Ketukan jari di atas meja mengiringi menit demi menit yang terlewati, aku masih belum menemukan kata yang tepat untuk menjawab pertanyaannya.
"Biar kutanya sekali lagi."
Lelaki dewasa dengan jas rapi dan rambut klimis itu menatap, menyanggah wajahnya di atas dua tangan sembari menghentikan aktivitas ketukan jarinya.
"Siapa yang suruh kamu daftar di sini?"
Aku mendongak sedikit ragu. "Ma-maaf, Pak. Apa pertanyaan itu penting?"
Dia tertawa, entah bagian mana dari kalimatku yang lucu sehingga memantik tawanya yang tidak berkesudahan.
"Haha... maaf, kamu lucu sekali."
Lelaki itu menghentikan tawanya, membenarkan duduk di depanku dan mulai berbicara serius.
"Kamu butuh pengakuan dari orang lain, kalau tidak maka kami tidak bisa ukur sampai di mana kamu bisa bekerja untuk perusahaan ini."
"Saya rasa itu tidak harus dibuktikan dengan pengakuan orang lain, terima dulu pekerja dan lihat bagaimana ia menyelesaikan tugasnya." Aku menjawab dengan kurang setuju.