Era Reformasi
Pasca lengsernya Soeharto dan euforia kebebasan dengan lahirnya otonomi daerah (desentralisasi) memunculkan wacana pembentukan provinsi Papua Tengah tahun 1999 pada masa Presiden BJ Habibie.
Merasa telah melepas Timor Timur karena tekanan Amerika Serikat, Habibie merespon tuntutan agar Papua tidak memisahkan diri dari NKRI dengan memekarkan provinsi Irian Jaya menjadi Irian Jaya Barat dan Irian Jaya Tengah melalui Keputusan Presiden No 327 Tahun 1999 yang diperkuat  UU Nomor 45 Tahun 1999 tentang pembentukan Irian Jaya Tengah (Papua Tengah).
Pada masa pemerintahan Gus Dur pada tanggal 31 Desember 1999 Gus Dur mengubah nama Irian Jaya menjadi Papua.
Kemudian Gus Dur juga memberikan kebebasan mengibarkan bendera Bintang Kejora dan memberikan kebebasan terbentuknya Majelis Rakyat Papua (MRP).
Ironisnya, bagi sebagian kecil kelompok separatis (Organisasi Papua Merdeka), kebebasan yang diberikan Gus Dur itu dimaknai memberikan semangat baru perjuangan kemerdekaan Papua.
Pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri hanya menyetujui terbentuknya provinsi Irian Jaya Barat (Papua Barat) beribukota di Manokwari. Sementara Papua Tengah belum diloloskan sebagai daerah otonomi baru dan masih disatukan dalam Provinsi Papua yang beribukota di Jayapura. Â
Perjuangan pembentukan Provinsi Papua Tengah dilanjutkan pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui Gubernur, DPRD dan MRP Provinsi Papua. Selain itu juga telah disampaikan lewat Komisi II DPR RI. Namun diakhir masa tugas DPR RI periode 2009-2014 gagal mensahkan terbentuknya daerah otonomi baru Papua Tengah.
Papua dimata Pemuda
Pada Nopember 2014 secara mendadak saya ditugaskan untuk berangkat ke Jayapura oleh Ketum DPP KNPI, Taufan N Rotorasiko mendampingi tim yang sudah siap di Bandara Sukarno Hatta. Karena mendadak sayapun harus berbegas menuju bandara.
Ini menjadi penerbangan saya kedua setelah ke Biak. Saya memahami penugasan itu untuk "second opinion" agar Ketum mendapatkan informasi yang lebih obyektif terkait penetapan tuan rumah pelaksanaan Kongres Pemuda/KNPI XIV karena ada tarik menarik kepentingan yang menginginkan di Malang, Samarinda dan Aceh.
Singkatnya setelah survey akomodasi dan jaminan keamanan serta mengagendakan Ketum bertemu dengan Gubernur Papua, Lukas Enembe, saya, dkk bisa meyakinkan dengan argumentasi dalam forum konsultasi di Jakarta bahwa Jayapura, Papua akhirnya tetap diputuskan sebagai tuan rumah, walaupun tim survey sesungguhnya tidak satu suara bulat mendukung Papua.