Mohon tunggu...
Iji Asrul Tabona
Iji Asrul Tabona Mohon Tunggu... Politisi - Alhamdulillah

Nikmati Tuhan Yang Mana Yang Kau Dustakan?

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aurum, Gadis Penggerak Asa dalam Aksara

31 Oktober 2021   04:26 Diperbarui: 31 Oktober 2021   06:50 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber Foto : Taupasar.Com)

Tuhan menjadikan kita bersuku-suku dan bangsa-bangsa. Agar kita saling kenal mengenal dan bersahabat. Seorang sahabat yang baik, adalah sahabat yang suka menolong dalam mengerjakan kebaikan dan ketaqwaan.
 
Aku dan Aurum telah menjadi teman. Kami bertemu diwaktu yang tak begitu tepat. Sebagaimana pertemuan sungai dan laut yang hanya sebatas di muara. Usia pertemuan kami sesingkat usia senja. Selanjutnya, Aku adalah malam, dan Aurum itu adalah siang. Dunia kami telah berbeda.
 
"Kaka sebagai seorang politisi. Alangkah baiknya punya kemampuan dan keterampilan menulis. Itu baru keren namanya". Ungkap Aurum.
"Lihat Bung Karno, M. Natsir dan juga M. Hatta. Semuanya memiliki kemampuan menulis yang bagus. Mereka adalah politisi dan juga penulis hebat. Bangsa ini masih membutuhkan politisi-politisi seperti mereka itu". Wejangan Aurum sore itu, ketika kami menikmati kopi di Aroma Batavia, Plaza Atrium. Kota Tua Jakarta.
 
"Seperti Bung Karno yang dapat menulis dengan indah dalam Indonesia Menggugat" sambungku.
 
Motivasi kecil dari orang asing yang telah menjadi sahabat, sungguh lebih berharga dari emas dan permata.

 
..........................................................................................................................................................................................................

Siang itu Paket buku "Trilogi Kemenangan" karangan Hepi Andi Bastomi telah tiba. Aku memilih turun bertemu kurir dan mengambil paketku di depan Lobby Utama Apartemen Mediterania. Setelah paket diterima, aku langsung membayar. Kemudian memilih kembali ke kamar.

Namun, disaat menuju ke pintu lift, aku sempat menoleh ke belakang dan melihat seorang perempuan yang bergerak cepat ke arah ku. Seketika aku pun memperlambat langkah untuk mengetahui alasan, kenapa dia setengah berlari ke arah ku.

"Maaf aku numpang masuk ya, soalnya aku lupa bawah kartu akses", ucap perempuan itu kepadaku.

Apartemen Mediterania terletak Jl. Gajah Mada Keagungan, Kecamatan Taman Sari, Kota Jakarta Barat. Apartemen Mediterania merupakan hunian vertikal yang dikenal memiliki sistem keamanan yang baik. Pasalnya, untuk masuk kedalamnya kita memerlukan kartu akses apartemen (access card) atau kunci elektronik.

Bentuknya mirip seperti kartu ATM atau e-money yang kerap digunakan di hotel. Dalam kartu ada pita magnetik yang bisa baca melalui platform magnet. Dengan keamanan berlapis lengkap dengan teknologi modern, seperti satpam 24 jam, kamera cctv, hingga kartu akses.


"Oh, ternyata dia lupa membawah kartu akses yang biasa digunakan untuk keluar dan masuk apartemen", kata ku membatin

"Iya boleh" respon ku singkat.

Soalnya aku sedikit gugup. Karena saat ini sosok wanita muda cantik nan anggun yang berdiri di sampingku. Dia diam sambil jemarinya menekan tuts hanphonenya. Beberapa saat kemudian dia mengajakku berkenalan.

"Namaku Aurum. Aku dari Sumatera", Katanya memperkenalkan diri.
"Kalau aku Meiji, dari Maluku Utara" Kataku singkat.

Suasana gugupku mulai hilang. Setelah Aurum mengajak berkenalan. Aku langsung menyodorkan handphoneku kepada Aurum. Sambil memberi isyarat untuk mengisi nomor handphonenya. Lalu Aurum pun langsung memahami maksudku. Dengan lincah Aurum menerima handphone langsung memasukkan nomor kontaknya.

"Kutulis Aurum Medit, nanti tolong miscal biar ku simpan nomornya Bang" ucapnya padaku.

Aku pun langsung menekan tombol memanggil.

"Oke sudah masuk, kutulis siapa ya" tanya Aurum padaku.
"Terserah saja, yang penting mudah untuk diingat" jawabku.
"Oke, ku tulis Bang Meiji Medit ya?" Tanyanya.
"Iya boleh" Kataku.

Nomor kontak pun telah tersimpan di handphone masing-masing. Dan saat itu pintu lift pun terbuka. Secara bersamaan kami melangkah masuk ke dalam lift. Lalu pintu lift pun tertutup.

Aku melihat Aurum menekan tombol 2. Lalu aku pun menekan tombol nomor 3. Setelah menekan tombol lantai masing-masing, maka Lift pun bergerak naik.

"Oh ternyata dia tinggal di lantai dua" gumam ku dalam hati.

"Bang di lantai 3 ya?" tanya Aurum dengan mimik ingin mengetahui.
"Iya. Aku dilantai tiga" jawabku.

Tak terasa pintu lift telah terbuka. Dan kami pun telah sampai dilantai 2. Aurum melangkah keluar dari lift. Sesaat Aurum berhenti dan menengok kearahku. Sambil berkata :

"Nanti kita kontak-kontak ya Bang".

Belum lagi ku jawab pintu lift telah tertutup. Lift kembali bergerak naik ke lantai 3. Setelah sampai dilantai 3, aku pun kemudian keluar untuk menuju ke unit 0319. Unit yang aku tempati bersama seorang teman.

Tak sabar lagi untuk membuka bungkusan paket tersebut. Ada 4 (empat) buku didalamnya.
1).  Manajemen Kemenangan Belajar dari Perang Badar;
2). Mengubah Kekalahan Menjadi Kemenangan Belajar dari Perang Uhud;
3). Menang Dengan Bertahan Belajar dari Perang Khandaq;
4). Belajar Diplmasi dari Sang Nabi Memetik Hikmah dari Lembah Hudaibiyah. Buku keempat merupakan buku seri 1 dari buku Trilogi Penaklukan.

Keempat buku ini adalah karangan Hepi Andi Bastoni. Pengarang adalah wartawan dan penulis.  Selain itu juga dia dikenal sebagai trainer, dosen, penceramah, pengusaha dan juga pekerja sosial. Sudah puluhan buku yang dituliskan. Beliau adalah salah satu penulis yang hebat.

Dengan penuh semangat ku pilih buku seri 1 Manajemen Kemenangan Belajar dari Perang Badar. Tak lama aku pun hanyut dalam lautan kata dan peristiwa. Peristiwa Perang Badar yang diuraikan dengan bahasa yang sederhana dan menakjubkan.

Tak terasa sudah empat jam berlalu. Dan sekarang aku sudah sampai pada BAB III Darah yang Membuncah di Medan Badar. Aku memberi tanda pada halaman 102, lalu meletakkan buku tersebut diatas meja. Lalu berdiri mengambil handphone, yang tadinya di cash. Ternyata ada pesan masuk dari nomor whatsApp Aurum.

"Salam Bang. Gimana kabar? Kalau ngga ada kegiatan sore ini, baiknya kita cari tempat ngopi. Sambil ngopi kita bisa ngobrol-ngobrol" tulis Aurum pada pesan WhatsApp yang kuterima.
"Salam juga Aurum. Kabar baik. Kalau sore ini ngga ada. Iya kita bisa ngopi. Tapi dimana ya?" Balas ku pada Aurum.

Kami pun akhirnya sepakat bertemu pukul 16.30 atau jam lima sore di Aroma Batavia Caf dan Resto Plaza Atrium Senen, Kecamatan Senen Jakarta Pusat.

Sore itu tepatnya ditengah masa pandemi virus corona. Beberapa waktu lalu pemerintah DKI Jakarta telah mengumumkan untuk senantiasa memperhatikan protokel kesehatan. Yakni cuci tangan, pakai masker dan jaga jarak. Banyak orang yang memilih beraktifitas di rumah saja.

Dalam suasana mencekam itu aku berada Jakarta. Aku tak bebas keluar sebagaimana sebelum pandemi virus carona ini. Saat ini banyak tempat usaha yang tutup.

Tapi sore itu aku memberanikan diri keluar kamar karena janji bertemu. Kami bertemu di depan lobby utama. Dan aku segera memesan grab melalui aplikasi. Tak lama grab yang aku pesan pun tiba di depan lobby.
"Atrium ya Bang?" tanya driver grab pada ku, setelah aku dan Aurum masuk dalam grab.
"Iya Bang, ke Atrium Senen. Jawabku kepada driver grab tersebut.

Tak berapa lama kami pun telah sampai. Aku dan Aurum turun di pintu utama. Lalu kami berdua melangkah masuk Plaza Atrium. Kami sepakat langsung menuju ke Aroma Batavia Cafe yang terletak dekat pintu keluar lobby utara. Kami berdua memilih tempat duduk agak ke pojok, biar agak enak dan nyaman ngobrol. Pelayan caf langsung menuju meja kami dan menyodorkan daftar menunya. Kami pun langsung melihat daftar menu tersebut dan memesan minuman dan beberapa makanan ringan untuk dinikmati sore itu.

Setelah pelayan pergi Aurum pun memulai percakapannya.
"Bang, sebenarnya udah berapa lama di Jakartakah?" tanya Aurum.
"Aku sudah seminggu lebih. Menurut rencana sih mungkin sekitar 2 bulan di Jakarta" jawabku sambil tertawa. "Begitu lama baru ngga ada aktivitas, tiap hari hanya di apartemen, bisa stress ini" lanjutku dengn wajah serius sambil tersenyum.

"Lama ya Bang!" tambah Aurum singkat.
"Iya lama Aurum". jelasku.
"Kalau sumpek di apartemen Bang, mendingan ikut kegiatan kursus online. Biar ngga jenuh. Misalnya ikut Kursus Publik Speaking, kursus Amdal atau lebih bagusnya kursus menulis online! Gimana Bang ?" tanya Aurum.

Aku lalu sepakat juga dengan pendapat Aurum itu. Karena saat itu masa pandemi virus corona. Dari pada sumpek di kamar apartemen lebih baik ikut kursus online. Hitung-hitung kita dapat memanfaatkan waktu dengan efektif.

"Iya bagus sekali masukanmu Aurum" Jawabku memuji
"Bang kalau ngga salah kursus menulis online itu murah!". Jelas Aurum. Sambungnya "jika mau nanti aku bantu Bang. Atau kalau butuh bantuan kabari aku saja Bang, pasti aku akan membantu dengan sangat senang hati".

"Bang sebagai seorang politisi. Baiknya punya kemampuan dan keterampilan menulis, itu baru keren namanya" Ucap Aurum. Sambungnya "Menurut Pram, orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah."

"Iya benar Aurum. Aku sepakat dengan pendapat Pram tersebut. Bahkan Pram juga menyebutkan "Menulis buat saya adalah perlawanan. Di semua buku saya, saya selalu mengajak untuk melawan. Saya dibesarkan untuk menjadi seorang pejuang."

Pramoedya Ananta Toer atau yang lebih akrab disapa Pram adalah salah satu sastrawan besar yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Putra sulung dari seorang kepala sekolah Institut Budi Oetomo ini telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan dalam 41 bahasa asing.

"Jadi kerenlah Bang. Kalau ikut kursus menulis. "Dapat kita lihat dan baca bagaimana tulisan-tulisan Bung Karno, M. Natsir dan Muhammad Hatta, begitu bagus dan mampu mencerahkan banyak orang. Mereka adalah politisi dan juga penulis hebat. Bangsa ini membutuhkan politisi-politisi seperti mereka itu. Siapa tahu kelak bisa menjadi seorang penulis yang baik" Sambung Aurum panjang lebar dan penuh semangat.

"Seperti Bung Karno yang dapat menulis Indonesia Menggugat" sambungku penuh pesona pada Aurum yang begitu bersemangat memberikan dukungan moral dan motivasi kepadaku.

"Bang, ini pesanannya. Selamat menikmati ya!" kata pelayanan yang telah mengantarkan pesanan kami.
"Terima kasih Mba" Ucap Aurum pada pelayan tersebut.

Aku dan Aurum segera menyeruput kopi yang telah dihidangkan itu. Kami sama-sama memilih kopi sebagai minuman sore itu.

Kini kopi tak sekadar minuman. Kopi telah menjelma menjadi sebuah gaya hidup. Anak-anak muda kerap dijumpai bercengkerama di kafe-kafe atau kedai kopi yang belakangan muncul bak jamur di musim hujan.
Sajian kopi mulai yang dari kelas "biasa" hingga premium, laris diburu untuk menemani pertemuan dengan kolega, sahabat, dan kerabat.

Di Indonesia, minum kopi sambil bercakap-cakap juga telah menjadi tradisi sejak lama. Di Aceh, misalnya, akan mudah dijumpai warga di sana berbincang membahas segala hal dengan ditemani secangkir atau bahkan dua cangkir kopi. Nikmat rasanya hingga bisa lupa waktu.

Selain membahasa soal menulis. Aurum juga menceritakan bagaimana liku-liku perjalanan hidupnya dari Sumatera, ditepi Sungai Musi, sampai kemudian memilih hidup dan bekerja di Jakarta.

"Aku adalah Sarjana Teknik Pertambangan, dengan konsentrasi tambang umum. Kemudian strata dua ku teknik eksplorasi. Tapi saat ini aku justru tidak bekerja pada industri pertambangan, sebagaimana disiplin ilmu yang ku miliki". Jelas Aurum sambil tertawa.

"Aku justru bekerja pada bidang yang tak memiliki kaitan dengan disiplin ilmu yang dulu kupelajari di bangku kuliah saat pendidikan strata satu dan strata dua itu. Alasannya mungkin terdengar bodoh, tapi itulah yang kulihat. Pertama, bagiku tak ada perusahaan tambang yang dapat mensejahterakan rakyat disekitar perusahaan. Yang ada justru tanahnya dialih fungsikan dengan ganti rugi yang tak seberapa, kemudian pemilik tanah ini hilang tanah garapan dan juga mereka akan kesulitan ekonomi, karena harga kebutuhan hidup sehari-hari telah melambung tinggi setelah hadirnya industri tambang tersebut." Jelas Aurum padaku

"Yang kedua, pendapatan negera berupa pajak dan non pajak yang diterima dari sektor pertambangan tak sebanding dengan kerugian yang dialami oleh negara dan masyarakat. Kerugian berupa hutan-hutan yang gundul, akibat penerapan sistem surface mining (tambang terbuka), penggunaan B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang tidak ditangani dan diawasi secara professional oleh lembaga pengawasan dibidang terkait, kehilangan potensi air tanah, pencemaran sungai, pencemaran pesisir dan laut serta retaknya hubungan sosial atau konflik antara masyarakat dan masyarakat, masyarakat dengan pemerintah serta masyarakat dan perusahaan. Jadi banyak deh, dampak negatif dari kehadiran industri ini", ucap Aurum sambil mengakhiri penjelasanya.

"Aurum, mau tahu pendapatku soal Industri tambangkah?" tanyaku pada Aurum
"Iya, gimana pandangannya terhadap industri pertambangan, Bang?", kata Aurum ingin tahu.

"Yang pertama. Bagiku bahan tambang itu adalah kekayaan yang diberikan oleh Allah, untuk dimanfaatkan secara benar untuk kemaslahatan dan kemakmuran masyarakat. Jadi singkatnya bahan tambang itu harus dikelola atau dimanfaatkan. Tak boleh dibiarkan begitu saja. Kedua, Negara harus menjamin dan memastikan secara benar bahwa telah tersedia regulasi yang baik, yang harus digunakan sebagai standar dalam pengelolaan dan pengawasan kegiatan tersebut. Ketiga, negara harus memperkuat dan membekali aparaturnya agar secara professional melaksanakan pemantauan dan pengawasan terhadap seluruh regulasi ada, dan tak perlu segan-segan dan takut menjatuh sanksi yang sangat berat bagi pihak yang dengan sengaja melanggar". Itu pendapatku, Aurum.

"Iya, aku juga agak sepakat, jika dikelolah secara professional dengan mengutamakan kepentingan masyarakat, lingkungan dan negara". Ucapnya sambil tersenyum.

"Sungguh Aurum memiliki senyuman yang sangat menawan". Aku membatin, sambil menatap Aurum yang sedang tersenyum dihadapanku ini.
 

Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 18.15 menit WIB.

Banyak hal yang telah kami diskusikan, baik dari kursus menulis, riwayat pendidikan, dunia kerja dan lainnya. Aurum juga menceritakan prinsip-prinsip dan tipe laki-laki idolanya. Ternyata Aurum saat ini sudah berkepala tiga, usianya sudah tiga puluh enam tahun. Walau sudah berusia 36 tahun tersebut, tapi Aurum masih belum menemukan laki-laki yang tepat untuk diajak ke pelaminan.

"Bang kita balik ke Apartemen yuk!" Tawar Aurum. Lanjutnya "Sudah hampir waktu Shalat Magrib. Entar terlambat. Maklum waktu Magrib pendek".

Aku pun sepakat, untuk segera kembali ke apartemen. Aku segera berdiri dan menuju ke meja kasir untuk membayar harga minuman dan makanan kami tadi. Dan akhirnya kami berdua bergegas pulang ke Apartemen untuk Shalat Magrib. Setelah sampai di apartemen, kami berdua pun berpisah untuk kembali ke kamar masing-masing.

Ketika tiba dikamar, aku segera berwudhu dan shalat magrib. Setelah shalat Magrib, Amu sudah menyiapkan makan malam. Aku dan Amu langsung makan bersama.

"Kaka tadi pergi ke mana?" Tanya Amu.
"Ngopi sama teman!" Jawabku singkat.
"Teman cewek atau teman cowok?" tanya Amu dengan nada selidiki
"Ahh... kayak ahli introgasi saja eeh" tukasku sambal tertawa. "Pasti ceweklah" lanjutku dengan nada penuh gurau.

Setelah selesai makan aku mencari informasi di Facebook dan google kaitan dengan informasi kursus online untuk kursus menulis dan kursus amdal (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan). Ketika aku masih mencari-cari informasi dan penjelasan soal kegiatan kursus itu, handphone ku sudah berbunyi dan ternyata Aurum yang menelpon.

"Assalamu'alaikum Bang lagi ngapain? Maaf udah mengganggu!" Ucap Aurum
"Waalaikumsalam. Baru selesai makan nih. Ngga mengganggu kok. Aku malah senang kau telpon Aurum" Kataku menjelaskan.
"Iya terima kasih kalau begitu. Bang, Aku sarankan kalau bisa ikut saja kelas menulis KMO masternya Bapak Cahyadi Takariawan. Bagus kalau KMO itu". Aurum menjelaskan
"Oke. Biaya kursusnya berapa?" Tanya ku
"Biayanya ngga mahal kok, nanti aku kirim nomor WhatsApp Adminnya biar Bang dapat insformsi langsung dari mereka".
"Oke, aku tunggu ya. Terima kasih" Ucapku.
"Iya terima kasih Bang, semoga sukses ya". Ucap Aurum sambil mengakhiri panggilan videonya.

Tak lama Aku menerima inbox nomor WhatsApp Admin yang dikirim oleh Aurum. Setelah melakukan beberap konfirmasi dengan Admin, aku kemudian mendaftarkan diri sebagai peserta Kelas Menulis Online. Dan jadwal mulai kursusnya itu besok malam.

Malam itu aku tak bisa tidur. Walaupun tidak mengakuinya secara jujur, aku benar-benar senang ngobrol dan menghabiskan waktu dengan Aurum. Anehnya, aku dan Aurum baru saja kenal, lalu dilanjutkan dengan ngopi dan ngobrol bersama sore itu. Tapi aku merasa sangat akrab, seakan-akan kami telah bersahabat sekian lama.

Walaupun kami baru berteman. Namun kami saling memotivasi, saling menghargai, sehingga terciptanya hubungan persahabatan yang tulus.

Aku memiliki kesan-kesan khusus yang istimewa, setelah beberapa kali bertemu lagi dengan Aurum. Dia adalah perempuan sederhana, pekerja keras, mempunyai pandangan jauh kedepan dan uniknya sangat taat beribadah.

Kadang rasa malu muncul dalam hati kecilku. Aku tak mampu seperti dia. Aku mudah menyerah terhadap tantangan, tak konsisten pada tujuan dan cita-cita.

Dan, yang lebih parah lagi aku tak taat dalam beribadah. Dia wanita, tapi rajin shalat, suka puasa sunnat, rajin baca Al-Quran, sungguh ini luar biasa bagiku.
Setelah bertemu dan bersahabat dengannya, aku ingin merubah pola dan cara hidupku. Banyak hal yang tak sesuai tuntunan yang telah menjadi kebiasaan ku selama ini. Ternyata cara hidup dan prinsip ku banyak yang masih kurang baik.

Tanpa terasa waktu Adzan subuh pun bergema. Hayya 'alashshalaah (2x) Hayya 'alalfalaah. (2x)

Dan disaat itu handphone ku berdering, ternyata si Aurum yang menelpon. Dia menelpon dengan panggilan video.

"Assalamula'alaiku Bang,, maaf mengganggu!. Ayo shalat subuh dulu Bang!" Ajaknya
"Waalaikumsalam. Iya Aurum. Aku mau wudhu dulu ya" Kataku, sambal melihat kelayar haandphone.

Ternyata Aurum sudah menggunakan mukena dan telah menanti diatas sajadah. Aurum terlihat begitu menawan dengan tampilan mukena putih yang membalut wajah dan tubuhnya. Aurum yang memiliki wajah bulat dengan lesung pipi dan tersenyum dengan gigi gingsul akan sangat terlihat sempurna bak bulan dimalam purnama.

"Ayo wudhu Bang. Aku matiin yaa. Wassalamualaikum" setelah mengucapkan salam, Aurum lalu melambaikan tangan kanan kepadaku kemudian mematikan handphonenya.

Ketika menuju ke tempat wudhu. Aku merenungkan arti panggilan Adzan tersebut.

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
Aku menyaksikan bahwa tiada Tuhan selain Allah
Aku menyaksikan bahwa nabi Muhammad itu adalah utusan Allah
Marilah Sholat
Marilah menuju kepada kejayaan
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
Tiada Tuhan selain Allah

Sesungguh kita adalah hamba. Seharus selalu mengakui kebesaran Allah. Mengakui ke-Esaan-Nya, Mengakui Nabi Muhammad adalah utusan Allah, dengan dirikan shalat maka kita akan meraih kemenangan. Baik kemenangan di dunia maupun kemenangan diakhirat kelak.

Bagaimana kita mau jaya dan menang, sementara Allah memanggil untuk dirikan Shalat agar kita menjadi orang yang menang tidak kita laksanakan.

"Ya Allah, ampunilah salah dan dosaku, karena telah meninggalkan perintah Shalat selama ini". Gumamku sedih dalam hati.

Aku bersegera berwudhu kemudian kembali ke kamar untuk menunaikan shalat subuh. Setelah melaksanakan shalat subuh aku pun tertidur.

Setelah menyiapkan makan siang dimeja. Lalu Amu kekamar memanggil ku. Aku pun terbangun lalu mengambil handphone dan melihat jam, ternyata sudah jam 12.00.

"Kaka makan siang dulu!" ucap Amu.
"Iya, nanti aku mandi dulu". Jawabku

Selesai mandi dan berganti pakaian. Aku langsung kemeja makan bergabung dengan Amu dan kami langsung makan siang. Hari ini Amu masak nasi, ikan goreng, sayur asem, tahu dan tempe goreng, kua ikan garopa dan pupeda (makanan khas maluku). Amu ini jago masak. Mampu meracik bumbu seadanya, tapi enak dilidah. Siang ini Aku makan dengan sangat lahap.

Setelah makan aku mengambil handphone, ternyata ada pesan masuk dari Aurum. Aurum mengajak aku jalan-jalan sore di kota tua. Aku langsung membalas pesan tersebut. Dan menyampaikan kesediaanku untuk nanti sore ke Kota Tua.

Setelah membalas pesan tersebut. Aku juga langsung mengkonfirmasi pendaftaran kursus menulis tersebut. Dan nanti malam jam 9 kegiatan kursus sudah dimulai.

Aku menerima pesan konfirmasi bahwa aku sudah terdaftar sebagai peserta. Dan, admin sudah mengirim materi kelas menulis online via WhatsApp berupa Video dan PDF.

Aku langsung membuka dan menonton video -- video yang dikirim itu. Aku benar -- benar bermangat. Seakan mendapat suplai energi yang begitu kuat dan dasyat. Aku benar-benar terinspirasi dan telah bertekad untuk berubah kearah yang lebih baik.

Setelah jam lima aku pun langsung turun ke lobby utama. Tempat kami janji bertemu. Tak lama Aurum pun terlihat berjalan kearah ku. Dia menggunakan seragam olahraga. Kami berdua langsung menuju Kota Tua.
"Sebelum ngobrol biar kita bisa jogging sebentar di areal kota tua itukan, Bang! Ucap Aurum sambil tersenyum.
"Benar sekali, Ibu Bos" ucapku sambil bergurau dengan Aurum.

Oleh petugas jaga kami diberi tahu bahwa Kota Tua belum dibuka untuk umum. Karena masih dalam masa pembatasan sosial. Jadi kami tak bisa masuk ke dalam. Kami hanya bisa menikmati suasana diluar. Kami berdua pun berjalan menuju depan Toko Merah dan kami berdua Jogging di depan tokoh merah ini kurang lebih setengah jam, setelah lelah berjogging. Kami langsung ke penjual minuman dan makan ringan yang menggunakan sepeda. Mereka biasanya nongkorong di sekitar Kota Tua. Kami membeli Air mineral dan juga memesan kopi.

"Bang itu ada penjual kopi. Kita santai disitu saja Bang!" Ajak Aurum sambil berjalan menuju kea rah penjual minuman ringan tersebut.
"Asik tuh, kita santai disitu saja ya Aurum" Sambutku.

Kami langsung menuju ketempat penjual kopi. Aurum langsung memilih tempat duduk. Aku menuju ke penjual kopi dan membeli dua botol Air Mineral dan dua gelas kopi panas.

"Mas, Kopi Susu ya. Tapi kopi nya agak banyak Mas!" pintaku
"Minum apa Aurum? Tanyaku pada Aurum
"Aku ikut saja Bang. Bang minum apa, aku juga minum itu" ucap Aurum sambal tersenyum.

Kembali aku terpesona pada Aurum, ketika melihat senyuman lembut, dengan lesung pipi dan gigi gingsulnya. Setelah mengambil air, Aku berjalan mengambil kursi untuk duduk disampingnya. Tapi dia memberi isyarat untuk jangan duduk disitu. Tapi duduk saja dihadapannya. Lalu aku pun meletakkan kursi tersebut sesuai dengan yang diinginkan Aurum.

"Kalau berjalan boleh disampingku. Tetapi kalau duduk, maka harus didepanku. Bang, Aku ingin bercerita sambil bisa melihat dan menatap pada Abang", katanya sambil mengkedipkan matanya.

Aku hanya bisa tersenyum menanggapi sikapnya itu. Tak ada kata yang keluar dari bibir untuk menanggapinya. Karena ada gemuruh dalam jiwaku. Aku pun mengingikan demikian. Tapi aku takut. Takut menciptakan kemesraan yang lebih.

"Ini kopinya Mas" kata penjual kopi itu sopan.
"Terima kasih ya Mas" jawab Aurum pada penjual kopi itu.

"Bang" Panggil Aurum manja.
"Ya, kenapa" tanyaku pada Aurum.
"Menurut Abang, jadi penulis itu bagus apa ngga?" Ucapnya dengan nada dan wajah serius
"Baguslah. Masa ngga bagus sih" jawabku tak serius.

"Abang, tolong jawab dengan seriuskah, Aku serius bertanya ini!" Pintanya manja
"Setahuku membaca itu menangkap makna, kalau menulis itu mengikat makna. Sesuatu yang diikat itu pastilah takkan terlepas lagi. Sehingga suami istri itu, dikatakan Ikatan Perkawinan atau bisa juga ikatan keluarga, begitu menurutku" jawab ku penuh canda.

"Ha ha ha begitukah jawabnya, aku suka jawaban Abang ini". Katanya sambil tertawa terbahak-bahak.

"Jadi menurut ku, Abang harus serius kursus menulis. Agar nanti dapat menceritakan kisah kita ini. Kelak, setiap kata, kalimat dan paragaraf akan melukiskan dengan indah pertemuan ini. Dan, cerita tentang pertemuan ini akan terus hidup abadi, kenapa? Karena Abang telah mengikatnya. Dengan apa Abang mengikatnya? Tentunya dengan bait dan pragaraf yang kelak Abang tuliskan. Ketika Abang sudah selesai kursus menulis." Jelasnya panjang lebar dengan tersenyum.
"Itulah pintaku Bang" ujarnya lembut penuh harap.

Sambil mendengar setiap kata yang terucap dari bibir mungil itu, aku mencoba menafsirkan semuanya. Aku coba menatap sorot matanya, ternyata aku dapat merasakan apa yang ada dalam setiap kata dan kalimat yang terucap lewat bibir itu. Iya aku telah dapat merasakan. Rasa seperti ini pernah ku alami sepuluh tahun lalu.

Kadang bibir seseorang bisa berbohong, tapi sorot mata tidak. Setiap getar jiwa akan terpampang pada sorot mata. Sorot mata tak dapat berbohong.

"Iya mohon doa dan dukungan darimu ya Aurum. Dengan doa dan dukungan dari mu, maka aku selalu termotivasi untuk selalu belajar merangkai kata dan kalimat indah untuk kelak dapat mengikat semua kisah pertemuan kita yang walau hanya sesaat, tapi sungguh penuh makna ini" jawabku tulus dari hati.

"Untuk Abang, semua doa terbaik dan dukungan teristimewa akan selalu kuberikan padamu Abang" ujarnya dengan senyum yang begitu tulus dan ikhlas.

Aku menyeruput kopi dan mengambil sebatang rokok Dji Sam Soe. Saat akan mengambil korek api ternyata Aurum sudah lebih dahulu mengambil dan menyalakannya. Dia mendekatkan nyala koreknya diujung rokokku, lalu membakarnya. Aku pun menghisap dengan penuh rasa, seakan dirinya juga ikut bersama dalam kepulan asap yang begitu banyak.

Memang, kadang kita dapat merencanakan dengan siapa kita akan kepelaminan. Tapi kita tidak akan dapat memilih kepada siapa hati ini merasa tenang dan damai. Karena ini murni soal rasa.

"Ayo senyum Abang, biar ku abadikan sore ini dalam handphone ku. Jujur aku tak bisa biarkan ini berlalu dan hanya diambil malam gelap". Ini telah bertentangan dengan semua rencana ku. Jujur, Aku telah terlanjur... eh... eh.. tidak". Lirih suara itu.

Klick...klick.. dua kali Aurum mengambil gambar. Setelah melihat-melihat gambar tersebut lalu kemudian menyimpannya di Privasi. Aku membuat insting femenim muncul. Baginya kebersamaan ini terlalu suci. Sambil diam dan mata menatap layar handphonenya. Pada layar itu ada foto kami berdua.

Tak terasa waktu sudah mendekati shalat magrib.
"Abang, Ayo kita pulang, biar bisa segera mandi untuk shalat magrib" ucapnya.
Aku pun membayar harga kopi tersebut. Lalu kami berdua kembali ke Apartemen. Dalam perjalanan Aurum masih mengingatkan agar setelah ini aku harus serius ikut kursus menulis biar kelak dapat menulis semua cerita tentang kebersamaan kami ini.

Malam itu aku mulai kegiatan kursus. Materi pertama pun aku lewati dengan mudah, semua tugas, ku kerjakan. Setelah beberapa kali mengikuti pertemuan, mempelajari materi dan membuat tugas, maka akhirnya aku dinyatakan lulus mengikuti pelatihan, dan mendapatkan sertifikat menulis. Aku dinyatakan lulus dalam kegiatan kursus menulis tersebut.

Setelah selesai kursus tersebut, Aku masih senantiasa memperdalam materi menulis secara otodidak. Dan, motivasi serta teori menulis masih senantiasa dikirim dari Admin dan masterku, via WhatsApp.

Setelah selesai kursus menulis, Aurum kembali mendaftarkan aku pada kursus amdal. Dan kursus amdal ini dilaksanakan secara online selama 3 hari. Aku pun akhirnya dapat mengikuti kursus ini sampai selesai, dinyatakan lulus dan mendapatkan sertifikat kursus Amdal pula.

Selama beberapa minggu terakhir ini, kami sering menghabiskan waktu sore bersama. Baik itu di warkop atau kadang juga kami menghabiskan waktu kami di kolam renang yang ada di apartemen itu.

Tak terasa dua bulan telah berlalu. Tinggal seminggu lagi aku akan kembali ke daerah. Dan malam itu sekitar jam 20.00 Aurum menelpon ku, untuk makan malam bersama diluar. Kami memilih rumah makan yang terletak di depan taman ismail marjuki.

Malam itu Aurum membacakan doa makan. Setelah selesai membaca doa makan, Aurum mengambil piring di depan ku dan menaruh nasi dan lauk kedalam piring tersebut. Setelah cukup lalu dia memberikan piring itu kepadaku. Dan dia kembali mengisi nasi dan lauk ke dalam piringnya.
Kami berdua makan tanpa bercerita. Diam, membisu. Seakan tak ada kata yang mampu kami ucapakan saat itu.

Setelah makan. Dia mengambil buah semangka lalu memberikannya padaku. Sementara Aurum sendiri memilih buah anggur.

"Bagaimana pendapat Abang, tentang persahabatan kita ini? Tanya Aurum pelan, setelah kami menikmati makan pencuci mulut.

"Tuhan menjadikan kita bersuku-suku dan bangsa-bangsa agar kita saling kenal mengenal dan bersahabat. Seorang sahabat yang baik adalah sahabat yang suka menolong dalam mengerjakan kebaikan dan ketaqwaan. Sesungguhnya Pertemuan ini adalah Takdir Tuhan".
"Kalau menurutmu bagaimana Aurum?" tanyaku pada Aurum

Aurum diam sambil menatapku. Tatapannya seakan hampa. Kemudian keluar dari bibirnya "Aku tak tahu. Aku tah paham, untuk mulainya dari mana. Yang aku tahu dan aku rasakan adalah bahwa aku akan merasa sangat kehilangan dan sedih ketika Abang pulang nanti, hanya ini yang kurasakan".

"Abang, setelah kembali pun harus tetap asa kemampuan menulis yang telah dipelajari itu. Walau pun saat ini Abang seorang amatiran. Tapi kalau terus menerus mengasa diri maka suatu saat pasti jadi penulis yang professional. Hanya ini pintaku" Suara Aurum terdengar sendu.

Setelah makan kami berdua lalu ke Taman Surapati Menteng. Tak jauh dari tempat kami makan tadi. Di taman ini kami ngobrol sambil mendengarkan lagu-lagu yang dinyanyikan oleh para pengamen. Dan, Aurum tiba-tiba berdiri lalu berjalan kearah pangamen tersebut.
"Mas, tolong ya nyanyikan lagunya Padi ya" pinta Aurum pada pengamen itu.
"Mba lagu Padi yang mana ya?" Tanya pengamen pada Aurum.
"Oh iya. Lagu "Kasih Tak Sampai" jawab Aurum. Lalu memberikan uang tips kepada pengamen tersebut.
"Terima kasih Mba" Ucap pangamen itu.

Senar gitar mulai dipetik dengan pelan dan syahdu. Dan bait-bait syair itu mulai mengalun pelan.

Indah, terasa indah
Bila kita terbuai dalam alunan cinta
Sedapat mungkin terciptakan rasa
Keinginan saling memiliki
Namun bila itu semua
Dapat terwujud dalam satu ikatan cinta
Tak semudah seperti yang pernah terbayang
Menyatukan perasaan kita
Tetaplah menjadi bintang di langit
Agar cinta kita akan abadi
Biarlah sinarmu tetap menyinari alam ini
Agar menjadi saksi cinta kita berdua
Berdua
Sudah, terlambat sudah
Kini semua harus berakhir
Mungkin inilah jalan yang terbaik
Dan kita mesti relakan kenyataan ini
Tetaplah menjadi bintang di langit
Agar cinta kita akan abadi
Biarlah sinarmu tetap menyinari alam ini
Agar menjadi saksi cinta kita berdua
Berdua
Menjadi saksi kita berdua

Tanpa terasa butir-butir air mata membasahi pipi lembut milik Aurum itu. Aku melihatnya. Namun, tak berani berkata-kata dan melakukan apa-apa. Aku hanya terdiam, membisu. Aku biarkan air mata itu menderai turun. Aku tahu terlalu berat baginya untuk perpisahan nanti.

Malam pun kian larut. Dan, taman pun semakin sepi. Hanya tersisa beberapa pasangan muda mudi yang ngobrol disitu, sambil sesekali berpeluk mesra.

"Bang kita pulang ya?" katanya pelan, seakan berbisik.
"oke", jawabku. Aku langsung memesan grab dengan tujuan jalan gajah mada apartemen mediterania.

Dan, hari itu tanggal 25 Febuari 2021. Aku pun kembali ke Maluku Utara. Hari ketika aku kembali itu kami tak bertemu. Tak ada jabat tangan. Tak ada ucapan selamat tinggal, dan juga ucapan selamat jalan.

Aurum hanya mengirim pesan WhatsApp.

"Sungguh indah pertemuan ini. Aku tak akan lupa. Ini akan menjadi kisah abadiku. Biar jauh ribuan kilo, tapi yakinlah bahwa Abang akan selalu menjadi sahabat malam kelamku. Jujur saja bahwa cintaku telah menemukan hati yang pantas untuk dirindukan. Terima kasih Abang. Jangan lupa, selalu menulis ya Bang. karena aku akan ada dalam tiap bait yang abang goreskan. Amin".

Setelah membaca pesan WhatsApp ini. Aku tak mampu untuk membalasnya.

Kita akan selalu bertemu, walau itu hanya dalam sepotong doa dan sepotong pragaraf .
Hidup itu terasa indah, jika tak banyak intrupsi.
Biarkan saja Tuhan yang merapikan semua berantakan dalam hati ini.

Pukul 23.00 WIB, aku langsung menuju Bandara Soekarno Hatta. Kami telah terpisah secara fisik.

Namun, mata air aksara akan terus mengalir. Menjadi bait dan pragraf. Demi menemukan senyummu dalam setiap maknanya.
 
 

Selesai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun