Mohon tunggu...
Iin Indriyani
Iin Indriyani Mohon Tunggu... Novelis - Penikmat Keheningan

Penulis dan Buruh Migran Taiwan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ikatan Hati

8 April 2020   20:40 Diperbarui: 8 April 2020   20:44 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dekat jalan raya terdapat kebun yang cukup luas dengan beraneka ragam jenis sayuran yang tumbuh subur. Satu lagi, di belakang rumah pun ada kebun sayuran yang berukuran setengah dari luas kebun yang di depan. 

Inilah pekerjaan intiku di sini, karena Nenek Lin masih sehat dan bisa melakukan aktivitas sendiri, beliau menuntutku untuk fokus menanam sayuran, memupuk, mengairi, hingga memanen hasil setiap beberapa bulan sekali.

Siapa yang ikhlas bekerja di ladang dengan berbagai resiko yang harus diterima? Panasnya musim panas, dinginnya musim dingin, efek samping pupuk penyubur pada kulit yang sensitive, serta ratusan ulat bulu yang membuat gatal luar biasa tanpa pandang jenis kulit? Aku jawab tidak ada! Termasuk diriku sendiri. 

Tidak mudah bagiku untuk beradaptasi dengan pekerjaan yang tak pernah terbesit di otakku. Menjadi petani? Ya, bukankah perjanjian kontrak kerja adalah menjaga lansia? Kenapa aku justru ditempatkan pada pekerjaan seperti ini? Tiga orang Tkw sebelum aku menyerah. Ada yang satu bulan, ada pula yang baru satu minggu. 

Dan aku adalah yang ke-empat. Apakah aku mampu atau menyerah seperti mereka? Aku tak pusingkan perihal mereka yang melambaikan tangan pada keadaan. Yang kulakukan hanya berjalan pada sepatu yang kuinjak, pada tanah yang ditakdirkan Tuhan untukku berpijak, pada desa yang kuhirup hembusan udaranya untuk bernapas, pada majikan yang membawaku kesini, dan pada Nenek Lin yang mengizinkan aku untuk menemani usia senjanya di sini.

Pagi ini kami turun ke kebun lebih awal, pukul 03.00 pm kedua kaki kami sudah menyatu dengan tanah. Serpihan ranting tumbuhan menyapa kasar telapak kaki kami tanpa alas. 

Jijik-kah? Atau takut kotor-kah? Aku jawab tidak sama sekali! Karena sedari kecil aku suka berbaur dengan alam. Menyatukan kulit dengan tanah bagiku menyatukan hati dengan karunia Tuhan. 

Berada jauh dari hiruk-pikuk perkotaan membuat hatiku lebih dekat dengan alam. Karena tujuanku di negara ini bukanlah mencari kesenangan, melainkan mengais rezeki dari jalan yang diridhoi Tuhan. Aku tidak iri dengan kawan-kawanku yang tinggal di perkotaan. 

Setiap waktu dapat menghirup udara bebas dengan pelbagai warna-warni dalam lingkarannya. Aku tak sedih dengan keglamouran negara ini yang tak pernah kusentuh sama sekali. 

Aku lebih bahagia menjadi pekerja Nenek Lin yang tidak tahu apa itu dunia bebas Taiwan yang viral di media sosial. Aku sangat bersyukur bisa bekerja di rumah ini bersama beliau yang begitu kusayangi, wanita tua bernama Lin Zhang Xiu Gui.

Desember 2017,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun