Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Alunan Nada di Kawitan Banyuwangi

9 Februari 2019   09:30 Diperbarui: 9 Februari 2019   10:04 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sesungguhnyam memotret seperti ini membuat hati cukup resah. - Dokpri

Kecerdasan musikal seniman Banyuwangi yang banyak tumbuh di Kawitan sudah tak bisa dibantah. Kesungguhan mereka dalam berkarya seni sudah teruji. Seorang anak kecil yang saya potret mungkin menjadi salah satu yang bisa diamati.

Relief yang menggambarkan aktivitas seniman Banyuwangi. - Dokumen Pribadi.
Relief yang menggambarkan aktivitas seniman Banyuwangi. - Dokumen Pribadi.
Politik memang membuat karya seni di Kawitan mati suri. Peristiwa 1965, yang menyeret banyak anggota Lekra di kampung ini membuatnya tak terdengar lagi. Namun politik pula yang membuat kematian suri itu kembali bertaji. 

Kala saya heran kenapa tak ada aktivitas para seniman pada siang menjelang sore itu, saya mendapat jawaban yang sangat membanggakan. Banyak seniman yang sedang melakukan perisapan untuk tampil dalam festival budaya yang didukung Pemkab Banyuwangi. Saya memang tak bisa melihat mereka tampil, tapi setidaknya dengan mendengar mereka semakin eksis membuat saya bangga.

Salah satu aktivitas warga di sudut Kawitan. - Dokumen Pribadi.
Salah satu aktivitas warga di sudut Kawitan. - Dokumen Pribadi.
Perjalanan saya pun berlanjut. Saya hanya berjalan tanpa arah lagi. Masuk dan keluar gang Kawitan. Rumah-rumah bergaya using dan Belanda berselang-seling menjejali kampung. Berbagai tanaman hias juga turut menghiasi halaman rumah-rumah itu.

Dokumen Pribadi.
Dokumen Pribadi.
Dokumen Pribadi.
Dokumen Pribadi.
Lalu, langkah kaki saya mencoba menyusuri jalanan yang menurut buku yang saya baca merupakan rumah M. Arif. Sungguh, berjalan di kampung yang kini sudah ramai dengan penduduk tersebut bukanlah hal mudah. 

Sesekali, saya dilihat oleh warga sekitar karena mencoba memotret suasana sekitar kampung. Saya masih penasaran dan mencari satu per satu nomor rumah sesuai apa yang ada di dalam buku bacaan tersebut.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Hingga akhirnya di sebuah sudut kampung, saya mendapatkan apa yang saya cari. Walau memiliki nomor rumah yang sama, namun saya belum yakin kalau itu rumah sang seniman legendaris. Saya hanya memotret bagian depan rumah bercat biru yang sudah kusam. Pencarian saya pun antiklimaks. 

Rekan lama saya terus menghubungi saya untuk mengajak bertemu. Dengan terpaksa, tanpa mendapat informasi lebih banyak lagi, pencarian dan perjalanan sensitif ini harus saya akhiri.

Meski demikian, saya tetap puas. Kawitan memang tak seramai kampung wisata yang saya kunjungi di beberapa kota. Tapi setidaknya saya belajar banyak. Dari kampung wisata ini, sebuah roda kehidupan harus teruslah berjalan.Roda yang terus berputar dan mengikuti irama lagu yang terdengar dari Kawitan.  

Sun sembur esem iki

Masio tah udan njero ati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun