari 2024   16:23 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Hati tak bersudut, karenanya mudah tersentuh dari manapun" (Baban Sarbana,  2009: xvii). Tentu kita setuju dengan Baban Sarbana. Hati adalah organ manusia yang sangat berharga dari sebuah permata. Namun bisa saja menjadi batu dan memberatkan jiwa. Secuil dari tubuh, namun perlu berhati-hati dalam menjaganya.

Sebagai guru, kita bertemu dengan manusia yang kita sebut sebagai siswa. Manusia adalah sosok yang dinamis, berubah-ubah keinginan dan perasaannya. Munif Chatib (2011:57) dalam bukunya yang berjudul Gurunya Manusia menjelaskan bahwa, " Gurunya manusia adalah guru yang punya keikhlasan dalam mengajar dan belajar". Hal itu berarti guru tidak hanya menransfer ilmu, namun mengajar dengan hati penuh keikhlasan dan terus berusaha meningkatkan kompetensinya dengan belajar. Seringkali di dalam kelas kita menemukan peserta didik yang cukup menggoda kesabaran. Tetapi setiap anak adalah juara dan memiliki potensi kebaikan, apapun kondisi yang dialami peserta didik. Itulah mengapa kita tidak hanya mengajar dengan hati, tetapi juga perlu menyentuh hati mereka.  

Inner Self sebagai Proses Mengasah Kecerdasan Emosi Peserta Didik 

Menurut Bill Buzan (Hernowo, 2005:106) mengatakan bahwa dalam bentuk pendidikan yang baru, penekanan pendidikan harus dibalik. Jika tadinya fakta di luar diri seseorang yang lebih dahulu diajarkan, kini kita harus terlebih dahulu mengajarkan berbagai fakta tentang dirinya sendiri, fakta tentang cara manusia belajar, berpikir, mengingat, mencipta, dan menyelesaikan masalah. Selama ini kita mengajarkan hal-hal yang berada di luar dari diri peserta didik. Sementara hal-hal yang berkaitan dengan dirinya justru tidak mereka ketahui. Ilmu-ilmu yang dipelajari di sekolah terasa mengasingkan peserta didik. Peserta didik harus didorong untuk menjadikan pengetahuan yang telah dikuasainya agar mengubah dirinya ke arah yang lebih baik. Inilah yang disebut pembelajaran bermakna.

Salah satu syarat agar sebuah pengetahuan dapat mengubah diri si pemilik pengetahuan, maka pengetahuan itu perlu dilibatkan dengan diri terdalamnya (inner self). Untuk membuat diri terlibat dengan sesuatu yang dipelajarinya, peran kecerdasan emosi sangat besar. Kecerdasan emosi dapat menyumbang proses pendidikan yang berbasis karakter. Pendidikan yang tidak hanya mengedepankan kecerdasan intelektual, namun terintegrasi pula dengan kecerdasan emosi. Kecerdasan intelektual dianggap tidak dapat berfungsi secara maksimal apabila kita dalam keadaan gelisah. Gelisah berkaitan dengan emosi. Apabila kita ingin berpikir dengan efektif, sebaiknya kita dalam keadaan yang menyenangkan. Inilah salah satu fungsi kecerdasan emosi, untuk membangun diri agar memiliki emosi positif.

Goleman (dalam Hernowo, 2005:164) mengatakan bahwa inner self mampu digunakan untuk lebih memperhatikan hubungan atau keadaan yang sedang dialami oleh manusia-manusia lain. Hal tersebut kita kenal dengan nama empati. Empati dapat diartikan sebagai upaya seseorang untuk memahami psikis orang lain dan setelah memahami kemudian peduli. Jika guru berempati pada peserta didik, maka peserta didik pun akan belajar bagaimana cara berempati. Peserta didik yang memiliki empati merupakan wujud dari mengasah kecerdasan emosinya.

Emosi positif membantu peserta didik dalam merangsang pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan perlu didukung oleh empati peserta didik. Sehingga pembelajaran tak hanya menyenangkan, tetapi perlu melibatkan peserta didik. Jika setiap guru berusaha membangkitkan kecerdasan emosi peserta didiknya, tentunya akan membantu peserta didik dalam menemukan makna dalam pembelajaran. Hal ini berhubungan dengan tujuan dari merdeka belajar, yaitu memahami dan memprioritaskan murid sebagai subjek dalam pembelajaran.

Usaha Meningkatkan Kecerdasan Emosi Melalui Self Digesting

Self digesting merupakan alat menjelajahi dan mengurai diri. Self digesting dapat dibiasakan setiap hari melalui menulis dan hal-hal yang ditulis itu benar-benar melibatkan diri sendiri. Self digesting dapat dilakukan oleh peserta didik di rumah maupun di sekolah. Di rumah peserta didik dapat memulainya dengan memiliki buku harian. Guru dapat mengajarkan cara menulis buku harian atau menunjukkan bagaimana contoh seseorang menulis buku harian. Buku harian ini dapat berisi curahan perasaan setiap harinya, kesulitan-kesulitan yang dihadapi, ataupun sekedar berkata bahwa hari-harinya biasa saja. Buku harian akan membantu peserta didik untuk mengenali diri sendiri.

Di sekolah guru dapat membuat kartu curhat. Kartu curhat ini dapat menjadi alternatif guru dalam melakukan apersepsi. Guru seringkali monoton dalam melakukan apersepsi. Sekedar menanyakan apa yang dipelajari kemarin atau apa yang peserta didik ketahui tentang materi yang akan diajarkan. Padahal apersepsi sendiri merupakan stimulus khusus pada awal belajar yang bertujuan meraih perhatian dari para peserta didik. Kartu curhat sendiri dapat dijadikan alat meraih perhatian peserta didik, bahkan mengasah empati mereka. Cukup satu kalimat yang menggambarkan perasaan peserta didik. Kemudian beberapa peserta didik dapat membacakannya di kelas dan direspon oleh teman-temannya.

Di awal memulai mungkin guru akan mengalami kesulitan karena peserta didik tidak terbiasa bercerita tentang perasaan mereka di depan kelas, atau peserta didik sulit merangkai kata. Guru dapat memulai dengan satu kata saja yang menggambarkan perasaannya saat itu. Misalkan dengan kata sedih, kecewa, senang, takut, atau deg-degan.

Selain kartu curhat, masih banyak alternatif lain yang dapat digunakan guru dalam proses self digesting. Seperti belajar menulis curriculum vitae, mengisi majalah dinding, dan rutin melakukan refleksi diri. Bagi peserta didik yang memiliki minat menggambar, guru dapat memberikan saran untuk mengurai diri mereka melalui gambar. Gambar tersebut dapat berupa gambar ilustrasi, gambar kartun ataupun komik. Termasuk peserta didik dengan kemampuan seni lainnya, dapat dengan membuat puisi, syair, ataupun lirik lagu. Setiap keunikan peserta didik digali oleh guru dalam mengurai diri mereka. Proses ini pun merupakan bagian dari aktivitas discovering ability, yaitu mencari dan menemukan pemantik kemampuan peserta didik.

Merdeka belajar memberikan banyak kesempatan bagi guru dalam menentukan pilihannya untuk mencapai tujuan belajar yang bermakna. Self digesting diharapkan mampu menjadi bagian dari diferensiasi dalam pembelajaran ataupun dalam meningkatkan kecerdasan emosional peserta didik demi terciptanya merdeka belajar.

Daftar Pustaka

Chatib, Munif.2011. Gurunya Manusia: Menjadikan Semua Anak Istimewa dan Semua Anak Juara. Bandung:PT Mizan Pustaka.

Hernowo, 2005. Bu Slim dan Pak Bil: Mengobrolkan Kegiatan Belajar-Mengajar Berbasiskan Emosi. Bandung: Mizan Learning Center.

Sarbana, Baban.2009. Hati Tak Bersudut. Jakarta: Elex Media Komputindo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun