Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Alunan Nada di Kawitan Banyuwangi

9 Februari 2019   09:30 Diperbarui: 9 Februari 2019   10:04 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sesungguhnyam memotret seperti ini membuat hati cukup resah. - Dokpri

Kampung ini sebenarnya tak berbeda dengan kampung lain. Pada bagian depan kampung, ada sebuah rumah yang konon terdapat sebuah sumur yang diduga adalah sumur legenda Banyuwangi. 

Untuk melihat sumur ini, pengunjung harus meminta izin kepada pemilik rumah agar membukakan pintu rumah. Mengingat, keberadaan sumur ini berada di bagian belakang rumah tersebut.

Saya tak berminat untuk melihat sumur itu. Rekan saya menjanjikan akan mengajak saya mengunjungi pendopo Bupati Banyuwangi keesokan harinya. Di sana, akan ada sumur yang juga diduga sumur Legenda Banyuwangi.

Saya pun kembali melangkahkan kaki masuk ke bagian dalam kampung sambil menyeruput air mineral akibat haus yang tak tertahankan. Semakin ke dalam, saya semakin banyak menemukan rumah-rumah kuno yang dicat dengan motif tertentu. Rata-rata, motif bunga dan kupu-kupu mendominasi hiasan dinding rumah-rumah tersebut.

Motif batik dan kupu-kupu yang mendominasi. - Dokumen Pribadi.
Motif batik dan kupu-kupu yang mendominasi. - Dokumen Pribadi.
Berbeda dengan kampung tematik di kota saya, yang saya rasa cukup norak dan terlalu ramai dalam pengecatannya, suasana adem langsung terasa saat memandang aneka hiasan di Kawitan ini. Walaupun, banyak dari warna-warni cat tersebut sudah mulai pudar. Itu tak masalah. 

Justru dengan pudarnya warna cat di kampung itu semakin membuat saya merasa dalam time machine. Merasakan suasana jadul, tempo dulu, dan kembali ke masa kejayaan seniman banyuwangi dalam berkarya seni.


Banyak cat yang sudah pudar. - Dokumen Pribadi
Banyak cat yang sudah pudar. - Dokumen Pribadi
Sejenak menerawang masa lalu tersebut, seorang anak SD yang lewat di depan saya kala saya ingin mengabadikan sebuah rumah kuno dengan spontan berpose unik. Ia beraksi layaknya Penari Gandrung disertai dengan mimik wajah yang unik. Saya segera tergelak dan membuat satu jepretan khusus bagi sang seniman cilik itu.

Ia begitu spontan, tanpa ragu dan lantas berlari menjauhi saya setelah apa yang ia atraksikan berhasil. Sejenak, saya tersenyum puas. Momen tak terduga itu benar-benar langka. Sayang, sebuah foto calon anggota legislatif cukup menganggu pemandangan. Lagi-lagi, saya semakin berpikir kalau kesenian memang tak bisa dipisahkan dari politik. Dan itu terjadi lagi di Kawitan.

Spontanitas dalam berkarya seni.- Dokumen Pribadi
Spontanitas dalam berkarya seni.- Dokumen Pribadi
Referensi yang membawa saya ke mari menyebutkan, kampung ini dulunya begitu hidup. Seniman-seniman Banyuwangi, yang kebanyakan memainkan alat musik angklung, calung, dan kendang begitu menikmati kebebasan. 

Spontanitas dalam berkarya seni, kemampuan mereka menggubah karya lagu begitu termasyhur. Dan, M. Arif, dengan lagu Genjer-genjernya adalah salah satunya.

Kala ia melihat penderitaan rakyat akibat penjajahan Jepang, maka lagu Genjer-genjer pun tercipta. Sama halnya dengan ketika rasa galau melanda, maka lagu Lungset, yang merupakan gubahan dari sebuah lagu Mandarin pun membahana se-Indonesia Raya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun