Mohon tunggu...
Iin Andini
Iin Andini Mohon Tunggu... Guru - Pribadi

Guru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tukang Bajaj

28 Februari 2021   21:42 Diperbarui: 28 Februari 2021   21:59 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bajaj Biru (Sumber: Solopos.com)

Lelaki tua dan bajaj birunya itu setiap hari menongkrong di samping gerobak nasi uduk. Terlihat perempuan tua melayani pelanggan yang lain. Setiap hari kedua pasangan itu selalu menongkrong di depan Kompleks Mawar untuk berjualan nasi uduk dan menunggu penumpang.

Pak Ilham terlihat begitu kelelahan karena belum sempat istirahat dari pukul 04.00 subuh sampai pukul 09.00. Pukul 04.00, dia dan Rani harus membantu istrinya menyiapkan jualan. Pukul 05.00, dia harus mengatar Mpok Atik ke pasar berbelanja. Setelah itu, Pak Ilham harus lanjut mengantar Mbak Dwi ke halte busway. Sepulang dari sana, dia pun harus mengantar Susi dan Susan ke sekolahnya. Selanjutnya, Pak Rahmat, Bu Dudi, dan warga Kompleks Mawar yang lain. Terakhir, dia harus mengantar Bu Salma ke tokonya yang tidak jauh dari Kompleks Mawar.

Walaupun kendaraan online sekarang sudah banyak, warga Kompleks Mawar tetap mengandalkan Pak Ilham. Di samping itu, mereka kasihan jika Pak Ilham harus kehilangan pelanggan. Pak Ilham sering bercerita kepada mereka bahwa dia akan membiayai cucunya sampai kuliah.

"Pak, mau ke mana?" tanya istrinya yang melihat suaminya mengambil handuk kecil menuju bajajnya.

"Mau keliling dulu cari penumpang di sekitar SD Mawar. Biasanya 'kan jam segini sudah pada pulang."

"Pak, istirahat dulu. Bapak 'kan belum istirahat. Jangan memaksakan diri. Ingat, kata dokter seminggu yang lalu. Bapak harus istirahat dulu," kata istrinya.

Pak Ilham hanya tersenyum. Melihat tingkah suaminya yang sedikit mengeyel, Bu Ilham yang sedang mencuci piring beranjak mendekati suaminya yang sudah berada di bajaj. Pak Ilham yang melihat istrinya datang langsung tersenyum dan berkata, "Tenang saja. Bapak baik-baik saja. Kalau Bapak mencari penumpang hari ini, bagaimana mau menyekolahkan Rani."

"Tapi, Pak..."

"Tenang saja! Bapak tidak kenapa-napa," potong Pak Ilham dengan sedikit tegas. Jika sudah seperti ini, Bu Ilham akan diam. Dia sudah paham jika suaminya adalah tipe lelaki yang keras kepala.

"Bapak pamit, ya. Mau cari penumpang dulu." Bu Ilham pun mencium tangan suaminya dengan tulus.

"Ya, hati-hati ya, Pak!" jawab Bu Ilham.

Pak Ilham langsung berangkat mencari penumpang. Sebenarnya, Pak Ilham belum sembuh total dari penyakit asma yang dideritanya dua tahun belakangan ini. Namun, dia bekerja keras untuk istri dan Rani. Melihat ibunya Rani yang hanya tamat SMP, dia berharap Rani bisa lebih dari ibunya. Pak Ilham berharap Rani bisa mengenyam pendidikan sampai di bangku kuliah.

"Pak, Ilham!" teriak Bu Tarso.

Pak Ilham pun langsung menoleh ke pintu gerbang SD Mawar dan mendapati Bu Tarso bersama Budi anaknya."

"Oh, ya, Bu. Sudah mau pulang?" tanya Pak Ilham dengan santun.

"Iya, Pak!" jawab Bu Tarso.

Pak Ilham pun menepikan bajajnya tepat di depan Bu Tarso dan membukakan pintu bajaj. Pak Ilham lalu melaju ke rumah Bu Tarso yang terletak di Kompleks Melati.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Pak Ilham langsung menepikan bajajnya dan melihat ponselnya siapa gerangan yang meneleponnya. Oh, ternyata Pak Danu, temannya yang juga merupakan sopir bajaj.

"Assalamualaikum, Nu. Ada apa tumben telepon. Nggak narik hari ini?" tanya Pak Ilham.

"Apa? Sakit? Sakit apa istrimu?" tanya Pak Ilham. Ternyata Pak Danu menelepon Pak Ilham karena istrinya sedang sakit dan akan berobat ke dokter. Pak Ilham yang beberapa hari ini pemasukan lumayan lancar langsung mengiyakan akan membantunya. Pak Ilham langsung memberi tahu istrinya lewat telepon.

Sekembalinya dari tempat Pak Danu, Pak Ilham kembali ke rumah. Dia akan mengantar istrinya dan Rani berbelanja ke pasar untuk jualannya di esok hari.

"Kek, Rani dapat nilai ulangan IPS 90," kata Rani.

"Wah, kamu hebat, Nak! Tetap rajin belajar ya agar suatu saat cita-citamu bisa tercapai."

"Iya, Kek. Semoga bisa seperti Bu Tuti, ya!" kata Rani sambil membayangkan sosok Bu Tuti yang merupakan wali kelas Rani.

Malamnya, Pak Ilham makan sangat lahap. Istrinya sangat senang melihat tingkah suaminya. Setelah menikmati makan malam, Pak Ilham menghabiskan waktunya bersama istrinya menyaksikan acara kesukaan mereka. Sesekali mereka tertawa, sesekali bercerita. Sementara Rani masih berkutat dengan buku yang baru dibeli Pak Ilham. Rani sangat senang karena kakeknya sering membelikan atau memberinya buku yang didapat kakeknya dari pelanggan bajaj. Ya, Pak Ilhamlah yang selalu mendorong Rani untuk terus membaca.

"Tidur Nak!" kata Pak Ilham menasihati cucunya.

"Bentar lagi, Kek. Buku ini ceritanya seru!" Pak Ilham tersenyum melihat tingkah laku cucunya. Dia paham jika sikap cucunya sama dengan dirinya keras kepala.

"Rani, istirahat dulu. Besok pagi 'kan harus bantu nenek." Rani pun mengikuti perkataan Kakeknya.

Pak Ilham masuk ke kamar. Dia sudah mendapati istrinya terlelap. Kemudian, dia mencium kening istrinya. Mereka pun tertidur.

Pagi-pagi Pak Ilham dan istrinya bangun untuk menyiapkan jualan. Rani pun ikut membantu kakek neneknya. Setelah semuanya selesai, Pak Ilham pamit mengatar Mpok Atik ke pasar untuk belanja.

Bu Ilham dan Rani terlihat buru-buru membawa jualannya ke gerobak. Bu Ilham berangkat ke depan Kompleks Mawar sambil mendorong gerobaknya. Sesampainya di sana, sudah ada Bu Tono dan beberapa orang menunggunya. Tampak Mbak Dwi sudah siap di depan kompleks.

"Bu, Bapak ke mana? Jam segini kok belum sampai?" tanya Mbak Dwi.

"Iya. Bapak tadi mengantar Mpok Atik ke pasar. Mungkin bentar lagi sampai," jawab Bu Ilham sambil menyiapkan makanan untuk pelanggannya. Tiba-tiba dia melihat Mpok Atik yang akan mengantar anaknya ke SD Mawar.

"Mpok, Pak Ilham mana, ya? Kok belum sampai?" tanya Mbak Dwi.

"Loh, 'kan tadi Pak Ilham katanya mau balik ke rumah dulu setelah mengantar saya ke pasar."

Mendengar kata-kata Mpok Atiek, Bu Ilham merasa khawatir. Tidak biasanya suaminya balik ke rumah sebelum mengantar pelanggannya. Dia meminta tolong Rati untuk melayani pembeli. Dia harus pulang ke rumah. Mbak Dwi pun langsung memesan bajaj yang lewat karena takut terlambat.

Sesampainya di rumah, Bu Ilham mendapati bajaj suami sudah terparkir di depan rumah. Dia pun semakin panik.

"Pak! Pak! Bapak di mana?" Bu Ilham pun menuju kamar mendapati suaminya tertidur. Bu Ilham pun memegang badan suaminya sudah dingin.

"Pak! Bangun Pak!" teriak Bu Ilham sambil menangis. Dia pun berlari keluar meminta tolong ke tetangganya. Para tetangga datang membantunya dan membawa Pak Ilham ke rumah sakit. Bu Ilham langsung menelepon wali kelasnya agar menyuruh Rani ke rumah sakit karena kakeknya sedang sakit.

Sesampainya di rumah sakit, Pak Ilham langsung ditangani dokter. Setelah itu, dokter memberitahukan bahwa Pak Ilham telah meninggal. Dokter memperkirakan Pak Ilham meninggal 2 jam yang lalu.

Bu Ilham langsung memeluk suaminya. Rani yang sudah sampai pun ikut menangis. Mereka tidak menyadari jika Pak Ilham akan meninggalkannya. Bu Ilham teringat kecupan suaminya semalam ternyata kecupan terakhir. Rani pun tidak menyangka buku yang dibacanya semalam adalah buku terakhir dari kakeknya.

Semua meratapi kepergian Pak Ilham, si tukang bajaj di hari itu. Tiada lagi lelaki tua itu. Entah bagaimana nasib bajaj biru itu. Entah bagaimana nasib orang-orang terdekatnya. Bu Ilham dan Rani terus menangis di atas pusara Pak Ilham.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun