Ketika masyarakat Indonesia yang bernaung dalam payung NKRI tak membuahkan kesejahteraan, ketika pemerintah pusat hanya mempertontonkan ketidakpedulian pada rakyat, dan ketika wakil rakyat hanya sibuk memperjuangkan kepentingan partai dan golongannya masing-masing, dan ketika daerah semakin jauh ditinggalkan Pusat, maka kajian dan konsep bernegara dalam payung negara kesatuan, perlu ditinjau kembali dan memikirkan konsep bernegara yang lebih subtantif pada upaya perwujudan nyata kesejahteraan rakyat, Salah satu opsi untuk itu adalah konsep negara federasi sebagaimana konsep bernegara sejumlah negara maju lainnya di dunia ini.
Pertanyaannya kemudian, apakah konsep federasi ini mengancam eksistensi Indonesia sebagai sebuah negara? Kalaupun jawabannya 'iya', maka pertanyaan berikutnya adalah, mana lebih penting mempertahankan keutuhan NKRI tapi tidak tercipta kesejateraan atau rakyat semakin sejahtera dengan konsep federasi? Â Sebuah pilihan yang mungkin rumit.
Indonesia merupakan negara yang luas dan memiliki beraneka ragam budaya, para founding father Indonesia memberikan konsep negara supaya bisa memaksimalkan potensi yang ada di Indonesia. Mengenai bentuk negara, Indonesia memiliki sejarah panjang sebelum menerapkan bentuk negara seperti sekarang ini.
Berkaitan dengan ciri dan konsep Negara Federasi yang selama ini tercermin dalam penyelenggaraan Negara Indonesia yang notabenenya merupakan Negara Kesatuan sebagaimana terjamin dalam Konstitusi Negara dan Secara historis, sebelum Indonesia berbentuk kesatuan, dulunya Indonesia pernah menerapkan bentuk sistem federasi akibat dari agresi militer yang dilakukan oleh Belanda, kemudian terdapat keputusan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang mengharuskan Indonesia yang pada awalnya berbentuk kesatuan berubah menjadi federasi seusai KMB, berdiri Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari 7 negara bagian dan 9 daerah otonom.
Federasi diartikan sebagai gabungan beberapa perhimpunan yang bekerja sama dan seakan-akan merupakan satu badan, tetapi tetap berdiri sendiri dan dalam konteks politik, federasi berarti gabungan beberapa negara bagian yang dikoordinasi oleh pemerintah pusat yang mengurus hal-hal mengenai kepentingan nasional seluruhnya (seperti keuangan, urusan luar negeri, dan pertahanan) dimana negara federasi merupakan negara yang bersusun jamak. Kemudian, negara-negara ini mengikatkan diri satu sama lain untuk menjadi satu, tetapi tetap mempunyai berbagai wewenang yang tetap diurus sendiri.
Secara historis, Indonesia pernah menggunakan sistem negara federasi, tepatnya pada tanggal 27 Desember 1949 dengan dibentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS) atau Republic of The United States of Indonesia (USI) atau Verenigde Staten van Indonesi. Negara Republik Indonesia Serikat terbentuk dari hasil keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda.
Federasi RIS lahir sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar, yakni Republik Indonesia (RI), Majelis Permusyawaratan Federal atau Bijeenkomst voor Federale Overleg (BFO), dan Belanda. Kesepakatan tersebut disaksikan juga oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sebagai perwakilan PBB.
KMB menghasilkan kesepakatan yang menyatakan bahwa Belanda setuju untuk menyerahkan kedaulatan Hindia Belanda kepada Indonesia, kecuali Nugini Barat, RIS memiliki 7 negara bagian: Republik Indonesia (meliputi Aceh, Lampung, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatra Tengah, dan Tapanuli) yang dipimpin oleh Presiden Assaat, Negara Indonesia Timur (NIT) dengan pusat pemerintahannya di Makassar, Negara Pasundan dengan pusatnya di Bandung, Negara Jawa Timur pusatnya di Surabaya, Negara Madura pusatnya di Pamekasan, Negara Sumatra Timur pusatnya di Medan, serta Negara Sumatra Selatan pusatnya di Palembang.
Terdapat juga daerah otonom RIS sebanyak sembilan: Daerah Jawa Tengah pusatnya di Semarang, Daerah Istimewa Kalimantan Barat pusatnya di Pontianak, Daerah Dayak Besar pusatnya di Banjarmasin, Daerah Banjar pusatnya di Kahuripan, Federasi Kalimantan Tenggara pusatnya di Kotabaru, Negara Kalimantan Timur pusatnya di Samarinda, Daerah Bangka, Daerah Belitung, dan Daerah Riau.
Di dalam RIS juga terdapat satu daerah distrik federal, yakni Distrik Federal Jakarta. Distrik Federal Jakarta merupakan istilah yang dipakai untuk membagi wilayah administratif secara khusus pada pusat pemerintahan negara, khususnya wilayah Jakarta dan sekitarnya sebagai pusat politik, ekonomi, dan kebudayaan dari Republik Indonesia Serikat. Letak geografis Kota Jakarta di pinggir wilayah laut merupakan salah satu dasar utama dalam pemilihan kota yang menjadi distrik federal di RIS.
Mengutip dari tulisan Bung Hatta yang terkenal "Ke Arah Indonesia Merdeka' menggambarkan Indonesia Merdeka berdasarkan federalisme, sehingga beliau dikatakan banyak orang sebagai seorang federalis. Namun, kalau kita perhatikan dengan seksama, inti dari federalisme Bung Hatta adalah otonomi daerah yang luas, yang sesuai dengan keistimewaan dan kekhususan daerah, yang berdasar pada hak demokrasi rakyat dengan menghormati inisiatif rakyat dari bawah."
Relevansi Bentuk Negara Federasi di Indonesia
Sebelum berdirinya negara Indonesia, pada zaman dulu Nusantara terdiri dari kerajaan-kerajaan yang mengatur daerahnya masing-masing. Di Indonesia sekarang juga terdiri dari berbagai macam suku, bangsa, ras, budaya, dan sebagainya bukan hanya satu jenis, ditambah lagi dengan wilayahnya yang luas dan memiliki banyak sekali pulau sehingga konsep federasi cocok untuk diterapkan di Indonesia.
Hal tersebut merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia yang memiliki wilayah yang luas sekaligus terdapat sangat banyak pulau, sehingga adanya ketimpangan antara pulau yang satu dengan yang lainnya bisa terlihat, hal ini bisa kita lihat pembangunan di Pulau Jawa dengan pulau-pulau di Indonesia yang lainnya, dari fakta di lapangan terlihat jelas bahwa pemerintah pusat lebih lincah ketika membangun infrastruktur di Pulau Jawa dibandingkan pulau lainnya.
Melihat fakta sejarah bahwa pada zaman dulu pernah terjadi pengoreksian oleh masyarakat daerah, seperti PDRI, Permesta, dan lainnya yang menuntut kepada pemerintah pusat supaya melakukan pembangunan dan membuat kebijakan yang adil dan merata tidak hanya berfokus pada Pulau Jawa (Jawa sentris).
Presiden pada saat itu dinilai tidak adil dan kurang responsif terhadap pembangunan daerah di luar Pulau Jawa sehingga masyarakat harus mengoreksi pemerintah pusat ketika itu. Dari fakta tersebut bisa dilihat bahwa kesenjangan dan ketidakadilan akan berdampak buruk bagi roda pemerintahan, gerakan pengoreksian atau juga gerakan separatis bisa dilakukan kapan pun dan di mana pun.
Luasnya wilayah Indonesia dan beranekaragamnya kebudayaan yang dimiliki Indonesia tentu saja rentan terhadap perpecahan. Maka pemerintah pusat tidak boleh membuat kebijakan yang merugikan dan tidak adil. Setiap daerah di Indonesia memiliki keunggulan dalam pelbagai sektor, dengan sistem kesatuan hal ini sulit untuk dikembangkan dan dimaksimalkan, misalkan di Aceh terdapat banyak ditemukan tanaman ganja (Cannabis), tetapi oleh hukum nasional dilarang untuk pemanfaatan apa pun, padahal berdasarkan penelitian tanaman ganja memiliki banyak manfaat.
Oleh karena itu, jika negara Indonesia menganut sistem negara federal setiap daerah bisa memaksimalkan potensi daerahnya masing-masing, seperti Aceh yang bisa melegalkan pemanfaatan ganja untuk tujuan kesehatan. Terkait sejarah, sistem federasi yang kurang baik di Indonesia merupakan kacamata masa lalu. Dalam kacamata masa lalu, sistem negara federal dibentuk oleh Belanda untuk kepentingan Belanda sedangkan kalau menggunakan kacamata sekarang, Indonesia bisa merumuskan sistem negara federal untuk kepentingan nasional yang sebetulnya sistem federal bukan untuk memecah belah keutuhan bangsa, tetapi agar kebijakan yang diterapkan sesuai dengan masalah dan kebutuhan masing-masing daerah di Indonesia.
Untuk saat ini, sistem federal relevan diterapkan di Indonesia, Berbeda-beda meskipun tetap dalam bingkai keindonesiaan, tetap di bawah naungan Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Dalam mewacanakan ataupun menerapkan sistem federalisme harus tetap dalam koridor yang konstitusional untuk mencegah terjadinya perpecahan dan permusuhan. (ALJ)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI